Headline
Kemenu RI menaikkan status di KBRI Teheran menjadi siaga 1.
PENGESAHAN Rancangan Undang-Undang Kesehatan (RUU Kesehatan) yang semula dijadwalkan Selasa (20/6) di sidang paripurna ditunda. Panitia Kerja RUU Kesehatan serta Komisi IX DPR RI diminta untuk diskusi kembali dengan berbagai pihak untuk mengakomodir semua suara.
Anggota DPR RI Herman Khaeron mengatakan Demokrat sebagai salah satu fraksi yang meminta penundaan pengesahan RUU tersebut. Ia menuturkan ada banyak catatan yang perlu diperbaiki dan diakomodir sebelum RUU Kesehatan disahkan. Herman juga menyebut dari awal Demokrat justru setuju. Namun, memang ada beberapa hal yang menjadi catatan yang sampai saat ini belum dimasukkan.
“Demokrat bukan menolak RUU kesehatan, karena sejak awal dari badan legislasi, kami sudah menyetujui," katanya dalam diskusi forum legislasi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (20/6).
Baca juga: DPR Segera Sahkan RUU Kesehatan, 7 Fraksi Setuju, 2 Fraksi Menolak
Ketua Panja RUU Kesehatan Emanuel Melkiades Laka Lena membenarkan penundaan pengesahan RUU tersebut. Ia menyampaikan masih ada waktu untuk kembali mendiskusikan dan membahas terkait catatan dan masukan dari berbagai pihak.
Melki juga menjawab soal mandatory spending yang dikeluhkan banyak pihak. Penghapusan mandatory spending, kata Melki, berdasarkan anjuran dari Kementerian Keuangan yang menyarankan untuk mengubah dari berbasis anggaran menjadi metode berbasis program.
Baca juga: 5 Organisasi Profesi Kesehatan Gugat RUU Kesehatan ke MK
“Mandatory spending itu berubah karena ada pola penganggaran dari Kemenkeu yang mereka coba ubah di RUU ini. Kami yang minta 10 persen, dari Baleg. Kita sudah ngotot 10 persen minimal. Sudah disampaikan. Ternyata Kemenkeu mengatakan mereka punya pola penganggaran baru,” jelas Melki.
“Sekarang di RUU itu tidak usah menyebutkan angka, tetapi berbasiskan program, berbasiskan input, rancangan yang kuat. Ada outcome yang bagus. Jangan bicara mandatory spending. Bahayanya kata mereka, kalau kita taruh angka di situ, tanpa ada program yang jelas, angka ini bisa jadi macam-macam,” imbuhnya.
Dengan pola penganggaran yang baru itu, kata Melki, memungkinkan program kesehatan ke depan dapat sesuai rencana yang telah dibuat. Anggaran yang digelontorkan pun, lanjut Melki, bisa berapa saja sesuai rencana program.
“Mau taruh angka 11 persen juga tidak masalah, asalkan itu berbasis program. Selama itu benar-benar untuk kepentingan kesehatan. Makanya namanya berubah jadi rencana induk bidang kesehatan, yang itu memaksa kami untuk membuat dulu rencana program kesehatan yang kemudian itu menjadi pegangan kita untuk berjalan selama lima tahun ke depan,” jelasnya.
Pengamat Kesehatan Hermawan Saputra mengaku senang karena RUU Kesehatan masih dipending. Ia berharap masih ada ruang dan waktu yang banyak untuk mendiskusikan banyak hal krusial berkaitan kesehatan.
“Buat kami, mandatory spending itu penting. Kita bisa berbeda argument. Kami di bidang kesehatan masyarakat, Maha Guru kami pernah melakukan riset tentang bagaimana rata-rata pengeluaran program untuk kesehatan dan afirmatif dari pemimpin daerah itu, baik di tingkat kabupaten kota atau provinsi,” kata Hermawan.
“Rasa-rasanya, ini suatu ancaman yang membuat kami dalam substansi terkait RUU ini harus diperjuangkan. Konsekuensinya, kita masih ingat Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) dan Jampersal juga, Jaminan Persalinan. Semua ini mekanisme pusat. Jangan sampai tidak ada mandatory spending ini justru ke depan akan banyak yang sifatnya shortcut program,” lanjut dia.
Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia Ade Jubaedah juga berharap dalam masa penundaan pengesahan RUU Kesehatan, DPR mau mendengarkan dan mengakomodir semua suara yang selama ini dianggap berseberangan dengan DPR.
“Apa pun yang menjadi kewenangan pemerintah, hanya satu harapan kami, yaitu dengarkanlah. Kami merasa apa yang kami sudah sampaikan, itu belum diakomodir. Mohon kiranya, karena masih ada kesempatan, masih ada waktu, masukan dari organisasi profesi, kami juga siap untuk menata bagaimana fungsi dari masing-masing organisasi secara berjenjang. Masukannya juga jadi bahan introspeksi kami untuk menata kembali organisasi profesi betul-betul bisa bersinergi dengan pemerintah,” pungkasnya. (Dis/Z-7)
Robert Rouw menilai keberadaan jalan tol di Riau, khususnya Tol Pekanbaru–Dumai dan Tol Pekanbaru–Bangkinang, telah membuka akses baru dan mempercepat mobilitas masyarakat maupun logistik.
DPR RI meminta Kemendagri segera menyusun blue print atau cetak biru peta besar wilayah administratif di seluruh Indonesia.
Ketua Komisi III DPR Habiburokhman mengkritik Mahkamah Konstitusi (MK) yang kerap membatalkan undang-undang hasil pembahasan panjang DPR lewat sidang pengujian.
Kegiatan ini ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandar dan pihak GoCorp Gojek.
Lalu menyoroti minimnya partisipasi publik dan komunitas akademik dalam proses penyusunan ulang sejarah yang dilakukan Kementerian Kebudayaan.
DPR RI mengapresiasi keputusan pemerintah terkait 4 pulau yang sebelumnya masuk ke Provinsi Sumatera Utara kembali masuk ke wilayah Provinsi Aceh.
Dana sebesar Rp28 triliun tersertap dari lelang delapan seri Surat Utang Negara (SUN) pada 22 April 2025.
KOMISI XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui efisiensi anggaran yang diajukan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebesar Rp8,99 triliun.
Qohar mengatakan Isa yang ketika itu menjabat sebagai Kabiro Bapepam LK bersama terpidana kasus Jiwasraya membahas pemasaran produk Saving Plan.
KEMENTERIAN Keuangan (Kemenkeu) membatalkan beasiswa Ministerial Scholarship 2025. Itu menyusul adanya kebijakan efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah.
Kementerian Keuangan secara resmi merilis Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 131 Tahun 2024 yang mengatur ketentuan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 12%.
Pada 2024, tercatat lebih dari 500 ribu portofolio keuangan yang dibuat investor menggunakan strategi SIP.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved