Headline

Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.

Mahkamah Pilkada

Gaudensius Suhardi Dewan Redaksi Media Group
14/2/2022 05:00
Mahkamah Pilkada
Gaudensius Suhardi Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

MAHKAMAH Konstitusi layak dibaptis sebagai Mahkamah Pilkada. Disebut layak karena MK lebih banyak mengurus sengketa pilkada ketimbang mengerjakan tugas pokoknya.

Tugas pokok MK, menurut Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, ialah mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga negara, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilu.

Tidak ada kewenangan MK untuk mengadili sengketa pilkada dalam UUD 1945. Akan tetapi, justru sebagian besar waktu MK malah dihabiskan untuk mengurusi pilkada yang bukan tugas pokoknya.

Sepanjang 2021, MK menangani 277 perkara. Rinciannya, 121 perkara pengujian undang-undang terhadap UUD, 153 perkara sengketa pilkada, dan 3 perkara sengketa kewenangan lembaga negara.

Berdasarkan Laporan Tahunan MK 2021, dalam melaksanakan kewenangannya selama 18 tahun, MK telah menerima 3.341 perkara. Rinciannya, 1.501 perkara pengujian undang-undang, 29 perkara sengketa kewenangan lembaga negara, 676 perkara perselisihan hasil pemilu, dan 1.135 perkara sengketa pilkada.

Sepintas, sejak MK berdiri pada 2003 sampai sekarang, jumlah perkara pengujian undang-undang yang menjadi tugas pokoknya jauh lebih banyak daripada sengketa pilkada. Namun, harus diingat bahwa MK mulai menangani perkara sengketa pilkada lima tahun kemudian, bukan sejak berdiri.

MK resmi menangani sengketa pilkada menggantikan peran Mahkamah Agung sejak 2008. Pengalihan itu berdasarkan ketentuan Pasal 236C UU 12/2008 tentang Pemerintahan Daerah. Itulah kewenangan yang dicangkokkan ke dalam tugas MK.

Bunyi Pasal 236C itu ialah penanganan sengketa hasil penghitungan suara pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah oleh MA dialihkan kepada MK paling lama 18 bulan sejak undang-undang ini diundangkan. UU itu diundangkan pada 28 April 2008. Berita acara pengalihan diteken Ketua MK Mahfud MD dan Ketua MA Bagir Manan pada 29 Oktober 2008.

Namun, sejak diucapkan putusan MK Nomor 97/PUU-XI/2013 pada 19 Mei 2014 pukul 14.50 WIB, Pasal 236C UU 12/2008 itu dinyatakan bertentangan dengan konstitusi dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Dengan demikian, kewenangan MK menangani sengketa pilkada mulai Mei 2014 sampai saat ini ialah konstitusional bersyarat (wewenang bersyarat). Syaratnya tertera pada poin kedua putusan 97/PUU-XI/2013, yaitu MK berwenang mengadili perselisihan pilkada selama belum ada undang-undang yang mengatur hal tersebut.

Pasal 157 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada menentukan bahwa perkara perselisihan hasil pilkada diperiksa dan diadili oleh badan peradilan khusus yang dibentuk sebelum pelaksanaan pilkada serentak nasional. Namun, sebelum peradilan tersebut terbentuk, MK diberi kewenangan untuk menyelesaikan sengketa pilkada.

Pilkada serentak nasional digelar pada November 2024. Mestinya wewenang bersyarat MK mengadili pilkada berakhir pada 2024. Namun, sejauh ini, rancangan undang-undang pembentukan peradilan itu belum masuk dalam program legislasi nasional.

Peradilan khusus pilkada harus segera dibentuk karena telah menjadi perintah undang-undang. Di dalam undang-undang tersebut, nantinya akan mengatur kewenangan, kedudukan, bentuk dan struktur lembaga peradilan, serta hukum acaranya.

Jika peradilan pilkada tak kunjung dibentuk, apakah MK masih berwenang mengadili sengketa Pilkada 2024? Bukankah perintah undang-undang sangat jelas bahwa peradilan khusus pilkada dibentuk sebelum pilkada serentak digelar?

Benar bahwa MK masih berwenang untuk mengadili sengketa pilkada hingga peradilan pemilu dibentuk sebelum November 2024. Benar pula bahwa MK sudah memutuskan konstitusional bersyarat kewenangan MK untuk mengurus sengketa pilkada sejak diputuskan pada Mei 2014. Jika peradilan pilkada tak kunjung dibentuk, sama saja mematenkan konstitusional bersyarat MK menangani pilkada.

Alangkah tak eloknya MK sebagai penjaga konstitusi justru dibiarkan berlama-lama menangani sengketa pilkada. Pembiaran itu dilakukan oleh pembuat undang-undang. Sayangnya, MK tak punya kuasa untuk mengeksekusi putusannya sendiri.

Kepatuhan terhadap putusan MK merupakan bentuk nyata dari kesetiaan terhadap konstitusi itu sendiri. Jika putusan MK tidak dijalankan, sama saja membangkang terhadap konstitusi.

Jangan biarkan MK menjelma menjadi Mahkamah Pilkada. Jika itu dibiarkan, bukan mustahil akan muncul lagi kasus yang menimpa mantan Ketua MK Akil Mochtar justru tersangkut pada tindak pidana korupsi di bidang sengketa pilkada.



Berita Lainnya
  • Maaf

    14/8/2025 05:00

    KATA maaf jadi jualan dalam beberapa waktu belakangan. Ia diucapkan banyak pejabat dan bekas pejabat dengan beragam alasan dan tujuan.

  • Maksud Baik untuk Siapa?

    13/8/2025 05:00

    ADA pejabat yang meremehkan komunikasi. Karena itu, tindakan komunikasinya pun sembarangan, bahkan ada yang menganggap asal niatnya baik, hasilnya akan baik.

  • Ambalat dalam Sekam

    12/8/2025 05:00

    BERBICARA penuh semangat, menggebu-gebu, Presiden Prabowo Subianto menegaskan akan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

  • Blokir Rekening di Ujung Lidah

    11/8/2025 05:00

    KEGUNDAHAN Ustaz Das’ad Latif bisa dipahami. Ia gundah karena rekeningnya diblokir.

  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.