Headline

Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Kekosongan Kosmik Bisa Menjelaskan Percepatan Alam Semesta tanpa Energi Gelap

Muhammad Ghifari A
26/1/2025 21:20
Kekosongan Kosmik Bisa Menjelaskan Percepatan Alam Semesta tanpa Energi Gelap
ilustrasi(iffany)

PENELITIAN terbaru mengindikasikan bahwa energi gelap tidak diperlukan untuk memahami percepatan perluasan alam semesta. Sebaliknya, hasil studi menunjukkan bahwa adanya kekosongan besar di ruang angkasa dapat menciptakan ilusi tersebut.

Para ilmuwan berpendapat bahwa energi gelap, yang selama ini dipahami sebagai kekuatan misterius yang mendorong percepatan perluasan alam semesta, mungkin sebenarnya tidak ada. Penelitian ini mempertanyakan salah satu pilar dari kosmologi modern.

Dalam sebuah studi yang dirilis pada 19 Desember 2024 di jurnal Monthly Notices of the Royal Astronomical Society, para peneliti menganalisis data dari survei Pantheon+, yang merupakan kumpulan data supernova tipe Ia paling komprehensif dan akurat.

Kecerahan konsisten supernova ini memungkinkan astronom untuk mengukur jarak ke berbagai lokasi di alam semesta dengan tingkat presisi yang tinggi.

Analisis tersebut menunjukkan bahwa apa yang kita anggap sebagai percepatan dapat jadi hanyalah sebuah ilusi yang disebabkan oleh struktur kosmos berskala besar.

Mempelajari Alam Semesta dengan Supernova Tipe Ia

Supernova tipe Ia, yang merupakan kematian bintang katai putih yang meledak, telah menjadi instrumen penting dalam kosmologi. Fenomena ini terjadi ketika katai putih mengakumulasi cukup materi dari bintang pendampingnya untuk memicu ledakan termonuklir. Karena supernova tipe Ia menghasilkan kecerahan puncak yang konsisten, pengukuran kecerahannya dari Bumi dapat mengungkapkan jarak yang sebenarnya.

"Supernova tipe Ia sangat berharga dalam astronomi karena bertindak sebagai 'lilin standar' yang dapat kita gunakan untuk mengukur jarak yang sangat jauh di alam semesta," ungkap Zachary Lane, penulis studi dan peneliti dari Universitas Canterbury di Selandia Baru.

Dengan menggabungkan informasi jarak ini dengan pergeseran merah supernova—yang merupakan peregangan cahaya menjadi panjang gelombang yang lebih merah akibat perluasan alam semesta—para ilmuwan telah berhasil memetakan perkembangan alam semesta dari waktu ke waktu.

Beberapa dekade lalu, metode ini digunakan untuk menunjukkan bahwa perluasan alam semesta berlangsung semakin cepat, penemuan yang kemudian mendorong munculnya hipotesis energi gelap, sebuah kekuatan misterius yang diyakini mengisi ruang angkasa dan memicu percepatan ini.

Kumpulan data Pantheon+ adalah pengumpulan supernova tipe Ia terlengkap dan terakurat yang pernah ada. Data ini mencakup pengamatan selama puluhan tahun dari teleskop darat dan luar angkasa, dengan informasi mengenai 1. 500 supernova yang tersebar di berbagai ruang-waktu.

Ketepatan dan komprehensif data ini menjadikannya sumber yang kaya untuk menguji berbagai model kosmologi. Catatan rinci tentang kecerahan serta pergeseran merahnya memberikan wawasan yang tak tertandingi mengenai evolusi alam semesta, menciptakan platform penting untuk menguji teori-teori alternatif bagi model kosmologi standar.

Walaupun energi gelap mampu menjelaskan banyak fenomena percepatan yang diamati di alam semesta, konsep ini tetap menyimpan banyak misteri. Energi gelap belum pernah terdeteksi secara langsung, dan asal-usulnya juga belum terjelaskan secara teoritis, mendorong sejumlah ilmuwan untuk mencari penjelasan lain.

Asumsi yang mendasari penggunaan energi gelap untuk menjelaskan perluasan alam semesta selalu ada. Namun, Lane dan rekan-rekannya menguji ide alternatif yang dikenal sebagai model bentang waktu. 

Konsep ini menyatakan bahwa percepatan yang terlihat mungkin merupakan hasil dari struktur kosmik seperti kekosongan, yaitu wilayah ruang yang sangat luas dan hampir kosong yang terletak di antara gugusan galaksi.

Meskipun temuan yang diperoleh sangat meyakinkan, Lane menekankan pentingnya melakukan penelitian lebih lanjut untuk mendukung argumen terkait bentang waktu. "Walaupun ada faktor lain yang perlu dipertimbangkan agar hal ini dapat diterima lebih luas dalam komunitas kosmologi, hasil ini menunjukkan pengujian awal yang sangat menjanjikan," ungkapnya. (Livescience/P-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akmal
Berita Lainnya