Headline

Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.

Merdeka untuk Apa?

Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group
13/8/2022 05:00
Merdeka untuk Apa?
Abdul Kohar Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

BULAN Agustus identik dengan bulan kemerdekaan. Bendera dan umbul-umbul merah putih dikibarkan di seluruh sudut negeri. Lomba-lomba bernuansa keceriaan dan keguyuban dipertandingkan. Pula, doa-doa pengharapan bagi kebaikan dan keselamatan negeri dipanjatkan.

Kini, saat seluruh isi negeri berada di detik-detik menjelang peringatan 77 tahun kemerdekaan Republik Indonesia, ada pula yang mengapungkan pertanyaan. Salah satu pertanyaan itu simpel, tapi penting, yakni kita merdeka untuk apa?

Sesungguhnya Indonesia dibentuk dari keluasan pulau, keragaman asal-usul dengan penduduk yang begitu banyak demi meraih apa? Mengapa pula kita 'nekat' mendirikan negara Indonesia yang luasnya seluas benua? Keluasan negara kita kerap digambarkan dengan waktu tempuh melintasi negeri. Jika kita terbang dari Sabang sampai Merauke, waktu yang dibutuhkan 8 hingga 9 jam. Untuk apa semua itu?

Pertanyaan serupa juga disampaikan para pendiri bangsa saat mereka bertemu di Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Wajar jika mereka saling bertanya. Itu karena di badan yang merumuskan dasar negara kita ini duduk orang-orang dari segala keragaman yang mewakili bangsa ini (ada keragaman agama, suku, etnik, bahkan jenis kelamin).

Mereka bertanya satu sama lain: kita membentuk negara dari sekian keragaman dan keluasan Indonesia ini maunya apa? Jawaban mereka pun bermacam-macam. Mimpi mereka beragam. Namanya juga mimpi, jelas tidak bertepi. Setiap orang punya isi kepala masing-masing, punya mimpi masing-masing.

Ada yang bilang kami ingin merdeka. Kami ingin sejahtera. Kami ingin makmur, tata tentrem kerta raharja gemah ripah loh jinawi. Namun, bila mimpi-mimpi itu diringkas menjadi satu kata, kata yang mewakili satu impian itu berhasil dirumuskan Mohammad Hatta.

Menurut Bung Hatta, kata yang mewakili beragam mimpi itu bisa diringkas: aku ingin membentuk negara di mana semua orang bahagia di dalamnya. Yang dari Aceh bahagia. Orang Papua bahagia. Orang Tionghoa bahagia. Para petani bahagia. Nelayan pun bahagia. Intinya, bukan cuma konglomerat dan anggota DPR yang berhak bahagia. Semua kita ingin bahagia.

Hal itu selaras dengan teori William James, seorang perintis psikologi pendidikan dari Amerika Serikat. Pak James mengatakan motif terdasar dari seluruh tindakan manusia hanya satu, yakni the pursuit of happyness. Kalau ada pertanyaan mengapa kita beragama, mengapa menikah, mengapa harus bekerja, termasuk mengapa kita harus bernegara, jawabnya hanya satu, yakni demi mengejar kebahagiaan.

Kebahagiaan itu berbeda dengan kesenangan. Banyak orang mengidentikkan kebahagiaan itu dengan pleasure atau kesenangan. Padahal, keduanya berbeda. Kebahagiaan ialah suatu konsep yang dinamis dan sifatnya kontekstual. Kebahagiaan itu produktif, aktif, menumbuhkan. Kebahagiaan itu membuat kemanusiaan kita berkembang. Sesuatu yang membuat kita menjadi kaya. Bisa melayani dan membahagiakan orang lain. Kebahagiaan itu enjoyment alias kesukacitaan.

Adapun kesenangan bersifat konsumtif dan pasif. Makan, minum, nonton bioskop itu kesenangan dan sifatnya pasif konsumtif. Dalam hierarki kebutuhan menurut Abraham Maslow, kesenangan itu masih di urutan bawah. Levelnya baru psychological needs atau kebutuhan fisiologis biologis dan safety needs alias kebutuhan akan ketenteraman.

Sementara itu, kebahagiaan, levelnya sudah puncak dari segala puncak kebutuhan, yakni self-actualization atau aktualisasi diri. Pada titik ini, orang akan merasa bermakna dan bahagia jika bisa melayani dan berguna bagi banyak orang. Dalam konteks berbangsa dan bernegara, kebahagiaan akan paripurna bila sebagian besar anak bangsa sudah menjadi manusia seutuhnya.

Itulah kebahagiaan. Dalam pandangan Yudi Latif, jalan menuju kebahagiaan hanya bisa direngkuh dengan jalan integritas dan jalan cinta. Jalan integritas itu jalan etis. Tidak ada jalan kebahagiaan tanpa melewati jalur etis.

Contohnya, orang boleh memperoleh kekayaan dalam tempo cepat. Namun, bila kekayaan itu didapat dari korupsi, menipu, merusak ekosistem, kendati di permukaan orang itu kelihatan bahagia, di hatinya penuh dengan gejolak dan derita.

Kedua, jalan kebahagiaan itu jalan cinta. Tidak mungkin kita menuju kebahagiaan dengan jalan kebencian, jalan permusuhan, apalagi jalan peperangan.

Apa yang disampaikan Bung Hatta ihwal untuk apa kita merdeka dan membentuk negara, yakni untuk kebahagiaan seluruh anak bangsa, para pendiri bangsa juga sudah menyiapkan modal. Kita sudah punya warisan modal mahapenting dari jalan integritas dan jalan cinta itu berupa filosofi kebahagiaan. Filosofi kebahagiaan itu dirumuskan secara cerdas oleh para pendiri bangsa ini berupa Pancasila.

Alhasil, tujuan kemerdekaan ialah meraih kebahagiaan atau kesukacitaan. Jalan menuju kebahagiaan itu ada dua: integritas dan cinta. Filosofinya, Pancasila. Jadi, bila ingin semua rakyat Indonesia bahagia, jalankan dan kerjakan Pancasila. Bumikan Pancasila menjadi nyata, bukan indoktrinasi atau sekadar seruan kata-kata.



Berita Lainnya
  • Maaf

    14/8/2025 05:00

    KATA maaf jadi jualan dalam beberapa waktu belakangan. Ia diucapkan banyak pejabat dan bekas pejabat dengan beragam alasan dan tujuan.

  • Maksud Baik untuk Siapa?

    13/8/2025 05:00

    ADA pejabat yang meremehkan komunikasi. Karena itu, tindakan komunikasinya pun sembarangan, bahkan ada yang menganggap asal niatnya baik, hasilnya akan baik.

  • Ambalat dalam Sekam

    12/8/2025 05:00

    BERBICARA penuh semangat, menggebu-gebu, Presiden Prabowo Subianto menegaskan akan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

  • Blokir Rekening di Ujung Lidah

    11/8/2025 05:00

    KEGUNDAHAN Ustaz Das’ad Latif bisa dipahami. Ia gundah karena rekeningnya diblokir.

  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.