Headline
Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.
Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.
Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.
SETIAP tanggal 22 April, kita diingatkan akan mulai rapuhnya Bumi kita akibat perubahan iklim. Bila Bumi kita rapuh, bagaimana nasib anak- anak kita kelak?
Sebenarnya anak-anak kita bukan hanya menanggung rusaknya Bumi ini sehingga mereka tidak bisa memanfaatkan sebagaimana mestinya, namun juga menanggung dampak kerusakan Bumi ini terhadap kesehatan mereka.
Perubahan iklim adalah salah satu isu global yang sangat erat hubungannya dengan gas rumah kaca dan emisi karbondioksida.
Baca juga : Miliaran Anak di Dunia Berisiko Tinggi Terdampak Perubahan Iklim
Sejak 1950-an, emisi gas karbondioksida meningkat drastis akibat industri yang semakin maju dan peternakan yang menghasilkan kotoran dengan kadar gas metana yang tinggi. Selain itu, kita juga dikelilingi aktivitas yang mengeluarkan gas rumah kaca, seperti penggunaan energi listrik, penggunaan kendaraan bermotor, serta pembakaran sampah.
Perubahan iklim berdampak pada terjadinya peningkatan suhu Bumi, peningkatan rata-rata pencairan gletser serta peningkatan rata-rata permukaan laut.
Dampak dari peningkatan suhu permukaan Bumi antara lain adalah peningkatan pencairan es di kutub yang berdampak pada terjadinya kenaikan permukaan laut dan menyebabkan fenomena isostatic rebond, saat gletser yang mencair akan mengakibatkan berat kerak bumi berkurang dan mudah bergerak serta memantul sehingga mengakibatkan pergerakan patahan bumi dan peningkatan aktivitas pada ruang magma (peningkatan aktivitas sesmik). Dampaknya adalah terjadinya bencana alam yang bukan hanya terjadi di sekitar belahan dunia tempat gletser mencair namun di belahan Bumi lain yang jauh dari tempat gletser mencair.
Baca juga : Anak Rentan Tertular Penyakit akibat Perubahan Iklim, Ini Cara Mencegahnya
Bencana alam yang bisa terjadi adalah gempa bumi, letusan gunung berapi, tsunami, dan tanah longsor. Lalu bagaimana dampak perubahan iklim terhadap kesehatan anak.
Anak merupakan kelompok manusia yang mempunyai kerentanan tinggi terhadap perubahan iklim, seperti mudah menghirup bahan-bahan berbahaya yang ada di udara yang terkontaminasi polusi, rasa penasaran yang tinggi sehingga tidak jarang anak sering memasukan sesuatu yang dilihat ke dalam mulut.
Selain itu, anak banyak memanfaatkan waktu bermain di alam terbuka namun ketika anak mengalami masalah dengan fisik tubuhnya anak sulit mengungkapkan atau mengeskpresikan keluhan tersebut.
Baca juga : Menjaga Kesehatan Pencernaan Anak Agar Mereka Tumbuh Optimal
Dan, bila anak sudah mengalami sakit, anak membutuhkan obat-obatan yang berbeda baik jenis maupun dosis dibandingkan dengan orang dewasa.
Anak secara fisiologi lebih rentan mengalami kehilangan cairan akibat berbagai sebab. Selain itu, tumbuh kembang anak yang belum sempurna menyebabkan ketika terjadi bencana alam besar anak sulit menghindar.
Bagaimana dampak perubahan iklim pada kesehatan anak? Kita dapat membagi dampak kesehatan pada anak menjadi 4 dampak, yaitu dampak langsung terhadap kesehatan anak, dampak terhadap kesehatan anak melalui ekosistem, dampak terhadap kesehatan anak melalui perilaku manusia, dan dampak kesehatan pada anak akibat bencana alam.
Baca juga : Tidak Semua Susu Sama, Empat Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Pilih Susu Anak
Untuk dampak langsung terhadap kesehatan pada anak meliputi dampak panas yang ekstrem dan dampak cuaca yang ekstrem terhadap kesehatan anak.
Sebuah laporan di Kanada menyebutkan panas yang ekstrem dapat menyebabkan kematian mendadak pada bayi, terutama usia 1 -12 bulan. Kematian mendadak pada bayi dapat disebabkan karena panas ekstrem yang terjadi 1 hari sebelum anak meninggal atau anak meninggal pada hari terjadinya panas yang ekstrim.
Di Indonesia mungkin kita jarang menemui keadaan demikian, namun di belahan Bumi lain, hal ini menjadi ancaman terhadap nyawa anak-anak kita.
Baca juga : 15 Pesan Semangat untuk Peringati Hari Kanker Anak Sedunia
Selain dampak panas yang ekstrem, dampak kesehatan pada anak secara langsung juga dapat terjadi akibat perubahan cuaca yang ekstrem, meliputi kekeringan, kebakaran hutan, badai, banjir, perubahan pola hujan yang ekstrim.
Sebuah penelitian di Bangladesh menyebutkan dampak bencana banjir selain berdampak pada faktor sosio-ekonomi dan infrastruktur juga berdampak pada kesehatan anak, yaitu pascabencana banjir banyak anak yang mengalami demam, patah tulang, diare, penyakit kulit, serta penyakit yang lain.
Selain itu, anak banyak yang mengalami kesulitan untuk mendapatkan akses bersekolah, akibat fasilitas jalan yang rusak, sebagian daerah masih terendam air atau ekonomi orangtua yang hancur akibat ladang tempat bekerja hancur karena banjir. Anak-anak juga tidak jarang yang terpaksa harus keluar dari sekolah.
Baca juga : Waspadai Anemia pada Anak Bisa Hambat Tumbuh Kembang
Dampak perubahan cuaca yang ekstrem juga dirasakan di Indonesia. Perubahan cuaca tersebut akibat kebakaran hutan yang terjadi hampir setiap tahun. Anak-anak dan perempuan adalah kelompok manusia yang rentan akibat kebakaran hutan. Mereka rentan mengalami infeksi saluran pernapasan.
Dampak perubahan iklim terhadap kesehatan anak yang dimediasi oleh ekosistem, antara lain polusi udara, terjadinya peningkatan penyakit yang ditularkan melalui air, makanan serta vektor.
Polusi udara dapat dibagi menjadi 2 yaitu polusi udara di luar rumah dan polusi udara di dalam rumah.
Baca juga : Baby Blues Disebut Terjadi karena Ibu Kurang Dapat Dukungan
Polusi udara di luar rumah terjadi akibat peningkatan pembakaran pada industri, agrikultural, pembakaran sampah.
Data dari UNICEF, polusi udara di luar rumah berkontribusi menyebabkan 4,2 juta bayi prematur meninggal pada 2019, dan 154.000 anak usia kurang dari 5 tahun meninggal.
Untuk polusi udara di dalam rumah disebabkan karena memasak menggunakan kerosin atau kayu bakar dengan ventilasi yang tidak baik.
Baca juga : RUU KIA Dibutuhkan untuk Kurangi Angka Stunting dan Kematian Ibu
Polusi udara di dalam rumah juga berkontribusi menimbulkan kematian pada 3,2 juta bayi prematur dan 237.000 anak usia kurang dari 5 tahun.
Hal itu tentu merupakan alarm gawat darutar bagi Bumi kita. Belum lagi dampak perubahan iklim menyebabkan air, makanan, udara, dan tanah terkontaminasi bakteri yang tumbuh subur akibat peningkatan suhu di Bumi yang mengakibatkan peningkatan penyakit yang ditularkan melalui air dan makanan seperti tifoid, diare maupun kolera.
Perubahan iklim yang signifikan juga menyebabkan peningkatan kasus penyakit yang ditularkan melalui vektor, seperti demam berdarah maupun malaria.
Baca juga : Ganjar Pranowo Janji Bikin Satu Desa, Satu Faskes, Satu Nakes
Khusus demam berdarah, yang hampir tiap tahun berkontribusi menimbulkan peningkatan kematian pada anak, dihubungkan dengan keadaan alam seperti peningkatan suhu permukaan Bumi, kelembaban, dan curah hujan yang tinggi.
Berdasarkan data dari salah satu RS rujukan di Jawa Timur, dari Januari 2021 sampai dengan Maret 2022 terdapat 42 anak yang mengalami infeksi Virus Dengue berat dan harus dirawat di ruang intensif. Sebanyak 11,9% membutuhkan alat bantu napas yang bersifat invasif, 7,1% membutuhkan alat bantu napas yang bersifat noninvasif. Dari total pasien infeksi Virus Dengue (DBD) berat, 14,3% meninggal dunia.
Bila kondisi pemanasan global tidak segera diatasi, maka secara tidak langsung akan berdampak pada naiknya angka kesakitan dan kematian akibat infeksi virus Dengue.
Baca juga : Cegah Wabah Pneumonia dengan Vaksinasi dan Perilaku Hidup Bersih Sehat
Dampak perubahan iklim terhadap kesehatan anak yang dimediasi oleh perilaku manusia antara lain malnutrisi, perpindahan penduduk karena mengungsi yang menimbulkan dampak psikologis pada anak dan adanya kekerasan pada anak akibat tinggal di posko pengungsian.
Keadaan ini sering luput, oleh karena dampak ini biasanya terjadi tidak langsung terjadi segera setelah fenomena alam terjadi. Misalnya kejadian kekerasan pada anak terutama anak perempuan terjadi di posko pengungsian setelah beberapa bulan pascabencana alam dan anak serta keluarganya tinggal di posko pengungsian.
Data dari UNICEF menyebutkan bencana alam akibat perubahan iklim menyebabkan 820 juta anak terpapar gelombang panas, 400 juta anak terpapar siklon, 330 juta anak terpapar banjir di sepanjang aliran sungai, 240 juta anak terpapar banjir pesisir laut, 920 juta anak terpapar kelangkaan air dan kekeringan, 2 miliar anak terpapar polusi udara, dan 815 juta anak terpapar polusi timbal.
Baca juga : Pentingnya Kecukupan Cairan yang Ideal bagi Anak-anak
Data dari Satuan Tugas Penanggulangan Bencana Ikatan Dokter Anak Indonesia (Satgas Bencana IDAI) pada saat terjadi erupsi Gunung Semeru, 4 Desember 2021, dampak erupsi cukup luas, termasuk terhadap anak-anak.
Infeksi infeksi saluran pernapasan meningkat pada minggu pertama dan bertahan sampai minggu kelima. Hal ini selain karena anak-anak harus tinggal di pengungsian yang padat, kemungkinan dampak debu vulkanik juga bisa berpengaruh terhadap anak-anak.
Selain infeksi pada saluran pernapasan, infeksi saluran pencernaan juga merupakan penyakit yang paling banyak ditemui kedua.
Baca juga : Yunikon Dorong Kesadaran Pentingnya Higienitas MPASI untuk Anak
Selain permasalahan fisik, dampak dari erupsi Gunung Semeru adalah dampak psikologis. Namun, dari pengamatan Satgas Bencana IDAI, dari minggu pertama sampai minggu kelima, anak-anak tidak mengalami gangguan emosional dan stress berdasar skala penilaian yang digunakan oleh relawan.
Pengamatan jangka panjang perlu dilakukan untuk mengetahui dampak fisik dan psikologis akibat erupsi Gunung Semeru.
Bagaimana kita bersama-sama bisa berkontribusi terhadap situasi ini? Mungkin kita bisa belajar dengan negara lain yang berjuang mengurangi kerusakan bumi akibat perubahan iklim.
Baca juga : Orangtua Diingatkan Pantau Tumbuh Kembang Anak untuk Deteksi Dini Diabetes
Bangladesh merupakan salah satu negara yang rentan terhadap bencana banjir, badai, maupun angin topan. Untuk mengantisipasi kejadian yang selalu berdampak tingginya angka kematian, Bangladesh menggunakan mekanisme adaptasi dan hal ini terbukti efektif.
Mekanisme adaptasi dilakukan dengan cara membuat masyarakatnya melek huruf sehingga dapat diberikan edukasi tentang bagaimana persiapan bila terjadi bencana alam.
Selain itu, Bangladesh juga mengembangkan sistem peringatan dini menggunakan semua sarana komunikasi mulai dengan teknologi tinggi sampai dengan penyampaian pesan antara orang menggunakan sepeda.
Baca juga : Sumedang Jadi Percontohan Percepatan Penanganan Tengkes
Misalnya bencana angin topan, peringatan yang dilakukan berupa penyampaian informasi tentang bahaya yang akan segera terjadi serta dimana tempat yang aman untuk berlindung dari bahaya angin topan. Hal ini sangat membantu mengurangi jumlah korban jiwa yang sudah terbukti selama 40 tahun terakhir.
Langkah lain yang bisa membantu mengurangi dampak perubahan iklim adalah dengan mengembangkan jaringan transportasi umum, mendukung masyarakat menggunakan sepeda dalam melakukan aktivitas sehari-hari sehingga mengurangi polusi udara, kebisingan serta meminimalkan kecelakaan kendaraan bermotor.
Selain itu, teknologi ramah lingkungan dengan menggunakan tenaga surya juga perlu dikembangkan untuk mengurangi pemakaian gas emisi.
Baca juga : Pemko Padang Terima DAK Rp7,3 M untuk Penanganan Stunting
Bagi orang dan tenaga kesehatan, upaya yang bisa dilakukan untuk mengurangi dampak perubahan iklim terhadap kesehatan anak, antara lain melakukan optimalisasi imunisasi dan mempermudah akses pelayanan kesehatan, mengajarkan anak-anak agar menggunakan energi ramah lingkungan seperti energi tenaga surya, memahami indikator kualitas udara serta pengenalan dini serta respon terhadap fenomena alam/kerusakan lingkungan akibat perubahan iklim.
Selain itu, diperlukan juga identifikasi individu yang rentan mengalami permasalahan kesehatan sehingga bisa diantisipasi secara dini.
Pemerintah perlu juga mengembangkan program profil kesehatan terkait dengan iklim, sehingga masyarakat mengetahui secara umum tentang permasalahan kesehatan yang terkait dengan perubahan iklim baik secara langsung atau tidak langsung.
Baca juga : Yayayan Pita Kuning Gelar Program Edukatif Bersama Anak Pejuang Kanker
Pemerintah juga harus melanjutkan program pengendalian vector untuk mencegah penyakit-penyakit yang ditularkan melalui vector. Dalam hal komunitas pemerintah dan masyarakat perlu melindungi kualitas dan suplay air minum dan air bersih, mendukung pertanian lokal serta, mengembangkan kemitraan dan kerjasama lintas sektoral untuk mengurangi dampak perubahan iklim terhadap kesehatan secara umum dan kesehatan anak secara khusus.
Musik bisa merangsang area otak seperti lobus temporal untuk pendengaran, lobus frontal untuk emosi, cerebellum untuk koneksi motorik.
Menurut sejumlah penelitian, musik bisa dikenalkan kepada anak dari usia di bawah enam tahun.
Kriteria informasi yang layak bagi anak adalah informasi yang bersifat positif, mendukung tumbuh kembang anak, serta sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan.
Menurut Director Learning Development JMAkademi, Coach A Ricky Suroso, orangtua perlu membekali anak-anaknya di usia golden untuk tangguh dalam karakter dan punya daya juang tinggi.
Konsumsi makanan dan minuman dengan kadar gula tinggi dapat menyebabkan kelebihan berat badan dan obesitas serta memicu diabetes dan gangguan kesehatan jantung.
Jika anak dalam kondisi yang prima tanpa adanya masalah pada saluran pencernaan dan dapat tumbuh serta berkembang dengan baik, pemberian probiotik tidak perlu harus rutin.
Pusat Pengurangan Risiko Bencana Universitas Indonesia melakukan kerja sama bidang Limnologi dan Hidrologi dengan BRIN untuk persiapan dan adaptasi perubahan iklim.
Masuknya genangan rob tak hanya ke permukiman warga di pesisir pantai, tapi sudah meluap sampai ke jalan raya
Menko AHY paparkan tiga langkah konkret atasi urbanisasi dan krisis iklim global di Forum BRICS, fokus pada keadilan sosial, lingkungan, dan infrastruktur berkelanjutan.
Pemanasan global akibat emisi gas rumah kaca meningkat, anggaran karbon Bumi diperkirakan akan habis dalam waktu 3 tahun ke depan.
Bagi korporasi, penerapan konsep environmental, social, and governance (ESG) menjadi hal yang semakin penting untuk bisa diimplementasikan.
Tanah tak lagi dipandang sekadar media tanam, tapi sebagai fondasi keberlangsungan hidup dan benteng terakhir ketahanan pangan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved