Headline
Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.
Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
MENUJU dua tahun pengesahan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), pemerintah belum juga mengesahkan aturan pelaksanaan undang-undang tersebut. Hal ini pun berdampak pada penerapan UU TPKS dan menjadi tantangan dalam penanganan dan pencegahan serta pemulihan hak-hak korban.
Staf Divisi Perubahan Hukum LBH APIK Jakarta, Dian Novita mengatakan bahwa pengesahan aturan pelaksana UU TPKS berupa peraturan pemerintah (PP) dan peraturan presiden (perpres) sangat dinantikan untuk mendukung penanganan kasus kekerasan seksual dengan efektif di sejumlah daerah di Indonesia.
“Pengesahan aturan turunan ini sangat urgent untuk segera disahkan dalam rangka peningkatan penindakan kasus-kasus di lapangan agar bisa meminimalisir terjadinya bias-bias intrepertasi di dalam UU TPKS,” jelasnya saat dihubungi Media Indonesia pada Kamis (30/11).
Baca juga : 30 Anak di Tapanuli Tengah Jadi Korban Pencabulan, Kementerian PPPA Desak Polisi Tangkap Pelaku
Dian menjelaskan bahwa aturan turunan UU TPKS yang saat ini belum diketok pemerintah menjadi salah satu dalih bagi parat penegak hukum untuk tidak menerapkan UU TPKS.
Baca juga : Hamili Anak Tiri, Pria 51 Tahun Terancam 15 Tahun Penjara
“Ketika korban mengalami refikimisasi, stigma, atau bahkan laporannya ditolak, ini juga akan menjadi kendala di lapangan. Memang sudah ada beberapa contoh baik aparat penegak hukum yang mulai menggunakan UU TPKS, tetapi banyak juga aparat di daerah yang belum tahu dan mengabaikan adanya UU ini,” ungkapnya.
Dian menjelaskan berbagai hambatan penerapan UU TPKS seperti belum ada koordinasi antara kementerian/lembaga, institusi penegak hukum, Unit Pelayanan Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak, pemerintah daerah, dan institusi lain lintas sektor di tingkat pusat maupun daerah terkait implementasi UU TPKS.
“Kami beberapa kali menanggapi dan melakukan audiensi untuk meminta informasi dari pemerintah seperti apa draftnya karena kami sebagai masyarakat sipil harus berikan masukan, gimanapun karena kami sangat membutuhkan adanya UU ini di lapangan untuk memastikan korban mendapatkan hak-haknya,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Dian mengatakan akan muncul beberapa permasalahan dalam penerapan UU TPKS apabila peraturan pelaksana ini tidak disusun dengan baik.
Terpisah Komisioner Komisi Nasional (Komnas) Perempuan, Siti Aminah Tardi mengatakan bahwa pemenuhan hak korban masih terkendala karena UU TPKS belum dijadikan rujukan untuk tindak pidana yg diatur dalam undang-undang lain seperti pemerkosaan atau pencabulan.
“Sehingga korban belum sepenuhnya mendapatkan layanan perlindungan dan pemulihan. Kondisi ini juga dipengaruhi oleh belum terbangunnya mekanisme kerja kolaboratif, keterbatasan SDM, sarana dan prasarana di setiap daerah yg berbeda beda satu dengan yang lainnya,” tuturnya.
Selain itu, belum maksimalnya penggunaan UU TPKS juga disebabkan karena tidak adanya samanya pemahaman antara penyidik, penuntut umum dan hakim khususnya unsur unsur tindak pidana sebagai bagian penting untuk proses pembuktian. (Z-8)
PEMBENAHAN mutlak diperlukan di sejumlah sektor untuk mendorong efektivitas penerapan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
KETUA Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) Universitas Gadjah Mada, Sri Wiyanti Eddyono mengatakan terdapat implikasi jika tidak memaksimalkan UU TPKS.
SEJAK disahkan 9 Mei 2022, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) belum optimal ditegakkan dalam melindungi korban kekerasan seksual.
selama ini lebih dari 50% lembaga di Indonesia sudah memberikan layanan menggunakan UU TPKS.
Sanksi pemberatan harus dilakukan karena oknum-oknum tersebut seharusnya pihak yang harus memberikan perlindungan terhadap perempuan.
KEMENTERIAN Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) menyampaikan progres sisa peraturan turunan UU TPKS.
Menurut ICJR, praktiknya penyediaan layanan aborsi aman tidak terlaksana di lapangan dikarenakan tidak ada realisasi konkret dari pemangku kepentingan untuk menyediakan layanan.
Dua lembaga internal, yakni Satgas PPKS dan Komisi Penegak Disiplin UMS telah melakukan investigasi, dan menemukan pelanggaran etik atas dua oknum.
Koordinasi penanganan kekerasan seksual tak hanya bisa mengandalkan lembaga negara yudisial.
Putusan DKPP ke Hasyim Asy'ari beri pelajaran kepada pejabat publik agar tidak menyalah gunakan kewenangan
Berikan pendidikan seks sesuai dengan usianya untuk bisa menetapkan batasan pada orang lain.
SEORANG ayah tiri di Ciamis, Jawa Barat (Jabar), tega melakukan kekerasan seksual kepada balita yang baru berumur dua tahun.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved