Headline
AS ikut campur, Iran menyatakan siap tutup Selat Hormuz.
Tren kebakaran di Jakarta menunjukkan dinamika yang cukup signifikan.
KOORDINATOR Nasional Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT), Lita Anggraini mengatakan Rancangan Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PRT) atau RUU PPRT masih terus menghadapi kendala. Hingga saat ini, proses pengesahannya masih terus tertahan di meja ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI), Puan Maharani.
“Kita terus berkomunikasi dengan Wakil Ketua DPR, pimpinan faksi dan Badan Musyawarah tapi memang RUU PPRT sampai saat ini masih tertahan di meja ketua DPR,” ungkap Lita kepada saat dihubungi Media Indonesia pada Rabu (17/4).
Menurut Lita, kendala utama RUU PPRT ini ada di DPR sendiri, terutama di anggota DPR dan pimpinan DPR yang menurutnya mayoritas adalah pemberi kerja dan masih memposisikan dirinya sebagai pemberi kerja serta masih sangat bias terhadap pekerja rumah tangga.
Baca juga : Puan Ditawari Posisi Duta IPU untuk Promosi Kepemimpinan Perempuan di Parlemen
“Ada benturan kepentingan yang keras karena mayoritas anggota DPR itu mempekerjakan PRT dan mereka berpihak pada status quo tidak mau privilege-nya berubah dan lebih mementingkan posisi mereka sebagai pemberi kerja daripada sebagai wakil rakyat,” jelasnya.
Menurut Lita, pengesahan RUU PPRT sangat urgent untuk melindungi para pekerja di ranah domestik yang didominasi kelompok perempuan. Jika RUU PPRT disahkan, lanjut Lita maka pembangunan akan inklusi. Dampak lain adalah jumlah angkatan tenaga kerja perempuan juga akan naik secara signifikan karena lebih dari 5 juta perempuan akan diakui sebagai tenaga kerja.
“Jika RUU terus disandra, semakin memperlihatkan bahwa DPR RI seperti mengecilkan arti PRT yang telah menopang jutaan warga negara lain bisa beraktivitas. Padahal ini sangat urgent pekerja PRT masuk dalam kelompok kerja yang rentan terhadap eksploitasi, diskriminasi dan berbagai pelecehan seksual serta perbudakan modern,” ungkapnya.
Baca juga : Pemuka Lintas Agama Doakan DPR Cepat Sahkan RUU PPRT
Dalam waktu terdekat, Lita bersama Koalisi Sipil untuk UU PPRT, sejumlah perempuan muda dari sejumlah lembaga akan terus melakukan aksi dan menyusun surat terbuka untuk Puan Maharani dan DPR agar segera mengesahkan RUU PPRT yang sangat mendesak.
“Pada pembukaan masa sidang nanti Jala PRT akan terus menjalankan aksi-aksi bersama koalisi masyarakat sipil lobi dan kampanye utnuk mendesak agar RUU PPRT ini segera disahkan pada masa sidang terdekat,” ungkapnya.
Sementara itu, Koordinator Advokasi Serikat Buruh Migran Indonesia atau (SBMI), Yunita Rohani mendesak DPR RI agar segera membahas dan mengesahkan RUU PPRT yang telah mandek selama 19 tahun. Terlebih lagi masa kerja DPR RI periode 2019-2024 akan berakhir 6 bulan mendatang dan proses legislasinya akan mengulang dari awal jika tak disahkan pada periode ini.
Baca juga : Puan akan Hadiri Sidang Umum Forum Parlemen Dunia di Swiss Bahas Isu Perdamaian
“Berbagai upaya sudah dilakukan bersama masyarakat sipil selama nyaris dua dekade. Namun, hingga kini pengesahan RUU Perlindungan PRT masih belum terealisasi. Sampai saat ini DPR belum membahas apalagi mengesahkan RUU Perlindungan PRT menjadi hukum tertulis,” ungkapnya.
Menurut Yunita, regulasi sangat genting untuk bisa menjamin adanya perlindungan atas diskriminasi, standar upah, kekerasan, hingga pelecehan yang dialami oleh PRT di lingkungan kerjanya.
“Dengan situasi tersebut maka SBMI mendesak DPR RI untuk mempercepat pembahasan dan pengesahan RUU PRT sebagai bentuk pengakuan dan perlindungan PRT,” ujarnya.
Diketahui, pada Maret 2023 pemerintah sudah menyerahkan Daftar Inventarisasi Masalah RUU PPRT. Kemudian regulasi ini telah ditetapkan menjadi RUU inisiatif DPR dalam prolegnas. Akan tetapi, menjelang berakhirnya masa jabatan DPR periode 2019-2024, pembahasan soal perlindungan PRT ini masih terus digantung. (Dev/Z-7)
KETUA DPR RI Puan Maharani menyikapi serius lonjakan kasus covid-19 di beberapa negara di Asia Tenggara, termasuk Thailand, Malaysia, Singapura, dan Hong Kong.
KETUA DPR RI Puan Maharani menegaskan bahwa DPR melalui Komisi VIII akan mengawal penyelesaian persoalan ribuan calon jemaah haji furoda yang gagal berangkat ke Tanah Suci
KETUA DPR RI Puan Maharani mengingatkan pemerintah agar mengambil langkah terukur dalam menyikapi tren peningkatan kasus Covid-19 di kawasan Asia, termasuk di Indonesia.
Cucu Proklamator sekaligus Presiden Pertama RI Soekarno itu menegaskan sebaiknya seluruh pihak menyerahkan proses penilaian kepada Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.
KETUA DPR RI Puan Maharani menanggapi rencana Kementerian Kebudayaan untuk menjalankan proyek penulisan ulang sejarah.
Puan Maharani merespons rencana pemerintah untuk menulis ulang sejarah nasional, termasuk menghapus istilah "Orde Lama".
Kantin Demokrasi dibuat senyaman mungkin, termasuk untuk tetap nyaman digunakan oleh anggota yang mengenakan pakaian formal seperti jas.
Utut meminta MK dapat menerima keterangan DPR RI secara keseluruhan terkait keabsahan UU TNI yang telah diundangkan oleh pemerintah saat ini.
Dalil para pemohon yang menyoroti substansi norma dalam UU TNI, khususnya terkait isu dwifungsi yang merupakan ranah pengujian materil merupakan bentuk error in object.
KPK menetapkan 21 tersangka dalam perkara ini. Sebanyak empat orang berstatus penerima suap dan 17 lainnya pemberi.
KERANGKA hukum pemilu yang demokratis ialah komponen krusial dalam praktik demokrasi suatu negara.
ANGGOTA Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah mendapatkan laporan bahwa sekolah pusing untuk mengolah limbah dari Makan Bergizi Gratis (MBG).
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved