Headline
Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.
Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
KONSUMSI minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) di Indonesia masih menempati posisi ketiga tertinggi di wilayah ASEAN. Tingkat konsumsi MBDK itu mencapai 1-6 kali per minggu sehingga memicu timbulnya penyakit tidak menular di masyarakat.
Chief Research and Policy CISDI, Olivia Herlinda mengatakan tren konsumsi MBDK dalam beberapa tahun terakhir di Indonesia mengalami peningkatan 15 kali lipat dalam 20 tahun terakhir. Hal ini membuat penerapan cukai pada MBDK perlu dilakukan.
“Pengendalian konsumsi MBDK melalui penerapan cukai masih terus didorong oleh sejumlah pihak. Riset kami mengestimasi kenaikan paling tidak 20% harga dapat menurunkan konsumsi masyarakat akan minuman pemanis sebesar rerata 17,5%,” jelasnya kepada Media Indonesia, Kamis (15/2).
Baca juga : Cukai pada Minuman Berpemanis Bisa Cegah Potensi Kematian Akibat Diabetes Tipe 2
Olivia menambahkan, selama 2023 permintaan produk MBDK juga lebih banyak berkurang pada rumah tangga yang tinggal di pedesaan, rumah tangga dengan kepala keluarga lebih dari 50 tahun, dan rumah tangga dengan kepala keluarga berpendidikan lebih rendah.
“Penerapan cukai pada minuman manis dalam kemasan pun dapat mendorong masyarakat untuk beralih pada produk minuman yang rendah gula atau bahkan tanpa gula,” jelasnya.
Muncul sejak 2017, wacana penerapan cukai MBDK belum juga disahkan. Indonesia dinilai tertinggal dari 50 negara yang sudah lebih dulu mengeksekusi regulasi tersebut termasuk Thailand, Filipina, hingga Malaysia. Olivia meyakini penerapan cukai yang sudah diterapkan berbagai negara itu dapat menjadi solusi.
Baca juga : Membiasakan Diri dengan Rasa Tawar Bisa Bantu Batasi Asupan Gula Harian
“Banyak negara lain juga sudah menunjukkan efektivitas penerapan cukai yang optimal untuk penurunan konsumsi,” kata Olive.
Jika melihat tren data dari Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional), Olivia menjelaskan, jenis minuman berpemanis yang meningkat paling signifikan adalah teh, sirup hinga soda. Sementara minuman siap saji yang jenisnya banyak dan trennya meningkat tidak tertangkap dalam susenas dan data lainnya.
“Agak sulit melihat data ini karena keterbatasan data di Indonesia, tetapi data terbaru memperlihatkan bahwa kelompok minuman air teh kemasan, minuman bersoda dengan CO2, juga sari buah kemasan, minuman kesehatan dan minuman berenergi mengalami peningkatan,” jelasnya.
Baca juga : Derita Penyakit Kronis? Hindari Makanan dan Minuman Manis
Olivia mengakui minimnya akses data yang didapatkan tersebut, mengakibatkan pada sulitnya melihat hubungan langsung dampak akibat minuman ini dengan diabetes.
“Saat ini CISDI sedang dalam proses melakukan studi serupa yang hasilnya akan dipublikasikan awal Maret 2024,” ujarnya.
Kendati MBDK yang terdistribusi di masyarakat sudah cukup mengkhawatirkan, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan dan Kementerian Keuangan belum juga memiliki fokus dan perhatian untuk mengatasi hal tersebut. Dalam hal ini, Olivia mendorong pemerintah segera menerapkan cukai.
Baca juga : Masyarakat Diingatkan Kurangi Minuman Manis Agar Terhindar dari Diabetes
“Rekomendasi kami tentunya untuk segera menerapkan kebijakan cukai MBDK di tahun 2024 dengan besaran minimum 20% harga, dan memastikan di dalam peraturan pemerintah dan undang-undang kesehatan yang akan disahkan sudah mencantumkan kepentingan kesehatan masyarakat, termasuk regulasi yang lebih ketat untuk mengatur peredaran dan penjualan minuman manis,” jelasnya.
Lebih lanjut, Olivia juga mendorong agar Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) juga turut menjalankan peran pengawasannya dengan optimal mengenai distribusi makanan dan minuman di Indonesia, termasuk terkait food labelling.
Sementara itu, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan, Eva Susanti mengatakan, di penghujung Januari 2024, angka penyakit tidak menular dalam kurun 10 tahun terakhir meningkat dua kali lipat, sehingga perlu dorongan penerapan kebijakan cukai tersebut.
Baca juga : Punya Penyakit Kronis? Jauhi Makanan Minuman Manis
“Catatan Kemenkes RI menunjukkan dalam kurun 20 tahun terakhir konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan rupanya sudah meningkat 15 kali lipat. Dari 700-an liter menjadi 51 juta liter dalam setahun. Industri sudah setuju, kita juga sudah memberikan analisis studinya,” ujarnya.
Diketahui, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah merekomendasikan agar setiap negara dapat menaikkan pajak pada minuman alkohol dan minuman berpemanis. Penerapan pajak tersebut diharapkan dapat mendorong perilaku hidup sehat di masyarakat.
Saat ini, 108 negara telah menerapkan cukai atas minuman berpemanis gula. Namun, besaran rata-rata cukai yang diterapkan sebesar 6,6 persen masih dianggap terlalu rendah. (Z-5)
Studi meta analisis pada 2021 dan 2023 mengestimasi setiap konsumsi 250 mililiter MBDK akan meningkatkan risiko obesitas sebesar 12 persen.
Pemerintah diminta tetap konsisten untuk terapkan cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) di tahun 2025.
Ditjen Bea Cukai menetapkan target penerimaan negara dari tarif cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) pada 2025 mencapai Rp3,8 triliun.
Penundaan kebijakan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) adalah sebuah kesalahan.
YLKI mengatakan pola konsumsi masyarakat terhadap minuman berpemanis dalam kemasan harus diatur, salah satunya dengan pengenaan cukai pada produk sebagai upaya perlindungan konsumen.
Dokter spesialis gizi klinik dari Universitas Indonesia Dr.dr. Luciana Sutanti MS, Sp.GK mengingatkan bahaya akan risiko penyakit metabolik akibat konsumsi minuman berpemanis setiap hari.
Bupati Temanggung, Agus Setyawan menekankan pentingnya keseimbangan antara aspek kesehatan dan keberlanjutan ekonomi.
Ketidakpastian kebijakan cukai dari tahun ke tahun, seperti lonjakan 23% pada 2020, dapat memicu reaksi ekstrem dari industri, termasuk PHK dan relokasi produksi.
Salah satu inisiatif yang tengah dikembangkan adalah dashboard pemantauan di wilayah rawan peredaran rokok ilegal.
Pemerintah didesak untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan cukai agar lebih seimbang.
Dengan kemasan yang seragam, produk ilegal akan lebih sulit dibedakan dari yang legal.
Pembatasan yang diatur dalam PP 28/2024 dapat menurunkan penjualan dan memicu gelombang PHK.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved