Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

DKPP Baperan

Gaudensius Suhardi Dewan Redaksi Media Group
18/1/2021 05:00
DKPP Baperan
Gaudensius Suhardi Dewan Redaksi Media Group(MI/Ebet)

DEWAN Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) ibarat Tom and Jerry dalam film kartun. Saling membutuhkan, tetapi kadang mereka bermusuhan.

DKPP dibentuk pada 12 Juni 2012 sebagai ganti Dewan Kehormatan KPU. Rivalitas kedua lembaga kian kencang pada saat DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir dan pemberhentian dari jabatan selaku Ketua KPU kepada Arief Budiman.

Sanksi dijatuhkan pada 13 Januari. Pertimbangan putusan nomor 123/2020 itu, pertama, Arief mendampingi/menemani Evi Novida Ginting Manik yang telah diberhentikan DKPP pada 18 Maret 2020 untuk mendaftarkan gugatan ke PTUN Jakarta.

Kedua, Arief membuat keputusan yang diduga melampaui kewenangannya, yakni menerbitkan Surat KPU RI Nomor 663/ SDM.13-SD/05/KPU/VIII/2020 pada 18 Agustus 2020. Surat itu dinilai DKPP sebagai dasar pengaktifan kembali Evi menjadi anggota KPU.

Putusan DKPP tidak bulat, hanya disepakati lima dari tujuh anggota. Mereka ialah Ketua DKPP Muhammad, anggota DKPP Alfi tra Salam, Teguh Prasetyo, Didik Supriyanto, dan Ida Budhiati. Dua anggota DKPP lainnya, Mochammad Afi fuddin memilih abstain dan Pramono Ubaid Tanthowi menyampaikan dissenting opinion.

Pramono beranggapan surat 663 yang diteken Arief bukanlah aib. Sebab, secara substansial, surat itu tidak mempunyai kekuatan hukum untuk mengaktifkan Evi. Surat itu diparaf seluruh anggota KPU. Artinya, siapa pun ketuanya, surat itu pasti diteken.

Pembelaan diri Arief terkait pertemuannya dengan Evi tidak mampu menyakinkan lima anggota DKPP. Menurut Arief, dirinya menemui Evi pukul 11.00 WIB, sedangkan pendaftaran gugatan Evi ke PTUN dilakukan secara online pada pukul 07.30 WIB.

Apakah Arief yang menemui Evi bisa dimaknai sebagai perbuatan pembangkangan KPU terhadap putusan DKPP yang telah memberhentikan Evi? Apakah perbuatan Evi menggugat pemecatan dirinya ke PTUN sebagai sebuah perbuatan tidak terpuji?

Meminjam istilah anak zaman sekarang, DKPP baper (bawa perasaan) karena dikalahkan Evi di PTUN. Padahal Putusan DKPP Nomor 317/2019 perihal pemecatan Evi itu bersifat fi nal dan mengikat.

Sudah waktunya DKPP koreksi diri, jangan merasa benar sendiri. Boleh-boleh saja DKPP berlindung di balik sifat putusannya fi nal dan mengikat. Akan tetapi, Putusan PTUN Jakarta Nomor 82/G/2020/PTUN-JKT jelas-jelas menilai Putusan DKPP 317 itu mengandung konfl ik kepentingan dan cacat hukum.

Halaman 126 putusan PTUN itu menguraikan soal konflik kepentingan tersebut. Disebutkan bahwa adanya anggota DKPP, yakni Ida Budhiati, yang menjadi calon anggota KPU pengganti antarwaktu, sebagai latar belakang adanya konflik kepentingan dalam Putusan DKPP 317. Bila Evi diberhentikan tetap, Ida diuntungkan karena akan memiliki kesempatan yang semakin besar untuk menjadi anggota KPU antarwaktu.

PTUN juga menilai Putusan DKPP 317 itu cacat hukum karena melanggar hukum acaranya sendiri. Aturannya, Rapat Pleno DKPP baru berwenang menetapkan putusan jika dihadiri 5 anggota DKPP. Rapat Pleno DKPP yang mengambil keputusan 317 itu hanya dihadiri 4 anggota DKPP sehingga tidak berwenang mengambil keputusan.

DKPP mesti menyadari bahwa putusannya yang bersifat final dan mengikat itu masih bisa dinilai oleh pengadilan. Putusan Mahkamah Kontitusi Nomor 31/PUU-XI/2013 menyebutkan bahwa putusan DKPP bersifat fi nal dan mengikat bagi presiden, KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, maupun Bawaslu.

Tindak lanjut keputusan DKPP yang dilakukan oleh presiden, KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, maupun Bawaslu adalah keputusan pejabat tata usaha negara yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang bersifat individual, konkret, dan final.

Sudah banyak keputusan pejabat tata usaha negara yang merujuk pada putusan DKPP yang kalah di pengadilan. Dengan kata lain, DKPP bukan pemegang monopoli kebenaran, keputusannya bisa salah.

Putusan DKPP 123/2020 yang menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir dan pemberhentian dari jabatan selaku Ketua KPU kepada Arief Budiman juga bisa salah meski KPU telah menindaklanjutinya.

KPU menggelar rapat pleno pada 15 Januari dan secara aklamasi memilih Ilham Saputra sebagai pelaksana tugas ketua. Rapat tersebut diikuti 6 anggota KPU, yaitu Arief Budiman, Hasyim Asy’ari, Pramono Ubaid Tanthowi, Ilham Saputra, Evi Novida Ginting Manik, dan I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi.

Rapat Pleno KPU menarik karena dihadiri Arief Budiman yang diberi sanksi oleh DKPP, Pramono Ubaid Tanthowi yang merangkap anggota DKPP dan memberikan pendapat berbeda terkait sanksi terhadap Arief, serta Evi Novida Ginting Manik yang sempat dipecat DKPP tapi sekarang sudah eksis di KPU.

Sudah saatnya hubungan DKPP dan KPU diperbaiki lewat revisi undang-undang. Revisi terpenting ialah jangan biarkan DKPP selalu merasa benar sendiri tanpa bisa dikoreksi keputusannya.

 

 

 

 

 

 

 

 



Berita Lainnya
  • Tanah Airku Tambang Nikel

    16/6/2025 05:00

    IBU Sud dengan nama asli Saridjah Niung menciptakan lagu Tanah Airku pada 1927. Syairnya punya kekuatan magis, 'Tanah airku tidak kulupakan / ’kan terkenang selama hidupku'.

  • Keyakinan yang Merapuh

    14/6/2025 05:00

    PEKAN lalu, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda.

  • Lebih Enak Jadi Wamen

    13/6/2025 05:00

    LEBIH enak mana, jadi menteri atau cukup wakil menteri (wamen)? Menjadi menteri mungkin tampak lebih keren dan mentereng karena ia menjadi orang nomor satu di kementerian.

  • Enaknya Pejabat Kita

    12/6/2025 05:00

    "TUGAS utama kami adalah mewakili rakyat, jadi tak pantas rasanya jika kami diistimewakan atau mendapatkan banyak fasilitas atau gaji tinggi.''

  • Ukuran Kemiskinan\

    11/6/2025 05:00

    BERAPA jumlah orang miskin di Indonesia? Jawabnya, bergantung kepada siapa pertanyaan itu ditujukan

  • Bahlul di Raja Ampat

    10/6/2025 05:00

    PERJUANGAN mengusir penjajah lebih mudah ketimbang melawan bangsa sendiri.

  • Maling Uang Rakyat masih Berkeliaran

    09/6/2025 05:00

    PRESIDEN Prabowo Subianto bertekad kuat, sangat kuat, untuk memberantas korupsi. Tekad itu tersurat tegas dalam pidato, tetapi tertatih-tatih merampas aset maling-maling uang rakyat.

  • Menyembelih Ketamakan

    07/6/2025 05:00

    ADA beberapa hal menarik dari peringatan Hari Raya Idul Adha, selain kebagian daging kurban tentunya.

  • Uji Ketegasan Prabowo

    05/6/2025 05:00

    PRESIDEN Prabowo Subianto kembali melontarkan ancaman, ultimatum, kepada para pembantunya, buat jajarannya, untuk tidak macam-macam

  • APBN Surplus?

    04/6/2025 05:00

    SAYA termasuk orang yang suka mendengar berita baik. Setiap datang good news di tengah belantara bad news, saya merasakannya seperti oase di tengah padang gersang.

  • Pancasila, sudah tapi Belum

    03/6/2025 05:00

    NEGARA mana pun patut iri dengan Indonesia. Negaranya luas, penduduknya banyak, keragaman warganya luar biasa dari segi agama, keyakinan, budaya, adat istiadat, ras, dan bahasa.

  • Arti Sebuah Nama dari Putusan MK

    02/6/2025 05:00

    APALAH arti sebuah nama, kata William Shakespeare. Andai mawar disebut dengan nama lain, wanginya akan tetap harum.

  • Para Pemburu Pekerjaan

    31/5/2025 05:00

    MENGAPA pameran bursa kerja atau job fair di negeri ini selalu diserbu ribuan, bahkan belasan ribu, orang? Tidak membutuhkan kecerdasan unggul untuk menjawab pertanyaan itu.

  • Banyak Libur tak Selalu Asyik

    30/5/2025 05:00

    "LIBUR telah tiba. Hore!" Pasti akan seperti itu reaksi orang, terutama anak sekolah, ketika mendengar kata libur. Yang muncul ialah rasa lega, sukacita, dan gembira.

  • Apa Kabar Masyarakat Madani?

    28/5/2025 05:00

    SAYA lega membaca berita bahwa pemerintah tidak pernah dan tidak akan mempermasalahkan penyampaian opini publik dalam bentuk apa pun, termasuk kritik terhadap kebijakan.

  • Basa-basi Meritokrasi

    27/5/2025 05:00

    HARAP-HARAP cemas masih dirasakan masyarakat saat melihat kondisi birokrasi pemerintahan di Indonesia, baik di pusat ataupun di daerah.