Headline
Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.
HASIL dan proses mestinya tidak perlu dipertentangkan. Keduanya merupakan bagian dari dua sisi mata uang. Tapi, di mata Haruna Soemitro, Komite Eksekutif (Exco) PSSI, hasil dan proses itu berbeda arah. Malah, seperti tidak berhubungan sama sekali.
Tengoklah pernyataannya dalam bincang-bincang di sebuah podcast, pekan lalu. Haruna mengomentari pelatih timnas sepak bola kita Shin Tae-yong yang kerap melontarkan percayai proses. Bagi Haruna, hasil lebih penting ketimbang proses. Kalau sekadar mengantarkan timnas sebagai runner-up Piala AFF, sudah ada 5 pelatih sebelumnya yang berhasil mencapai titik itu. Tidak perlu mendatangkan STY (singkatan nama Shin Tae-yong).
Yang diinginkan pencinta sepak bola, tandas Haruna, ialah Indonesia juara Piala AFF. Bukan sekadar masuk final. "Proses itu tidak ada gunanya bila tidak juara. Yang penting hasil. Hasil itu, ya memberikan predikat juara," kata Haruna.
Ia juga menyampaikan itu secara langsung kepada STY dalam forum evaluasi di PSSI. Pelatih Korea Selatan di Piala Dunia 2018 itu pun tersinggung. Tapi, ia tidak ngambek. STY tetap tancap gas menyiapkan tim yang akan berlaga di sejumlah event. Tapi, para pencinta sepak bola ketakutan kalau-kalau STY ngambek, lalu memutuskan untuk mengundurkan diri.
Maka, jadilah jagat maya riuh rendah dengan tagar #HarunaOut, #STYStay. Ada juga tagar #SaveSTY, #HarunaOut. Instagram PSSI juga dibanjiri tagar tersebut. Informasi apa pun yang diunggah federasi di IG ditanggapi pengikutnya dengan tagar tersebut. Komentar pencinta sepak bola pun macam-macam. Misalnya, ada yang menuliskan, 'Makan mie instan saja butuh proses, harus diseduh dulu. Lha ini sepak bola, lebih-lebih lagi'.
Bahkan, protes itu terjadi di dunia nyata, bukan hanya di jagat maya. Di sejumlah sudut di Jabodetabek, misalnya, ramai terpampang foto STY dan Haruna, lengkap dengan hastag yang menjadi trending nomor wahid di Twitter awal pekan ini tersebut. Di bawah foto Shin ada kalimat ‘#STYStay’. Di bawah gambar Haruna ada tulisan ‘#HarunaOut’.
Malah sudah ada pula yang memanfaatkan kehebohan tersebut sebagai peluang bisnis. Saya mendapatkan tawaran kaus bergambar coach STY dengan tulisan ‘Save STY’ di dalamnya. Lengkap dengan pilihan warna dan pilihan kata-kata.
Salahkah Haruna? Benarkah STY? Saya tidak hendak menjadi pengadil. Saya hanya ingin meletakkan urusan 'proses' dan 'hasil' yang diperdebatkan tersebut dalam proporsi masing-masing. Apa yang dikatakan Haruna memang fakta. Haruna juga sah menyampaikan evaluasi tersebut karena ia Exco PSSI.
Masalahnya, apakah pernyataan itu pas? Tidakkah berlebihan menganggap proses yang dilalui STY tidak ada gunanya bila hasilnya 'hanya' runner-up? Apakah kian munculnya talenta-talenta nan menjanjikan di skuad timnas senior bukan merupakan hasil yang patut diakui dari sebuah keyakinan akan proses? Bukankah PSSI mengontrak STY untuk proyek jangka panjang?
Daftar pertanyaan tersebut masih panjang. Tapi, untuk melihat apakah sudah ada 'keadilan' penilaian, cukuplah pertanyaan tersebut sebagai wakilnya. PSSI, termasuk di dalamnya para Exco, sadar betul dengan menyodorkan kontrak hingga 2023, berarti memberikan kepercayaan kepada Shin Tae-yong untuk membuat proses yang benar. Dengan berproses secara benar, diharapkan hasilnya pun benar, sesuai yang ditargetkan.
Tidak adil 'menghukumi' dengan kalimat 'proses tidak ada gunanya bila hasilnya tidak juara' pada saat ini, ketika memang target kepada STY masih dalam tahapan 'menerapkan proses yang benar'. Apalagi, dalam turnamen Piala AFF 2020 tersebut, PSSI hanya menargetkan timnas masuk semifinal. Ketika akhirnya masuk final, meskipun gagal juara, tetap melampaui target faktual yang dibebankan. STY baru dibebani target tinggi membawa timnas juara Piala AFF 2022 dan timnas U-20 masuk fase gugur Piala Dunia U-20 tahun depan.
Timnas di ajang Piala AFF 2020 juga tampil ekspresif, penuh gereget, dengan stamina oke dan mental yang lebih matang ketimbang usia rata-rata mereka yang baru 23,8 tahun. Itu artinya, pembenahan proses timnas oleh STY mulai menampakkan hasil. Wajar bila jutaan pencinta sepak bola Tanah Air mengapresiasi proses yang dibuat STY dalam bentuk memintanya untuk melanjutkan proses tersebut ke tahap yang lebih tinggi. Publik melihat ada perkembangan pesat di balik kekalahan timnas di final AFF Cup 2020. Mereka menilai STY tidak sedang ngeles. Dalam benak mereka, STY bukan pecundang yang patut dipadankan dengan idiom losers make excuses, winners make progress. Pecundang membuat beragam alasan, pemenang menyodorkan perkembangan.
Orang Jepang bilang, ookii me de miru, lihatlah dengan mata yang besar. Artinya, lihatlah dengan lapang dada. Jangan hanya melihat di dua titik, dia berhasil atau tidak. Lihatlah kemajuan yang dia buat dalam setiap proses. Hargai setiap kemajuan itu untuk memberi dia semangat. Itu logika yang berkembang sehingga mengapa tagar #STYStay dan #HarunaOut mengharu biru dalam sepekan ini. Jadi, masih tidak percaya proses, Pak Haruna?
VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.
SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.
ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.
HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.
PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.
PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.
Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.
SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.
DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.
SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.
ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.
IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.
PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.
LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.
"TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''
BERAPA jumlah orang miskin di Indonesia? Jawabnya, bergantung kepada siapa pertanyaan itu ditujukan
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved