Headline

Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.

Tak Mati-Mati Dibunuh Berkali-kali

Usman Kansong Dewan Redaksi Media Group
09/2/2021 05:00
Tak Mati-Mati Dibunuh Berkali-kali
Usman Kansong Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

MENURUT Ben Anderson, tidak ada pengaruh lebih besar yang membentuk bangsa ini selain yang diberikan buku, koran, majalah, dan bacaan cetak lainnya. Itu artinya pers atau jurnalisme yang termuat dalam media cetak turut berperan membentuk bangsa ini.

Begitu besarnya pengaruh pers, pemerintah Orde Lama dan Orde Baru memberangus sejumlah media cetak kritis. Menurut catatan Edward C Smith, sepanjang 1952 sampai 1965, pemerintah Orde Lama melakukan 561 kali tindakan antipers. Pemerintah Orde Baru memberedel tiga media cetak terkemuka pada 1994. Di kedua orde, politiklah yang mengancam kelangsungan pers dan jurnalisme.

Di era reformasi yang lebih demokratis salah satu media yang diberedel Orde Baru, yakni majalah Tempo, terbit kembali. Regulasi negara berupa Undang-Undang Pers malah mendorong lahirnya banyak media, baik media cetak maupun elektronik.

Pada suatu masa, peran membentuk bangsa diambil alih televisi. Sering diasumsikan Metro TV ‘bertanggung jawab’ atas terpilihnya Susilo Bambang Yudhoyono sebagai presiden pada Pemilu Presiden 2004. Jurnalisme televisi turut berperan membentuk bangsa ini. Belanja iklan televisi calon presiden SBY dan wakil presiden yang sangat besar kiranya ikut berkontribusi pada kemenangan pasangan tersebut pada Pilpres 2009. Jika melihat fenomena itu, mungkin Anderson mengatakan tidak ada pengaruh lebih besar yang membentuk bangsa ini selain yang diberikan media televisi.

Dewasa ini, saat kita memperingati Hari Pers Nasional 2021 hari ini, peran membentuk bangsa kiranya dilakoni media sosial. Kicauan selebritas Sherina Munaf di Twitter-nya yang diikuti 7,8 juta orang sukses mengajak anak-anak muda memilih Jokowi sebagai presiden pada Pilpres 2014. Donald Trump terpilih sebagai Presiden Amerika pada 2016 tidak terlepas dari peran media sosial. Mahabenar warganet dengan segala unggahan mereka. Andai menyaksikan gejala ini, Anderson barangkali berkata tidak ada pengaruh lebih besar yang membentuk suatu bangsa selain media sosial.

Kita pun beramai-ramai menggunakan jasa buzzer, para pendengung. Negara, partai politik, tokoh politik, kalangan oposan, perusahaan, rela membayar mahal untuk memanfaatkan keahlian para pendengung memainkan jemari mereka di media sosial.

Medium is massage, kata Marshall McLuhan. Bagi media konvensional, fakta ialah raja. Untuk media daring, kontenlah rajanya. Buat media sosial, algoritme ialah segalanya. Fakta ialah kebenaran, sesuatu yang sungguh-sungguh terjadi. Konten tidak harus yang sungguh terjadi, tetapi yang sungguh menarik bagi audiensi. Dengan algoritme kita bisa mengatur media sosial dengan pesan sungguhan, disinformasi, hoaks, ujaran kebencian, untuk mencapai tujuan.

Pers dan jurnalisme dalam ancaman kematian gara-gara media sosial. Philip Meyer memprediksi koran terbit terakhir pada 2043. George Brock mengatakan ancaman kematian jurnalisme media cetak datang dari fenomena from ink to link. Banyak surat kabar di Indonesia maupun mancanegara berhenti terbit. Sebagian benar-benar berhenti terbit, sebagian lain beralih from ink to link.

Akan tetapi, misinformasi, disinformasi, hoaks, atau kebohongan serta ujaran kebencian, di media sosial membelah suatu bangsa. Masyarakat Indonesia terbelah antara kecebong dan kampret atau kadal gurun alias kadrun. Majalah Time edisi 1-8 Februari 2021 melaporkan keluarga-keluarga di Amerika terbelah selama empat tahun Trump berkuasa. Alih-alih membentuk bangsa, media sosial justru membelahnya.

Pada titik inilah, jurnalisme tetap bekerja. Jurnalisme mesti tetap menyampaikan kebenaran. Brock merekomendasi empat tugas pokok jurnalisme di era digital ini. Pertama, disiplin memverifikasi. Kedua, membuat audiensi memahami peristiwa melalui reportase, analisis, komentar, dan opini. Ketiga, turun ke lapangan menjadi saksi peristiwa dan sejarah. Ketiga, perbanyak investigasi.

Selain secara jurnalistik, media cetak juga dibunuh secara ekonomi. Pelakunya  ialah  Google  dan Facebook.   Google dan Facebook  seenaknya mengambil berita-berita media tanpa membayar, sedangkan media harus membayar biaya produksi berita. Google dan Facebook, plus Amazon, memonopoli belanja iklan global. Media hanya memperoleh remah, receh, dari belanja iklan global itu. Padahal, kehidupan media  ditopang iklan. Ini jelas tidak adil.

Demi keadilan dan kelangsungan jurnalisme, Australia memaksa Google dan Facebook membayar media-media Australia atas konten-konten yang mereka ambil. Prancis memaksakan hal serupa kepada Google dan Facebook. Dewan Pers bersama media-media nasional di Indonesia sedang merancang regulasi serupa di Australia dan Prancis. Pemerintah Indonesia semestinya mendukung Dewan Pers dan media. 

Pers kita berkali-kali dibunuh, baik secara politik, jurnalisme, maupun ekonomi. Secara politik, pers dibunuh pemerintahan Orde Baru dan Orde Lama. Secara jurnalisme, pers dibunuh media sosial. Secara ekonomi, pers dibunuh Google dan Facebook. Akan tetapi, jurnalisme tak mati-mati. Pers tak mati-mati meski dibunuh berkali-kali bila terus menjalankan jurnalisme yang benar, terus menuntut keadilan ekonomi, dan negara menyokongnya secara politik melalui regulasi.

 



Berita Lainnya
  • Maaf

    14/8/2025 05:00

    KATA maaf jadi jualan dalam beberapa waktu belakangan. Ia diucapkan banyak pejabat dan bekas pejabat dengan beragam alasan dan tujuan.

  • Maksud Baik untuk Siapa?

    13/8/2025 05:00

    ADA pejabat yang meremehkan komunikasi. Karena itu, tindakan komunikasinya pun sembarangan, bahkan ada yang menganggap asal niatnya baik, hasilnya akan baik.

  • Ambalat dalam Sekam

    12/8/2025 05:00

    BERBICARA penuh semangat, menggebu-gebu, Presiden Prabowo Subianto menegaskan akan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

  • Blokir Rekening di Ujung Lidah

    11/8/2025 05:00

    KEGUNDAHAN Ustaz Das’ad Latif bisa dipahami. Ia gundah karena rekeningnya diblokir.

  • Resonansi dari Pati

    09/8/2025 05:00

    Pemimpin dianggap berhasil bila ia mampu memainkan peran sebagai pelayan bagi rakyat.

  • Semakin Dilarang semakin Berkibar

    08/8/2025 05:00

    FENOMENA bendera Jolly Roger yang diambil dari anime One Piece sungguh menarik dan kiranya layak dijadikan kajian.

  • Menerungku Silfester

    07/8/2025 05:00

    KATANYA di negeri ini setiap warga negara sama kedudukannya di depan hukum.

  • Harapan dalam Angka

    06/8/2025 05:00

    PEOPLE use all available information to form rational expectations about the future 

  • Ampun Dah

    05/8/2025 05:00

    USIA 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia sebentar lagi kita rayakan. Sebagian besar rakyat Indonesia menyambutnya dengan sukacita.

  • Amnesti tanpa Amnesia

    04/8/2025 05:00

    BISIK-BISIK tentang orang kuat di pasar gelap peradilan semakin santer.  

  • Abolisi, Amnesti, Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    PENGUASA juga manusia. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu.

  • Belajar dari Vietnam

    01/8/2025 05:00

    KEKALAHAN tim nasional U-23 dari Vietnam pada laga final Piala AFF U-23 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta,

  • Insinuasi Jokowi

    31/7/2025 05:00

    ENGKAU yang berinsinuasi, engkau yang sibuk mengklarifikasi. Kau yang melempar tuduhan, kau pula yang repot melakukan bantahan.

  • Masih Rojali-Rohana

    30/7/2025 05:00

    TULISAN saya di rubrik Podium edisi Sabtu, 26 Juli 2025, berjudul Rojali-Rohana, memantik sejumlah tanya dari beberapa kawan dan kerabat.

  • Gurita Serakahnomics

    29/7/2025 05:00

    FENOMENA keserakahan dalam menjarah sumber daya ekonomi atau hajat hidup orang banyak sebenarnya bukan perkara baru di Tanah Air.

  • Destinasi Wisata Proyek Mangkrak

    28/7/2025 05:00

    JIKA melintasi Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, hingga Jalan Asia-Afrika, Jakarta Pusat, Anda akan menemukan tiang beton. Terdapat 90 tiang beton yang dibangun sejak 2004.