Headline

Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.

Keterbatasan Akses Terhadap Makanan Bergizi Sebabkan Orangtua Beri Kental Manis sebagai Susu Anak

Basuki Eka Purnama
11/8/2025 04:47
Keterbatasan Akses Terhadap Makanan Bergizi Sebabkan Orangtua Beri Kental Manis sebagai Susu Anak
Ilustrasi(Antara)

DATA yang dirilis Databoks menunjukkan tujuh dari 10 Kabupaten/ Kota dengan pengeluaran per kapita tertinggi untuk membeli kental manis berada di Papua. Ketujuh kabupaten/ kota tersebut adalah Kabupaten Puncak, Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Yalimo, Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten Pegunungan Bintang serta Kabupaten Nagan Raya.

Sementara data yang sama menyebutkan rata-rata pengeluaran per kapita secara nasional untuk membeli kental manis adalah Rp257,5 per kapita per minggu.

Lalu, apa yang menyebabkan tingginya konsumsi kental manis di wilayah Papua? Salah satu penyebabnya adalah faktor ekonomi, budaya dan ketersediaan produk. Hal ini berkaitan dengan keterbatasan akses terhadap ketersediaan produk susu lainnya.

Masih maraknya kebiasaan konsumsi kental manis sebagai minuman susu anak dan balita oleh masyarakat diperkuat oleh sejumlah riset dan penelitian yang dilakukan kalangan akademisi.

Baru-baru ini, Universitas Negeri Semarang (Unnes), melalui Fakultas Kedokteran, mendata 100 balita di Kecamatan Semarang Utara dan Gunungpati yang rutin mengonsumsi kental manis sebagai pengganti susu pertumbuhan setiap hari.

Balita ini menjadi bagian dari penelitian yang tengah dilakukan untuk menggali pengetahuan ibu terhadap kandungan kental manis, pemahaman gizi seimbang, serta dampaknya terhadap kesehatan balita.

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, mengatakan alasan pemberian kental manis sebagai minuman susu untuk balita karena anggapan kental manis sebagai susu.

Beberapa ibu mengakui kental manis mengandung gula tinggi, namun tidak memahami dampak kesehatan bila dikonsumsi secara rutin.

Salah satu responden penelitian asal kelurahan Sekaran, Kecamatan Gunungpati yang juga orang tua dari balita berumur 3 tahun menyebutkan frekuensi konsumsi kental manis anaknya sebanyak 7 kali per hari.

Ia memberikan kental manis karena pada kemasannya tertulis “susu” dan dalam iklan juga disebut demikian.

Ibu ini membaca di situ ada kata susu, dalam kemasannya. Di iklan juga tahunya susu.

Koordinator Penelitian dari Prodi Gizi FK Unnes Mardiana mengatakan perilaku pemberian kental manis untuk balita tersebut mencerminkan adanya kesenjangan pengetahuan yang cukup serius di masyarakat. 

Ia menjelaskan bahwa kental manis sebenarnya dirancang sebagai topping atau pelengkap makanan, bukan untuk dikonsumsi sebagai minuman utama pengganti susu.

Namun, temuan di lapangan menunjukkan hal yang berbeda. Banyak balita justru mengonsumsinya dalam jumlah besar, bahkan lebih dari tiga kali dalam sehari. Dalam beberapa kasus, konsumsi kental manis bisa mencapai hingga tujuh kali dalam satu hari.

“Itu tentu dampaknya luar biasa. Sekarang saja kita sudah mulai melihat tren penyakit tidak menular (PTM) muncul pada usia anak-anak, yang seharusnya belum,” ujarnya.

Satu sachet kental manis dapat mengandung sekitar 19 gram gula atau setara dengan 4 sendok teh. Jika dikonsumsi dua kali sehari, asupan gula pada balita sudah melebihi batas konsumsi harian yang direkomendasikan oleh Kementerian Kesehatan, yaitu tidak lebih dari 5% dari total kebutuhan kalori harian, atau sekitar 25 gram atau 6 sendok teh gula tambahan.  Jumlah ini belum termasuk gula tambahan dari makanan dan minuman lainnya yang mereka konsumsi setiap hari.

Situasi ini menunjukkan betapa mendesaknya upaya peningkatan edukasi masyarakat tentang gizi anak, pangan aman, serta pemahaman terhadap label produk. Banyak wilayah, seperti Kelurahan Sukorejo di Kecamatan Gunungpati, hingga kini masih sangat minim penyuluhan terkait gizi maupun bahaya penggunaan kental manis secara berlebihan. (Z-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya