Headline
Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.
Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.
Warga bahu-membahu mengubah kotoran ternak menjadi sumber pendapatan
SAYA tidak hendak ikut berpendapat siapa sesungguhnya yang salah siapa yang benar dalam perang antara Rusia dan Ukraina. Banyak sudah analisis yang mengemuka, tetapi bagi saya, perang tetaplah perang. Ia cara paling primitif untuk menyelesaikan konflik yang ujung-ujungnya hanya menghadirkan lara.
Sebagai pihak yang memulai perang, Rusia tentu punya alibi tersendiri. Mereka menginvasi Ukraina, katanya demi melindungi keamanan negara mereka. Kata mereka, karena Ukraina yang sangat dekat Barat dan hendak bergabung dengan NATO merupakan ancaman serius mereka.
Itu alasan yang klise. Alasan yang biasa dilontarkan siapa pun yang memantik perang. Ia pembenaran yang sulit diterima kebenarannya oleh dunia internasional.
Ukraina tentu juga punya alasan untuk terlibat perang. Mereka terpaksa berperang untuk membela kehormatan dan kedaulatan bangsa. Alasan ini juga biasa dikemukakan siapa pun yang diajak perang. Ia pembenaran yang ada benarnya. Ia lebih bisa diterima masyarakat dunia.
Biarkan alasan berperang dengan alasan. Yang kita harapkan, perang di lapangan segera berkesudahan. Yang kita inginkan, Rusia dan Ukraina selekasnya menyatukan argumentasi untuk merajut kesepakatan damai.
Tidak ada sisi baik dari perang. Perang merugikan siapa pun. Yang kalah jadi abu, yang menang jadi arang. Itulah yang dialami Rusia dan Ukraina.
Meski superior, bukan berarti Rusia tak tekor. Ratusan tentara mereka tewas. Banyak mesin perang yang canggih dan mahal hancur. Ukraina tentu lebih parah lagi. Ribuan tentara dan warga sipil jadi korban. Infrastruktur yang ada luluh lantak.
Terlalu naif sebenarnya untuk mengatakan ada blessing in disguise, berkah di balik musibah perang di Ukraina. Namun, itulah yang bisa kita lihat. Meski terlalu kecil ketimbang musibah yang mahabesar, berkah itu tampak dari membuncahnya nasionalisme rakyat Ukraina.
Ukraina boleh saja kalah segala-galanya dari Rusia. Namun, mereka bukan tipe bangsa inferior. Mereka tetap punya keberanian luar biasa. Rakyat biasa pun kehilangan rasa takut untuk menghadapi musuh.
Berbagai rekaman menayangkan warga sipil dengan gagah berani menghadang kendaraan tempur Rusia. Seorang nenek tampak 'menceramahi' serdadu Rusia yang tengah berjaga. Ada pula seorang petani yang dengan traktornya 'mencuri' tank Rusia yang mogok.
Itulah wujud nyata dari nasionalisme. Itu pula yang diperlihatkan banyak pesohor Ukraina. Para atlet berbondong-bondong mewakafkan jiwa raga membela negara. Mereka rela menanggalkan kemapanan dan kenyamanan untuk hidup menderita, berperang di medan laga.
Sebut saja Yuriy Vernydub. Dia pelatih klub sepak bola Moldova kejutan di Liga Champions Eropa musim ini, Sheriff Tiraspol. Ada juga Oleg Luzhny, eks bintang Arsenal dan timnas Ukraina yang bergabung dengan tentara teritorial untuk melawan Rusia.
Tak ketinggalan petenis Sergiy Stakhovskiy dan petinju Vasyl Lomachenko. Lomachenko yang masih aktif bertarung siap memindahkan ring tinju ke medan perang. Dia bertekad memukul KO tentara Rusia.
Mantan petinju kelas berat Vitali Klitschko pun turun gunung. Begitu pula adiknya, Wladimir Klitschko. Petinju pemegang empat sabuk juara, Oleksandr Usyk, tak mau membuang waktu untuk membela tanah airnya selepas melawan Anthony Joshua di Inggris.
Dia terbang pulang dan mendaftar sebagai relawan pertahanan. "Teman, kita semua harus bersatu dan melalui ini semua karena kita menghadapi tantangan yang luar biasa sukar," seru Usyk di Instagram-nya.
Tak hanya laki-laki, perempuan ikut menyodorkan diri. Salah satunya Anastasiia Lenna, wanita cantik yang pernah mewakili Ukraina di ajang Miss Grand International 2015.
Model sekaligus pembawa acara televisi yang berbasis di Kyiv itu membagikan video di Instagram story. 'Latihan. Penjajah akan mati di tanah kita! Semua dunia melihat ini! Tunggu dan lihat apa yang akan terjadi', tulisnya dalam unggahan.
Hans Kohn mendefinisikan nasionalisme sebagai suatu paham yang berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan kepada negara kebangsaan. Kohn ialah filsuf dan sejarawan Amerika yang memelopori studi akademis nasionalisme.
Di Ukraina, nasionalisme sedang dimuliakan. Juga patriotisme. Rakyat Ukraina tengah berkompetisi untuk membuktikan kesetiaan dan cinta mati mereka kepada negeri.
Saya jadi berandai-andai, akankah pameran nasionalisme dan patriotisme serupa Ukraina juga akan dipentaskan di negeri ini jika diinvasi? Amit-amit invasi itu terjadi.
Namun, pertanyaan seperti itu kiranya layak diapungkan jika menilik kehidupan kita bernegara yang terus saja terbelah, yang sesama anak bangsa justru saling memusuhi.
TUBUHNYA kecil, tapi berdiri gagah seperti panglima perang yang memimpin pasukan dari ujung perahu yang melaju kencang di atas sungai.
KESIGAPAN Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka patut diacungi dua jempol. Ia menyatakan kesiapannya untuk berkantor di Papua sesuai dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto.
DIPLOMASI itu bukan cuma soal politik. Pun, diplomasi atau negosiasi dagang tidak melulu ihwal ekonomi. Diplomasi dan negosiasi juga soal sejarah, kebudayaan, dan bahkan seni.
PENUNJUKAN seseorang menjadi petinggi badan usaha milik negara alias BUMN tak jarang memantik pertanyaan.
BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia. Itu ialah instrumen negara untuk melindungi ketahanan sosial ekonomi masyarakat.
ADA pernyataan menggemparkan dari Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu, pekan lalu.
Kunci dari pemulihan kehidupan berbangsa dan bernegara ini dengan memperkuat etika sesuai TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
SAYA terperangah ketika mengikuti orasi ilmiah Ulani Yunus. Pidato pengukuhan guru besarnya pada Kamis (3/7) sangat relevan dengan fenomena kekinian, yaitu senja kala dominasi manusia.
"DIA terus melawan. Hingga detik terakhir, saat-saat terakhir, ia melawan. Semoga Tuhan memberi kita kesabaran dan semoga Tuhan mengasihani para martir kita."
MEMBICARAKAN korupsi di negara ini tak pernah ada habisnya. Korupsi selalu menawarkan banyak angle, banyak point of view, banyak sisi yang bisa diberitakan dan dicakapkan.
“NAMA Zarof Ricar paling nyolok. Terima suap biar hukuman ringan. Hukum ternyata soal harga, bukan keadilan.”
Salah satu penyebab deindustrialisasi dini terjadi, kata sejumlah analis, ialah Indonesia sempat terjangkit oleh penyakit dutch disease ringan.
WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.
VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.
SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.
ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved