Headline
Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.
Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.
Puncak gunung-gunung di Jawa Tengah menyimpan kekayaan dan keindahan alam yang luar biasa.
WACANA masa jabatan presiden tiga periode ternyata belum juga mereda. Pun dengan dorongan penambahan masa jabatan Presiden Joko Widodo yang sebelumnya gencar disuarakan sejumlah kalangan.
Penegasan Presiden Jokowi berulang kali bahwa dirinya menolak masa jabatan presiden tiga periode tak mampu menyurutkan hasrat para pihak untuk terus mengapungkan wacana itu. Pernyataan Jokowi bahwa dirinya ogah masa baktinya ditambah tak mampu pula meredam keinginan pihak-pihak tertentu akan ide penambahan itu.
Ide itu memang tak lagi disuarakan dengan blak-blakan. Sikap tegas Jokowi membuat mereka malu-malu, tidak selantang dulu. Namun, kehendak masih ada. Belum sirna sepenuhnya.
Meski sudah jelas-jelas ditolak, kendati jelas-jelas mendapat penentangan khalayak, wacana jabatan presiden tiga periode tetap saja dipelihara. Ia bahkan masih dijadikan objek jajak pendapat. Terkini, Indikator Politik Indonesia yang melakukannya pada 6-11 Desember 2021.
Sigi melibatkan 2.020 responden dengan jumlah sampel basis 1.220 orang yang tersebar proporsional di 34 provinsi dan dilakukan penambahan 800 responden di Jawa Timur. Responden ialah masyarakat berusia 17 tahun ke atas atau sudah menikah alias yang punya hak pilih dalam pemilu.
Hasilnya, dukungan masa jabatan presiden tiga periode meningkat. Mereka yang sangat setuju 5,2% dan setuju 33,4%.
Memang, yang tidak setuju masih lebih dominan. Namun, mereka yang sependapat lebih tinggi ketimbang survei sebelumnya. Pada November 2021, umpamanya, yang sangat setuju 4,2% dan setuju 31,4%. Lalu, September 2021, yang sangat setuju cuma 2,8% dan setuju 31,4%.
Saat ditanya jika Jokowi maju kembali untuk ketiga kalinya, yang setuju bertambah pula. Sebanyak 6,7% sangat setuju dan 33,3% setuju. Bandingkan dengan November 2021, yang sangat setuju 5,7% dan setuju 32,7%. Pada September, yang sangat setuju 4,6% dan setuju 22,9%.
Perihal penambahan masa jabatan Jokowi hingga 2027 agar penanganan covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional bisa dituntaskan juga disurveikan. Untuk pertanyaan ini, 4,5% responden menjawab sangat setuju, 31% setuju, 32,9% kurang setuju, 25% tidak setuju sama sekali.
Saya lega, masyarakat yang tidak setuju masa jabatan presiden tiga periode dan menolak penambahan masa jabatan Jokowi tetap juara. Saya juga tak terusik meski jumlah yang setuju meningkat. Saya lebih terusik kenapa gagasan ini masih saja diwacanakan.
Apalagi, entah kebetulan atau tidak, pada saat bersamaan Menteri Investasi/Kepala BPKM Bahlil Lahadalia mengklaim para pengusaha setuju jika Pilpres 2024 diundur. Klaim yang mengundang banyak reaksi. Dia diingatkan tugasnya ialah investasi ekonomi, bukan investasi politik.
Sah-sah saja lembaga survei menyurvei pendapat terkait dengan wacana itu. Akan tetapi, untuk apa? Iseng? Saya rasa tidak. Masak lembaga-lembaga survei papan atas memilih objek asal-asalan?
Survei telah menjadi instrumen modern dalam demokrasi untuk memetakan pendapat publik. Namun, ia bukan untuk memengaruhi opini publik. Saya khawatir, jika terus dilakukan, publik justru akan terpengaruh oleh hasil survei semacam itu.
Wacana masa jabatan presiden tiga periode dan penambahan masa jabatan Presiden Jokowi, sudah usang. Usang karena UUD 1945, konstitusi kita, secara jelas telah menggariskan bahwa masa jabatan presiden maksimal hanya dua periode. Titik, tak pakai koma.
Kita tidak lagi berbangsa seperti di era Orde Lama yang presidennya, Bung Karno, oleh MPRS diangkat menjadi presiden seumur hidup pada 1963. Kita tidak lagi bernegara di era Orde Baru yang presidennya, Pak Harto, menjabat berkali-kali. Bahkan, sampai enam kali lebih.
Saat ini kita hidup dalam tatanan reformasi. Zaman yang dirancang untuk memuliakan prinsip-prinsip demokrasi. Salah satunya ya itu tadi, pembatasan masa jabatan presiden yang termaktub di Pasal 7 UUD 1945 hasil amendemen pertama. Isinya, Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.
Tegas dan lugas. Setegas dan selugas bahwa masa jabatan Jokowi yang kini memasuki periode kedua hanya 10 tahun. Tidak boleh lebih. Tidak bisa ditambah, bahkan barang sehari.
Karena bukan kitab suci, konstitusi memang boleh direvisi. Kita pun sudah merevisinya sebanyak empat kali. Tapi, revisi dilakukan demi perbaikan, bukan pemburukan. Merevisi kembali UUD 1945 untuk menambah periode jabatan presiden jelas pemburukan demokrasi.
Lagi pula, buat apa konstitusi direvisi jika aktor utamanya menolak bermain. Jokowi bahkan menyebut yang ngomong presiden tiga periode artinya tiga. “Satu, ingin menampar muka saya. Kedua, ingin cari muka padahal saya sudah punya muka. Ketiga, ingin menjerumuskan. Itu saja,” cetusnya, awal Desember lalu.
Sebagus apa pun seorang presiden, dia harus diganti jika sudah saatnya diganti. Kita tak perlu sangsi akan kemampuan para calon pengganti. Kita bangsa besar, punya stok banyak pemimpin besar.
Pembatasan masa jabatan presiden ialah salah satu masterpiece, karya agung, dan reformasi. Ia tak boleh dirusak oleh siapa pun, dengan cara apa pun, dan demi kepentingan apa pun. Ia sudah selesai.
Wacana masa jabatan presiden tiga kali dan penambahan masa bakti Jokowi mesti diakhiri. Jadi bahan ngerumpi di warung kopi saja ia tak layak, apalagi menjadi objek sigi.
WAJAHNYA tetap semringah meski selama 7 jam sejak pagi hingga sore menghadiri koordinasi pencegahan korupsi di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir April lalu.
VOX audita perit, littera scripta manet. Peribahasa Latin itu berarti 'suara yang terdengar itu hilang, sementara kalimat yang tertulis tetap tinggal'.
SELANGKAH lagi, sejarah demokrasi akan dipahat di New York, Amerika Serikat.
ACAP kali ada pejabat yang terlibat korupsi, saat itu pula muncul reaksi instan; naikkan saja gaji mereka.
HAMPIR tak ada negara setabah Iran. Dikepung sanksi ekonomi dari berbagai arah mata angin selama berbilang dekade, 'Negeri para Mullah' itu tetap kukuh.
PADA dasarnya manusia ialah makhluk yang tak pernah puas. Ketidakpuasan disebabkan memiliki ambisi yang sering kali melampaui akal sehat sebagai manusia.
PEMBICARAAN seputar syarat calon presiden (capres) bergelar sarjana terus bergulir liar.
Lee sempat cemas. Namun, ia tak mau larut dalam kegalauan.
SEKITAR enam bulan lalu, pada pengujung 2024, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk membatalkan penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% untuk mayoritas barang dan jasa.
DI mata pendukungnya, Jokowi sungguh luar biasa. Buat mereka, Presiden Ke-7 RI itu ialah pemimpin terbaik, tersukses, terhebat, dan ter ter lainnya.
SEORANG teman bilang, ‘bukan Gus Ulil namanya bila tidak menyampaikan pernyataan kontroversial’.
ORANG boleh pandai setinggi langit, kata Pramoedya Ananta Toer, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.
IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.
PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.
LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.
"TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved