Headline
Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.
Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
STUNTING dan Tuberkulosis (TB) adalah dua masalah kesehatan yang sangat mempengaruhi tumbuh kembang anak.
Stunting, yang disebabkan oleh kekurangan gizi dan infeksi berulang, dapat membuat anak lebih rentan terhadap infeksi, termasuk TB.
Oleh karena itu, skrining berat badan bayi dan balita secara rutin sangat penting untuk mendeteksi risiko stunting dan menjaga kesehatan mereka.
Anak yang mengalami stunting sering kali memiliki kekebalan tubuh yang lemah. Gizi buruk, terutama kekurangan protein hewani, membuat tubuh anak kesulitan melawan infeksi.
Salah satu infeksi yang rentan menyerang anak dengan stunting adalah Tuberkulosis (TB), yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini sangat menular melalui udara dan berbahaya, terutama bagi anak-anak dengan sistem imun yang rendah.
Gejala TB pada anak sering kali tidak terlihat jelas, namun dampaknya sangat serius jika tidak segera diobati.
Anak yang mengalami stunting dan terinfeksi TB berisiko mengalami gangguan pertumbuhan lebih lanjut, penurunan berat badan, serta masalah kesehatan lainnya.
Skrining berat badan bayi dan balita di fasilitas kesehatan seperti posyandu atau puskesmas memiliki banyak manfaat.
Pemeriksaan ini tidak hanya mencakup pengukuran berat badan, tetapi juga tinggi badan dan lingkar kepala. Ketiga indikator ini membantu mendeteksi status gizi anak, apakah mereka memiliki gizi yang baik, kurang, atau buruk.
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), pemantauan pertumbuhan anak disarankan dilakukan secara rutin, yakni setiap bulan untuk bayi usia 0–12 bulan, setiap tiga bulan untuk anak usia 12–24 bulan, dan setiap enam bulan untuk anak usia 24–72 bulan. Hasil pengukuran ini dicatat pada Kartu Menuju Sehat (KMS), yang memuat grafik pertumbuhan berdasarkan standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Untuk mencegah stunting dan TB, orang tua dapat melakukan beberapa langkah penting:
1. Memperbaiki Gizi Anak Pastikan anak mendapatkan asupan makanan bergizi, terutama protein hewani yang kaya akan asam amino esensial. Nutrisi yang cukup akan mendukung pertumbuhan dan memperkuat sistem kekebalan tubuh.
2. Imunisasi dan Vitamin Imunisasi BCG sangat penting untuk mencegah TB pada anak. Selain itu, pemberian suplemen vitamin dan nutrisi tambahan dapat membantu menjaga kesehatan dan mendukung tumbuh kembang anak.
3. Lingkungan Bersih dan Sehat Pastikan rumah memiliki sirkulasi udara yang baik, ajarkan anak untuk mencuci tangan secara rutin, dan hindari kontak dengan pengidap TB aktif. Lingkungan yang sehat sangat berperan dalam pencegahan penyakit.
4. Pemeriksaan Rutin di Fasilitas Kesehatan Pemeriksaan kesehatan rutin di fasilitas kesehatan (faskes) membantu mendeteksi masalah tumbuh kembang anak sejak dini. Anak dengan risiko tinggi, seperti yang lahir dengan berat badan rendah, perlu mendapatkan perhatian khusus.
Mencegah stunting dan TB pada anak memerlukan pendekatan yang komprehensif, mulai dari perbaikan gizi hingga pemeriksaan kesehatan rutin.
Skrining berat badan bayi dan balita adalah kunci utama untuk memastikan bahwa mereka tumbuh dengan sehat dan terhindar dari ancaman stunting serta TB.
Dengan perhatian dan upaya yang tepat, anak-anak Indonesia dapat tumbuh sehat, kuat, dan bebas dari ancaman penyakit yang dapat mengganggu tumbuh kembang mereka. (Kemenkes/halodoc/Z-10)
MENTERI Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan fakta mengejutkan. Di Indonesia, katanya, dua orang meninggal karena tuberkulosis (Tb) setiap lima menit.
Pasien TB RO harus minum lebih banyak obat setiap hari dan menjalani pengobatan dalam jangka yang lebih lama sesuai dengan rekomendasi dari tim ahli klinis agar bisa sembuh.
Ia menjelaskan, pengobatan Tb umumnya membutuhkan waktu antara 6 hingga 9 bulan.
Vaksinasi BCG pada anak di negara-negara yang tinggi angka TB efektif untuk mencegah penyakit TB yang berat seperti TB di selaput otak, atau TB milier yang dapat menyebabkan sesak napas.
TUBERKULOSIS (Tb) bisa menyerang siapapun bahkan bagi orang yang telah divaksin Tb sekalipun. Namun terdapat kelompok yang memiliki risiko lebih tinggi.
Pasien TB yang tidak tuntas berobat harus diperiksakan juga Mycobacterium tuberculosis paru dan resistensi OAT melalui pemeriksaan TCM, serta dilakukan pemeriksaan foto toraks
Dalam riset bertajuk Potential Risk of New Tuberculosis Cases in West Java, tim peneliti BRIN melakukan analisis risiko spasial dan temporal terhadap sebaran kasus Tb baru di wilayah Jawa Barat.
Sosok PMO biasanya berasal dari keluarga serumah, tetangga atau kerabat terdekat dari pasien tuberkulosis.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved