Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Negara Arab akan Dukung AS-Israel jika Iran Menyerang

Wisnu Arto Subari
06/8/2024 19:58
Negara Arab akan Dukung AS-Israel jika Iran Menyerang
Serangan Iran ke Israel.(Dok Al-Jazeera)

JENDERAL Michael 'Erik' Kurilla, komandan Komando Pusat AS, berada di Tel Aviv pada Senin (5/8) untuk mengadakan serangkaian pertemuan dengan pejabat militer. Ini dilakukan saat meningkatnya spekulasi bahwa Iran akan menyerang Israel sebagai tanggapan atas pembunuhan pemimpin politik Hamas Ismail Haniyeh minggu lalu di ibu kotanya yang memicu pertikaian regional yang lebih luas.

Kunjungan Kurilla ke Israel, tempat ia bertemu dengan Kepala Staf Umum IDF Letnan Jenderal Herzi Halevi dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant, dilakukan saat pejabat AS bekerja melalui jalur diplomatik untuk mencoba memulihkan ketenangan di kawasan tersebut atau--jika Iran benar-benar menyerang--memastikan bahwa sekutu Timur Tengahnya siap dan bersedia membantu Israel.

Serangan Iran terhadap Israel pada April lalu dengan sekitar 300 rudal, roket, dan pesawat nirawak pembunuh sebagian besar digagalkan oleh koalisi regional yang mengesankan. Ini diyakini mencakup jet tempur dan sistem pertahanan yang dikerahkan oleh Yordania, Arab Saudi, Bahrain, Uni Emirat Arab, dan Mesir--semua negara yang berada di bawah naungan Komando Pusat AS (CENTCOM). Pasukan AS, Inggris, dan Prancis--serta Israel--juga terlibat dalam operasi pertahanan rumit yang berlangsung di langit luar perbatasan Israel.

Baca juga : Dunia Arab Kutuk Israel atas Pengeboman Rumah Sakit Gaza

Sekarang, saat Israel mempersiapkan garis depan untuk serangan potensial, yang dapat datang lagi dari Iran dan/atau dari negara tetangga Libanon, Irak, atau Yaman kapan saja, ada harapan bahwa CENTCOM akan berhasil menyatukan negara-negara ini lagi. Maklum, mandat CENTCOM ialah mengoordinasikan operasi dan aktivitas militer antara sekutunya di Timur Tengah.

"Ini strategi yang sangat rumit," ujar Yoel Guzansky, seorang peneliti senior di Institut Studi Keamanan Nasional di Universitas Tel Aviv, kepada Jewish Insider. Ini mengacu pada negara-negara Suni moderat yang membentuk CENTCOM.

"Negara-negara Arab tidak ingin dianggap membela Israel. Di sisi lain mereka punya kepentingan, yang tentu saja tidak akan mereka katakan, untuk melemahkan Iran," jelas Guzanksy. "Pada akhirnya, mereka memahami bahwa Iran ialah ancaman regional utama, bukan Israel, tetapi mereka punya publik, mereka punya agenda, dan mereka tidak bisa bekerja sama dengan Israel secara terbuka."

Baca juga : AS-Israel Tekan Sekutu Arab Bangun Pertahanan Udara Lawan Iran

Bersamaan dengan kunjungan Kurilla ke Israel--dan laporan selama akhir pekan bahwa AS meningkatkan kehadiran militernya di kawasan itu untuk membela sekutu dekatnya--para pemimpin politik AS juga bekerja sama melalui jalur diplomatik dalam upaya memulihkan ketenangan dan memastikan dukungan jika ada eskalasi lebih luas dalam perang 10 bulan dari Israel dengan proksi Iran di dekatnya, yakni Hamas di Gaza dan Hizbullah di Libanon.

Namun, ketegangan terus meningkat pada Senin malam. Ada laporan bahwa beberapa tentara AS terluka dalam dugaan serangan roket di pangkalan udara Irak. CENTOM mengatakan bahwa pasukannya menghancurkan upaya serangan UAV oleh milisi Houthi yang didukung Iran di Yaman.

"Saya kira kita akan melihat sesuatu yang mirip dengan yang kita lihat pada April," ucap Brig. Jenderal (Purn.) Yossi Kuperwasser, seorang peneliti senior di Pusat Urusan Publik Jerusalem kepada JI. Ia mengacu pada serangan langsung dari wilayah Iran terhadap Israel yang memaksa banyak negara di kawasan tersebut untuk mengambil tindakan.

Baca juga : Yordania Cemaskan Al-Aqsa jika Saudi-Israel Berdamai

"Mereka (negara-negara Arab) tidak ingin wilayah udara mereka dipenuhi rudal. Mereka bagian dari CENTCOM dan ini adalah upaya bersama," imbuh Kuperwasser, mantan kepala Divisi Riset di Direktorat Intelijen Militer IDF. "Mereka berkepentingan agar Iran tidak berhasil."

Namun, ia mengatakan bahwa, seperti terakhir kali, ia tidak berharap melihat kerja sama dengan Israel dipublikasikan, tetapi, "Mereka juga merupakan target Iran dan itulah sebabnya mereka perlu menjaga semua saluran komunikasi tetap terbuka," termasuk bersikap netral terhadap Iran.

Pada Minggu, Wakil Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi bertemu dengan mitranya di Teheran, penjabat Menteri Luar Negeri Ali Bagheri Kani, untuk membahas ketegangan regional dan hubungan bilateral antara Yordania dan Iran, menurut pernyataan dari kementerian luar negeri Yordania. Baik Yordania maupun Arab Saudi dilaporkan meminta Iran pada Senin untuk tidak menggunakan wilayah udara mereka jika negara itu memutuskan untuk melakukan serangan terhadap Israel.

Baca juga : 4 Negara Arab Tegaskan Sikap soal Agresi Israel di Jalur Gaza

"Ini lindung nilai klasik," kata Guzansky dari INSS. Seiring Iran menjadi lebih kuat di kawasan tersebut, negara-negara seperti Yordania dan negara-negara Suni moderat lain, "Akan ikut serta mencoba menenangkan Iran dan menjaga hubungan setenang mungkin."

"Di sisi lain, Iran juga merupakan ancaman utama mereka. Jadi mereka perlu bersikap lebih baik untuk Iran," katanya.

Ketika ditanya itu berarti munculnya semacam Aliansi Abraham, konsep yang digembar-gemborkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dalam pidatonya baru-baru ini di Kongres, Guzansky mengatakan itu diragukan. 

"Ini bukan aliansi. Aliansi ialah sesuatu yang besar dan permanen berdasarkan nilai-nilai bersama, seperti hubungan AS-Israel atau mungkin NATO," katanya. "Yang kita lihat sekarang ialah koalisi negara-negara yang bersedia menghadapi beberapa ancaman serupa dan melihat manfaat bekerja sama."

Namun, seorang peneliti senior di Jewish People Policy Institute dan penulis tiga buku tentang urusan militer Israel, Yaakov Katz, mencatat bahwa jika negara-negara Arab berpartisipasi, "Sekali lagi dalam mempertahankan diri dari agresi Iran, itu ilustrasi dari dinamika menakjubkan yang sudah ada saat ini, serta potensi untuk menciptakan koalisi lebih luas yang menentang terorisme Islam radikal dan ekspansionisme di kawasan itu."

"Perjanjian Abraham menormalkan hubungan Israel dengan beberapa Negara Teluk dan Maroko," kata Katz. "Namun, masih banyak yang dapat dilakukan dalam hal menciptakan aliansi militer dan pakta pertahanan yang melibatkan berbagai negara yang bekerja sama secara aktif untuk melawan aktor-aktor jahat seperti Iran yang berupaya merusak stabilitas dan mendatangkan malapetaka di seluruh Timur Tengah dan mengancam tidak hanya Israel tetapi juga negara-negara Suni moderat."

Direktur Misgav Institute for National Security, Asher Fredman, juga mengatakan bahwa kolaborasi militer semacam itu dapat membuka jalan bagi kerja sama regional di masa mendatang dalam berbagai bidang yang berbeda. "Negara-negara Arab seperti Yordania dan Arab Saudi kemungkinan akan mengambil bagian dalam upaya yang dipimpin AS untuk melawan serangan rudal Iran terhadap Israel, bukan untuk membela Israel, tetapi karena mereka sangat menentang ancaman Iran terhadap kedaulatan dan stabilitas mereka," katanya.

Fredman mencatat bahwa Yordania dan Arab Saudi melihat Iran sebagai ancaman Utama. Arab Saudi menderita serangan Houthi dan Yordania mengalami upaya Teheran untuk merusak stabilitas rezim Hashemite.

"Ke depan, kerja sama regional dalam melawan serangan Iran menyoroti potensi manfaat bersama dari arsitektur keamanan Timur Tengah yang ditingkatkan, mencakup pertahanan udara dan rudal, keamanan maritim dan siber, R&D, dan banyak lagi," katanya. "Membangun arsitektur keamanan yang selaras dengan Barat harus menjadi tujuan utama pemerintahan AS berikutnya," kata Fredman. (Z-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya