Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
DEPUTI Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP-PA) Ratna Susianawati menekankan peran semua pihak dalam memastikan suksesnya sosialisasi dan implementasi UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) serta Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021.
"Pasca lahirnya UU No 12 Tahun 2022 tentang TPKS, kita terus simultan melengkapi berbagai peraturan yang sangat teknis sesuai konteks atau lokus tempat tindak pidana kekerasan seksual terjadi."
"UU No 12 Tahun 2022 tentang TPKS adalah payung hukum komprehensif yang jadi jawaban dalam memastikan pemenuhan hak korban kekerasan," kata Ratna dalam dialog interaktif Mewujudkan Ruang Intelektual yang Bebas dari Kekerasan Seksual, yang digelar Kementerian PP-PA bersama RRI, dan komunitas Rahasia Gadis, di Jakarta, hari ini.
Baca juga: Sosialisasi UU TPKS Penting untuk Proteksi Diri dari Predator Seksual
Ratna melanjutkan dengan melengkapi berbagai peraturan teknis yang relevan, termasuk dalam konteks perguruan tinggi, undang-undang ini menjadi langkah awal dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di berbagai lingkungan, termasuk ruang publik dan kampus.
"Karena itu, seluruh masyarakat, termasuk komunitas perempuan dan individu, harus aktif memberikan edukasi, membuka pos-pos pengaduan, mempromosikan zero tolerance atas kekerasan seksual, dan memberikan dukungan kepada korban untuk pulih dari trauma," ujar Ratna.
Hadir pula, Dosen Fisip Universitas Padjadjaran sekaligus Ketua Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) Universitas Padjadjaran Antik Bintari SIP MT, serta Adelle Odelia Tanuri dan Dhika Himawan selaku Co-Founder komunitas perempuan Rahasia Gadis.
Baca juga: Kepmenaker 88/2023 Cegah Kekerasan Seksual di Tempat Kerja
Antik Bintari menjelaskan tingkat kekerasan seksual yang tinggi di perguruan tinggi menuntut tindakan strategis. Permendikbudristek No 30 Tahun 2021 yang mengamanatkan pembentukan Satgas PPKS di setiap perguruan tinggi adalah langkah penting.
"Pada prinsipnya, setiap laporan harus kami terima karena kami belum mengetahui kebenarannya. Kami meyakini siapa pun yang mencari teman berbicara akan mendapatkan tempat berbicara, yang selama ini tidak ada. Karena itu, kami memberikan ruang untuk berbicara," kata Antik.
Antik juga menjelaskan apa pun yang dilaporkan, baik itu kasus acak atau terstruktur, tidak masalah. Yang terpenting adalah pelapor merasa dilecehkan atau merasa ada masalah.
Selanjutnya, ada proses pemeriksaan dan keadilan yang melibatkan pelapor, saksi, dan terlapor. Prioritas tetap pada pelapor, tetapi terlapor juga berhak mendapatkan dukungan, terutama jika mereka juga memerlukan layanan psikologis.
"Langkah-langkah progresif dalam pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di kampus makin kuat dengan implementasi UU TPKS yang bertujuan memberikan keadilan dan melindungi korban," tutur Antik.
Baca juga: Implementasi Aturan belum Maksimal, Kekerasan Seksual Marak di Lingkungan Pendidikan
Sementara itu, Adelle Odelia Tanuri menekankan pentingnya sosialisasi edukasi, memberikan pemahaman terkait kekerasan seksual, serta membuka ruang bagi korban untuk melaporkan apa yang dialami dengan jaminan keamanan bagi korban.
Selain itu, co-founder komunitas dengan pengikut 3,3 juta follower ini meminta dukungan bagi korban dan memahami kerentanan yang mereka alami.
Dengan semakin banyaknya kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi, keterlibatan aktif seluruh masyarakat dalam melaporkan kejadian lewat call center Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 dan WhatsApp 08-111-129-129 juga sangat diperlukan.
"Dengan kerja kolektif, kita dapat menciptakan ruang intelektual yang bebas dari kekerasan seksual untuk mendukung perempuan dalam pengembangan diri dan kompetensi mereka," pungkasnya. (RO/S-2)
Masyarakat saat ini telah diberikan sarana jika memang merasa mengalami kerugian dari setiap perkara yang sedang ditangani.
Menteri PPPA Arifah Fauzimengecam kekerasan seksual yang dialami seorang perempuan (MML) oleh oknum anggota Polisi (Aipda PS) di Kabupaten Sumba Barat Daya, NTT.
PEMBENAHAN mutlak diperlukan di sejumlah sektor untuk mendorong efektivitas penerapan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
KETUA Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) Universitas Gadjah Mada, Sri Wiyanti Eddyono mengatakan terdapat implikasi jika tidak memaksimalkan UU TPKS.
VIRAL di media sosial seorang ibu bercerita jika anaknya menjadi korban pelecehan seksual oleh pelaku anak berusia di bawah 12 tahun.
Instansi pendidikan berperan dalam menyediakan ruang aman bagi anak untuk dapat mengembangkan diri dan meningkatkan pengetahuan.
MENTERI PPPA Arifah Fauzi menyambut baik rencana Menteri Agama Nasaruddin Umar untuk menambahkan lebih banyak Amiratul Hajj dari kalangan ulama perempuan.
Sinergi itu, katanya, bisa dimulai menyiapkan data yang tepat. Kemudian dapat dilanjutkan dengan menciptakan instrumen atau pengaturan teknisnya.
WAKIL Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Veronica Tan mengatakan penyediaan perumahan layak dalam Program 3 Juta Rumah harus dibangun secara holistik.
KEMENTERIAN Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) menyampaikan progres sisa peraturan turunan UU TPKS.
Kementerian PPPA menyesalkan kasus kawin paksa terhadap sepasang remaja di Lampung Timur yang digrebek warga desa setempat, korban terancam tak bersekolah.
Kementerian PPPA Kota Tangerang melakukan koordinasi terkait kasus kekerasan seksual pencabulan anak, yakni guru ngaji cabuli 19 anak laki-laki di Ciledug, Kota Tangerang.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved