Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
SEKRETARIS Eksekutif Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sri Wahyuni menegaskan pemerintah diminta tetap konsisten untuk terapkan cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) di tahun 2025. Meski di awal tahun pemerintah telah memutuskan untuk menaikkan PPN menjadi 12% untuk barang mewah.
"Pemerintah harus konsisten dengan keputusannya akan menerapkan cukai MBDK tahun ini yang janjinya akan diterapkan di semester 2 tahun 2025," kata Sri saat dihubungi, Rabu (1/1).
Menurutnya daripada pemerintah menerapkan PPN menjadi 12% lebih baik menerapkan cukai MBDK karena berdasarkan survei YLKI sebanyak 25.9% anak usia dibawah 17 tahun hampir setiap hari mengkonsumsi MBDK. Jika tidak dikendalikan dengan cukai MBDK maka akan banyak anak-anak terkena penyakit diabetes karena penyakit diabet merupakan salah satu pemicunya.
Selain itu, YLKI juga menekankan bahwa kenaikan cukai tersebut untuk masyarakat bukan untuk kepentingan industri minuman. Hal itu sebagai respons bahwa cukai MBDK akan memberatkan industri minuman.
"Apakah pemerintah lebih membela industri atau menyelamatkan anak-anak yang dicanangkan sebagai generasi emas? Cukai hanya diperuntukan hanya untuk konsumsi yang membahayakan kesehatan tubuh kita seperti rokok dan MBDK," ujar dia.
Sehingga YLKI menilai cukai MBDK lebih tepat dibandingkan kenaikan PPN. PPN hampir semua komoditi baik barang maupun jasa dikenakan pajak. Sementara MBDK hanya untuk orang yang mengonsumsinya.
"Jadi merupakan pajak dosa. Apa alasan cukai selalu ditunda yang akhirnya muncul kebijakan baru yaitu PPN. Berarti Pemerintah harus bertanggung jawab karena sudah membebankan masyarakat," ungkapnya.
Pemerintah jangan sampai ambigu dalam memberikan perlindungan kepada masyarakat terutama untuk kesehatan publik. Cukai BMDK hanya berdampak pada sekelompok orang tapi pajak berdampak pada semua masyarakat. (Iam/M-3)
UI) melakukan riset dengan hasil perlu adanya cukai pada minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) di Indonesia, Cukai tersebut penting karena dinilai bisa menurunkan obesitas sampai 2,5%
Ketua Pusat Perilaku dan Promosi Kesehatan FKKMK UGM, Bagus Suryo Bintoro, menyebutkan kebijakan penundaan cukai bagi Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) sangat disayangkan.
Penundaan kebijakan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) adalah sebuah kesalahan.
Pentingnya bagi orang tua mengetahui perbedaan berbagai jenis gula seperti gula alami, gula tambahan dan gula bebas. Hal itu akan memengaruhi kualitas gula dalam tubuh.
YLKI mengatakan pola konsumsi masyarakat terhadap minuman berpemanis dalam kemasan harus diatur, salah satunya dengan pengenaan cukai pada produk sebagai upaya perlindungan konsumen.
Studi meta analisis pada 2021 dan 2023 mengestimasi setiap konsumsi 250 mililiter MBDK akan meningkatkan risiko obesitas sebesar 12 persen.
Ditjen Bea Cukai menetapkan target penerimaan negara dari tarif cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) pada 2025 mencapai Rp3,8 triliun.
Dokter spesialis gizi klinik dari Universitas Indonesia Dr.dr. Luciana Sutanti MS, Sp.GK mengingatkan bahaya akan risiko penyakit metabolik akibat konsumsi minuman berpemanis setiap hari.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved