Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
KETUA Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati Solihah mengatakan mayoritas aparat penegak hukum (APH) di Indonesia memang belum sepenuhnya memahami apa saja kewajiban mereka dalam menangani kasus kekerasan. Sehingga dalam penanganan kekerasan di lapangan, aparat cenderung ragu-ragu menggunakan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagai acuan penegakan hukum.
Ai juga menyinggung Pasal 31 dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) ternyata APH punya kewajiban untuk memberitahu terkait hak restitusi kepada korban kekerasan.
Bunyi dari pasal tersebut, penyidik, penuntut umum, dan hakim wajib memberitahukan hak atas restitusi kepada korban dan LPSK. Restitusi dapat dititipkan terlebih dahulu di kepaniteraan pengadilan negeri tempat perkara diperiksa. Penyidik dapat melakukan penyitaan terhadap harta kekayaan pelaku Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagai jaminan Restitusi dengan izin pengadilan negeri setempat. Penyitaan sebagaimana dimaksud dilakukan dengan memperhatikan hak pihak ketiga yang beritikad baik.
Baca juga: Miris, Anak 7 Tahun Jadi Korban Rudapaksa Kakeknya hingga Menderita Penyakit Kelamin
“Konteks restitusi ini kita sedang berjalan menguji. Kami mengakui kelemahan implementasinya itu memang masih minim. Situasi yang sedang diuji inilah yang saya bilang, jangan ragu-ragu bahwa keraguan yang dimaksud kepolisian sebetulnya norma hukumnya ini, Rancangan Peraturan Pelaksana (RPP) belum ada, kalau restitusi ini kan sifatnya menunggu. Walau ada sebagian yang sudah mulai proses itu,” kata Ai kepada Media Indonesia, Jumat (8/9).
“Tetapi yang harus saya sampaikan dari sisi pengawasan, masih sangat minim. Sudah ada yang sudah mulai memasukkan unsur restitusi ini sebagai salah satu implementasi atas aturan perundangan yang dilakukan kepolisian. Tetapi di sisi lain, masih banyak yang tidak menggunakan atau belum mengimplementasi restitusi itu karena banyak norma-norma yang mungkin menjadi payung yang belum selesai di level operasional,” tambahnya.
Baca juga: Aksi Luluk Nuril Bentak Siswi SMK Langgar UU Perlindungan Anak
Ai juga mendesak pihak aparat penegak hukum segera membuat Direktorat TPPO dan PPA untuk memaksimalkan pemenuhan hak korban kekerasan, terutama anak korban kekerasan.
“Tentang rencana kepolisian yang membuat Direktorat TPPO PPA, ini ditunggu sekali, mendesak. Ini jadi salah satu komitmen kunci atas seriusnya persoalan hukum anak-anak dan perempuan, memiliki kekuatan structural yang mengikat. KPAI menunggu action itu. Sampai sekarang belum juga nih. Ini sudah mau akhir tahun begini, kalah sama isu politik. Pusing kan,” pungkasnya. (Dis/Z-7)
Menpora Zainudin Amali berharap penegak hukum terus mencari otak di balik aksi pelemparan batu bus Persis Solo, hingga perusakan kantor Arema FC.
Erick Thohir mengatakan PSSI terus mendorong proses hukum atas tragedi tersebut agar para pelaku mendapatkan hukuman maksimal.
Kepolisian pun mengimbau masyarakat segera melapor, jika ditemukan praktik pinjaman online ilegal. Kasus yang meresahkan masyarakat siap diusut.
Haikal Hassan dipastikan tidak menghadiri panggilan penyidik untuk diperiksa sebagai saksi terkait kasus bercerita mimpi bertemu Rasulullah SAW.
Tiga tersangka baru yang ditetapkan Polda Metro Jaya dalam kasus mafia tanah aktris Nirina Zubir, yakni Moch Syaf Alatas, Ahmad Efrilliatio Ordiba dan Cito.
KAI Commuter mengambil sikap tegas atas terjadinya dugaan tindak pelecehan di dalam KRL yang terjadi pada Jumat (15/7), sekitar pukul 16.10 WIB.
Anak akan merasa tidak berharga jika kerap dibentak oleh orangtua
Berikan pendidikan seks sesuai dengan usianya untuk bisa menetapkan batasan pada orang lain.
Selain itu, anak-anak juga perlu dilatih untuk berani bersuara terhadap berbagai hal negatif yang dialaminya, misalnya dari tindak kekerasan.
Polres Tasikmalaya menetapkan status tersangka pada pasangan SM, 50, dan BK, 61, dalam kasus pembunuhan terhadap anak kandungnya sendiri yang berkebutuhan khusus berusia 10 tahun.
Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di antaranya meliputi persetubuhan, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), maupun perzinaan.
Selama 2023, jumlah kekerasan terhadap anak terdata sekitar 62 kasus. Angkanya tergolong tinggi.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved