Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Yordania Cemaskan Al-Aqsa jika Saudi-Israel Berdamai

Mediaindonesia.com
27/11/2020 17:03
Yordania Cemaskan Al-Aqsa jika Saudi-Israel Berdamai
.(AFP/Ahmad Gharabli)

YORDANIA berjuang untuk menegaskan hak perwaliannya atas Masjid Al-Aqsa di Yerusalem. Pasalnya, kerajaan tersebut khawatir setelah pertemuan antara para pemimpin Israel dan Arab Saudi, nasib salah satu situs paling suci umat Islam tersebut dapat diperebutkan dalam kesepakatan normalisasi antara kedua negara.

Hubungan yang memanas antara Arab Saudi dan Israel yang diakhiri dengan kunjungan akhir pekan oleh Benjamin Netanyahu ke putra mahkota Saudi Mohammed bin Salman membuat khawatir para pemimpin Yordania. Mereka khawatir al-Aqsa dapat dikutak-katik karena pemerintahan Trump mencoba mengamankan warisan regionalnya di minggu-minggu terakhir ia berkuasa.

Tanpa desakan yang jelas, Kementerian Luar Negeri Yordania merilis pernyataan pada Rabu (25/11) malam yang menantang upaya untuk mengubah status quo historis dan hukum masjid tersebut. Seorang juru bicara, Daifallah al-Fayez, mengatakan, "Kerajaan akan melanjutkan upayanya untuk melindungi dan merawat masjid serta mempertahankan hak semua Muslim. Ini sesuai dengan hak perwalian Hashemite atas situs suci Muslim dan Kristen Yerusalem."

Pernyataan itu menyusul seruan antara presiden terpilih AS, Joe Biden, dan Raja Yordania Abdullah II. Raja Yordania merupakan seorang anggota dinasti Hashemite yang telah menjaga situs-situs Yerusalem atau dikenal sebagai Haram al-Sharif sejak 1924. Ini tahun yang sama saat dinasti Saud diberi kendali atas Mekah dan Madinah.

Pengawasan al-Aqsa dan Kubah Batu telah menjadi sumber utama legitimasi bagi penguasa Dinasti Hashemit yang berkuasa di Yordania selama hampir satu abad sebelum pembentukan Yordania dan Israel. Lantas kondisi berlanjut selama tujuh dekade penuh gejolak kebuntuan, perang, dan akhirnya perdamaian . Dalam seperempat abad sejak kedua belah pihak meresmikan hubungan, pakta tersebut telah menjadi pusat stabilitas kesepakatan.

Para pemimpin Yordania sekarang takut Donald Trump, wakil presidennya, Mike Pence, dan Menteri Luar Negeri, Mike Pompeo, bersama dengan Netanyahu, mungkin tergoda untuk mengubah dinamika itu dengan menawarkan situs-situs tersebut ke Arab Saudi sebagai inti dari kesepakatan normalisasi. Dampak dari langkah seperti itu akan mengecilkan pakta yang ditandatangani dalam beberapa pekan terakhir antara Israel, UEA, dan Bahrain.

Meningkatnya hubungan antara Arab Saudi dan Israel telah mendekati daftar teratas keinginan Presiden AS. Apalagi AS telah memperkuat Riyadh demi mengalahkan musuhnya, Iran, yang bersaing untuk supremasi sebagai pembawa standar Islam dan sengketa perwalian Arab Saudi atas dua tempat suci, Mekah dan Madinah.

Mantan asisten senior Raja Abdullah dan ayahnya, Raja Hussein, Adnan Abu-Odeh, mengatakan bahwa perwalian Haram al-Sharif telah menjadi landasan dinasti Hashemite dan rasa bangga bagi Yordania. Dia mengatakan pengaturan itu disebutkan dalam perjanjian damai yang ditandatangani antara kedua negara, yang berarti klaim Yordania untuk mempertahankan status quo sangat kuat.

"Secara historis, aspek agama menjadi kunci dalam legitimasi penguasa dan Hashemites, setelah meninggalkan Hijaz, memperoleh legitimasi mereka dari Yerusalem," katanya. "Israel mempraktikkan tekanan dan pemerasan atas Yordania terkait masalah perwalian dan mereka mengancam untuk memberikannya kepada Saudi."

Hashemites, penguasa Yordania modern, menguasai kota suci Mekah selama berabad-abad hingga ditaklukkan pada 1924 oleh Keluarga Saud. Kota dan signifikansi agama lain yang sangat besar, Madinah, dimasukkan ke Arab Saudi. Al-Aqsa jatuh di bawah kendali Hashemite.

Sejak saat itu, kedua garis keturunan kuat itu terlibat dalam perebutan pengaruh. Kini dominasi Arab Saudi membesar didukung oleh minyak dan dukungan AS yang telah mengubah kerajaan menjadi lawan kelas berat di regional.

Mantan pembantu senior kerajaan dan menteri luar negeri Yordania, Jawad Anani, berkata, "Sejauh menyangkut Israel dan Netanyahu, Arab Saudi adalah hadiah besar sekarang. Saya tidak berpikir Saudi akan terburu-buru untuk memberi Netanyahu, atau bahkan Trump sekarang, karena mereka harus berurusan dengan empat tahun pemerintahan Amerika yang berpotensi tidak terlalu ramah." (The Guardian/OL-14)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya