Headline
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
APAKAH pertumbuhan ekonomi kita sudah inklusif? Bila pertanyaan tersebut disampaikan dua tahun silam, jawabannya simpel: ya. Hingga akhir 2019, saat sebelum pandemi covid-19, semua indikator ekonomi berada di jalur pertumbuhan inklusif tersebut.
Pertumbuhan ekonomi disebut inklusif apabila mampu menurunkan kemiskinan, menurunkan ketimpangan distribusi pendapatan, dan menyerap lebih banyak tenaga kerja. Di tengah ketidakpastian ekonomi global, laju ekonomi Indonesia selama lima tahun sebelum pandemi (2014-2019) tumbuh di kisaran 5%. Meskipun belum setinggi yang diharapkan, yakni tumbuh di kisaran 6% syukur-syukur bisa 7%, capaian 5% tersebut sudah lumayan.
Pertumbuhan ekonomi itu juga kian bersifat inklusif. Hal itu ditunjukkan oleh inflasi yang dapat ditekan di kisaran 3%-4%. Sementara itu, kesenjangan dapat dipersempit yang ditunjukkan oleh rasio gini yang turun ke level 0,381. Tingkat kemiskinan dan pengangguran juga turun menjadi 9,41% dan 5,01%. Di sisi lain, tren penyerapan tenaga kerja terus meningkat, dari kurang dari 1 juta orang pada 2018 menjadi lebih dari 1 juta orang pada tahun berikutnya.
Hingga akhirnya, pandemi korona memukul mundur sejumlah indikator moncer itu. Pertumbuhan ekonomi 2020 terkontraksi menjadi minus 2,07%. Persentase penduduk miskin pada September 2020 naik lagi menjadi dua digit di 10,19%. Tingkat pengangguran terbuka pada Agustus 2020 sebesar 7,07%, meningkat 1,84% jika dibandingkan dengan Agustus 2019. Pada September 2020, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur oleh rasio gini juga naik 0,004 poin menjadi 0,385.
Apa boleh buat, ekonomi Indonesia yang sudah melaju kencang harus direm mendadak karena pandemi. 'Untungnya', situasi tersebut bukan khas Indonesia. Semua negara di dunia mengalaminya, tak peduli negara maju, berkembang, atau terbelakang. Bahkan, banyak negara mengalami kontraksi ekonomi lebih dahsyat ketimbang kita.
Yang dibutuhkan akhirnya ialah mengembalikan ekonomi di jalurnya, dengan resep yang pas. Negara yang mampu mengendalikan pandemi covid-19, otomatis bisa kembali ke jalur ekonomi inklusif. Kemampuan menjinakkan korona menjadi faktor kunci bergeliatnya kembali ekonomi. Urusan kesuksesan memilih menginjak gas, amat bergantung pada kemampuan mengatur tuas rem.
Untungnya lagi, negeri ini relatif berhasil mengendalikan laju virus covid-19. Kendati di awal korona terjadi perdebatan untuk memilih mengerem total perekonomian atau masih memberi celah, akhirnya kita bisa menemukan formula pas bagaimana merespons situasi. Korona terkendali, perekonomian pun mulai bergeliat lagi. Pengembalian laju ekonomi di jalurnya pun mulai membuahkan hasil.
Alhasil, sejumlah indikator mulai menghijau kembali. Persentase penduduk miskin pada September 2021 bisa dikurangi menjadi satu digit lagi, 9,71%. Tingkat pengangguran terbuka juga mulai menurun menjadi 6,49% pada Agustus 2021. Badan Pusat Statistik (BPS) juga mencatat rasio gini yang mengukur tingkat ketimpangan pengeluaran Indonesia per September 2021 turun lagi menjadi 0,381, sama persis seperti capaian sebelum pandemi korona terjadi. Tingkat penyerapan tenaga kerja juga tetap tumbuh di atas 1,1 juta orang, seiring kian tingginya investasi di sektor industri.
Maka, pertumbuhan ekonomi sepanjang 2021 pun menghijau lagi. Dalam pernyataan BPS awal pekan ini ditunjukkan bahwa perekonomian kita selama tahun lalu tumbuh 3,69%. Angka itu memang meleset dari target 4%, tapi tetap layak disyukuri mengingat masih beratnya beban global akibat pandemi. Mutasi virus yang penularannya kian cepat seperti deret ukur, membuat laju pemulihan ekonomi melambat seperti deret hitung.
Kabar baiknya lagi, sepertiga dari capaian pertumbuhan ekonomi 3,69% tersebut disumbang oleh naiknya pembentukan modal tetap bruto (PMTB). Ia menjadi sumber pertumbuhan ekonomi tertinggi, yakni 1,21%. Naiknya PMTB sebagai kontributor utama pertumbuhan ini patut disyukuri karena ia menjadi pertanda kian menggeliatnya sektor industri. Kalau industri menggeliat, lapangan kerja makin terbuka, tenaga kerja kian terserap, pengangguran berkurang, dan kemiskinan juga berkurang.
Struktur pertumbuhan ekonomi yang ditopang industri juga memperkukuh pertumbuhan. Lebih kuat ketimbang pertumbuhan ekonomi yang melulu didorong sektor konsumsi. Di masyarakat yang tingkat daya belinya rentan, mengandalkan konsumsi sebagai penopang pertumbuhan ekonomi berpotensi membuat perekonomian rapuh dan bisa ambyar seketika. Itu juga sama dengan ketika negeri ini teramat mengandalkan sektor komoditas sebagai pendapatan utama. Sejak kecil saya sudah dikenalkan di bangku sekolah bahwa sumber daya alam akan habis suatu saat nanti dan tidak bisa diperbarui.
Momentum kembalinya ekonomi kita di jalur yang tepat, kiranya tidak cukup hanya dirayakan. Tantangan besar berikutnya ialah membuat pertumbuhan positif tersebut menjadi kian inklusif. Masih ada lebih dari 25 juta orang sangat miskin saat ini.
Kita pernah diingatkan oleh Joseph Stiglitz, ekonom peraih Nobel, tentang masih bahayanya pertumbuhan ekonomi yang tidak berefek mengurangi kesenjangan. Kata Stiglitz, ketidakseimbangan antara pertumbuhan ekonomi terhadap produk domestik bruto dan pertumbuhan lapangan kerja terhadap PDB membuat kesenjangan kian menjadi. Itu akan membuat kekacauan dan ketidakstabilan global. Ia melukiskan kesenjangan itu dengan fakta bahwa pendapatan rata-rata 10% orang kaya sembilan kali lebih banyak daripada 10% orang miskin.
Pertumbuhan ekonomi mestinya bisa memangkas kesenjangan itu. Tidak mengapa ekonomi tumbuh sedikit di bawah target, asalkan kualitas inklusivitasnya terjaga. Bukan kuantitas semata yang perlu dikejar, melainkan kualitas jangan ditinggalkan.
KATA maaf jadi jualan dalam beberapa waktu belakangan. Ia diucapkan banyak pejabat dan bekas pejabat dengan beragam alasan dan tujuan.
ADA pejabat yang meremehkan komunikasi. Karena itu, tindakan komunikasinya pun sembarangan, bahkan ada yang menganggap asal niatnya baik, hasilnya akan baik.
BERBICARA penuh semangat, menggebu-gebu, Presiden Prabowo Subianto menegaskan akan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
KEGUNDAHAN Ustaz Das’ad Latif bisa dipahami. Ia gundah karena rekeningnya diblokir.
Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.
FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.
KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.
PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future
USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.
BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.
PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.
KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,
ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.
TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.
FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.
JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved