Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
KEMENTERIAN Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mendorong aparat penegak hukum (APH) dapat mengusut tuntas kasus kekerasan seksual pada anak berusia tujuh tahun di Kabupaten Buleleng, Bali.
Para pelaku yang terdiri dari 3 orang dan saat ini telah ditahan dan ditetapkan tersangka oleh Polres Buleleng dapat dijerat hukuman sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Pelaku kesatu dan kedua merupakan kakek korban, sedangkan pelaku ketiga merupakan tetangga. Ketiga pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka saat ini oleh pihak Polres Buleleng,” ujar Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar
Baca juga : Bermodus Pengajian Seks, Pimpinan Pesantren di NTB Perkosa 41 Santri
Kasus ini terdeteksi awal dari indikasi penyakit kelamin yang dialami korban. Korban kemudian dibawa ke bidan setempat dan mendapat rujukan untuk melakukan visum di Rumah Sakit.
Hasil visum forensik membuat orang tua melaporkan temuan tersebut ke unit PPA Polres Buleleng. Dari hasil pemeriksaan dan penyelidikan awal dengan sejumlah saksi, korban diduga disetubuhi sebanyak 5 kali di salah satu desa dan dua terduga pelaku lainnya melakukan persetubuhan dan pencabulan di dua tempat dan kejadian berbeda.
“Untuk kondisi terkini dari anak korban, secara fisik ada indikasi penyakit kelamin. Kondisi psikis korban dari asessmen awal diduga korban ada gangguan perilaku pasca kejadian. Sampai saat ini korban masih dalam proses pendampingan P2TP2A Kab. Buleleng untuk memastikan kondisi psikisnya. KemenPPPA akan terus mengawal kasus ini,” tambah Nahar.
Baca juga : 202 Anak Jadi Korban Kekerasan Seksual di Sekolah, Data Januari-Mei 2023
KemenPPPA bersama P2TP2A Kab. Buleleng akan terus memastikan korban mendapat layanan yang sesuai dan yang dibutuhkan. Salah satunya adalah layanan pendampingan hukum dari P2TP2A Kab. Buleleng bagi korban.
“P2TP2A Kab. Buleleng telah memberikan layanan pendampingan konseling dan psikologis oleh psikolog dan mengupayakan penempatan sementara kepada korban. Kami mengapresiasi tindakan cepat dan sigap yang dilakukan P2TP2A Kab. Buleleng serta Polres Buleleng dalam merspon serta menangani kasus ini,” jelas Nahar.
PPPA berharap para pelaku apabila terbukti telah melakukan tindak pidana persetubuhan terhadap korban yang melanggar pasal 76D UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dapat di ancam pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) sesuai pasal 81 Ayat (1) dan/atau Ayat (2) UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Baca juga : Dokter Ungkap Kondisi Terkini ABG 15 Tahun yang Diperkosa 10 Orang di Parigi Moutong
“Terdapat ketimpangan relasi kuasa yang nyata antara para pelaku dan korban. Salah satu pelaku yang merupakan kakek dari korban memungkinkan korban tidak memiliki kuasa untuk melawan tindakan yang dilakukan oleh pelaku terutama jika dilakukan dibawah ancaman atau bujuk rayu. Selain itu kami menduga anak berada dalam kondisi lingkungan yang rentan dimana lingkungan tersebut minim pengawasan,” tutur Nahar.
Apabila salah satu pelaku yang merupakan kakek korban terbukti melakukan tindak pidana persetubuhan dapat ditambah 1/3 (sepertiga) karena mempunyai hubungan keluarga sesuai pasal 81 Ayat (3) UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Selanjutnya, bahwa dikarenakan kejadian tersebut apabila anak korban mengalami penyakit menular, pelaku dapat diancam pidana mati, seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 10 (sepuluh) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun sesuai dalam pasal 81 ayat (5) UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Baca juga : Kementerian PPPA Sebut Kasus di Parigi Moutong Masuk Unsur Pemerkosaan
Dua diantara ketiga pelaku yang melakukan persetubuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dapat dikenai tindakan berupa kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik sesuai dalam pasal 81 ayat (7) UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Sedangkan pelaku yang melakukan tindak pidana pencabulan terhadap anak korban yang melanggar pasal 76E UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) sesuai pasal 82 ayat (1) UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan dapat apabila pelaku juga masih termasuk kerabat dekat korban, sesuai pasal 82 ayat (2) dapat ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidananya. Selain dikenai pidana yang dimaksud para pelaku juga dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku.
Nahar menambahkan dibutuhkan assesmen lanjutan terhadap kondisi lingkungan sekitar korban untuk nantinya dapat dilakukan upaya sosialisasi pencegahan agar kejadian serupa dan potensi-potensi perilaku beresiko di lingkungan masyarakat dapat dideteksi dini serta mendapat pengawasan bersifat komprehensif.
Baca juga : Tok! Pemerkosa Anak Kandung di Buol Sulteng Divonis 16 Tahun Penjara dan Kebiri
“Seluruh pihak harus bersama-sama memberikan pengawasan dan perlindungan terhadap anak-anak yang ada di lingkungannya. Kami berharap korban dan keluarganya tidak mendapat stigma dari masyarakat. Kepada keluarga kami juga berharap dapat memberikan dukungan sosial terhadap korban selama proses pemulihan agar korban dapat kembali menjalani aktivitasnya,” terang Nahar. (Z-4)
Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mendorong dilakukan pencegahan terhadap terjadinya tindak kekerasan kepada anak secara berulang atau reviktimasi.
Hampir setengah anak di Indonesia mengalami kekerasan. Temukan fakta penting tentang perlindungan anak dan langkah untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi mereka.
POLISI masih menelusuri keberadaan orangtua anak berusia 7 tahun berinisial MK, yang ditemukan dalam kondisi memprihatinkan di Pasar Kebayoran Lama beberapa waktu lalu.
Berikut fakta-fakta kondisi terkini MK, anak perempuan 7 Tahun yang diduga dianiaya dan dibuang ayahnya di Pasar Kebayoran Lama, Jaksel
KPAI berkoordinasi dengan Tim Subdit Anak Direktorat PPA dan PPO Bareskrim Polri terkait anak yang ditelantarkan di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Dari gerak-geriknya, sang satpam melihat pria itu menaruh anaknya di lantai beralaskan kardus.
Upaya untuk mewujudkan peningkatan kualitas anak, perempuan, dan remaja masih banyak menghadapi tantangan.
Pada anak usia dini—yang masih berada pada tahap praoperasional menurut teori Piaget—, konten absurd berisiko mengacaukan pemahaman terhadap realitas.
Musik bisa merangsang area otak seperti lobus temporal untuk pendengaran, lobus frontal untuk emosi, cerebellum untuk koneksi motorik.
Menurut sejumlah penelitian, musik bisa dikenalkan kepada anak dari usia di bawah enam tahun.
Kriteria informasi yang layak bagi anak adalah informasi yang bersifat positif, mendukung tumbuh kembang anak, serta sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan.
Menurut Director Learning Development JMAkademi, Coach A Ricky Suroso, orangtua perlu membekali anak-anaknya di usia golden untuk tangguh dalam karakter dan punya daya juang tinggi.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved