Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Film Women from Rote Island: Menyelami Batin Korban Kekerasan Seksual

Andrei Wilmar
20/2/2024 08:51
Film Women from Rote Island: Menyelami Batin Korban Kekerasan Seksual
Tiga pemeran film Women from Rote Island saat berkunjung ke Media Indonesia, dari kiri ke kanan Van Jhhov, Irma Rihi, dan Willyam Wolfgang.(Dok MI)

TAYANG perdana di Festival Film Internasional Busan ke-28 dan di Jakarta Film Week pada 2023, film bertajuk Woman From Rote Island akan tayang untuk umum di seluruh bioskop tanah air pada Kamis (22/2) mendatang. Mengambil latar di Nusa Tenggara Timur (NTT), film ini menyoroti masih kentalnya budaya patriarki dan kekerasan seksual di bagian timur Indonesia.

Women from Rote Island menyelami batin korban kekerasan seksual dan perjuangan keluarga mencari keadilan. Penulis naskah Jeremias Nyangoen membawa penonton tenggelam dalam perjuangan keluarga Mama Orpha (Linda Adoe) saat mendampingi anaknya Martha (Irma Rihi) melewati trauma akibat kekerasan seksual yang dialaminya.

Mendalami Martha tanpa suara

Martha adalah anak pertama dari Mama Orpha yang pergi ke Malaysia untuk bekerja sebagai buruh kebun kelapa sawit selama dua tahun. Kabar yang tidak menyenangkan dari tanah air membuat Martha harus pulang ke rumah. Pun demikian, Martha yang mengalami kekerasan seksual saat bekerja di Negeri Jiran, harus pulang membawa trauma dan depresi. 

Baca juga : Linda Adoe Ingin Anak NTT Percaya Diri Agar Bisa Gali Bakat Terpendam

Irma mengatakan peran Martha sebagai korban kekerasan seksual harus dimainkan dengan visual yang kuat. Dia juga menambahkan, dalam film ini, Martha adalah peran yang harus dimainkan dengan minim dialog. Irma harus bermain secara maksimal dengan ekspresi untuk bisa membawa pesan.

 

Baca juga : Hamili Anak Tiri, Pria 51 Tahun Terancam 15 Tahun Penjara

“Saya bermain dengan ekspresi tapi ekspresi itu ada sesuatu yang ingin saya sampaikan. Salah satunya ada scene yang saya harus menyandungkan isi hati saya, kesepian saya, karena orang di sekeliling saya sibuk dan saya hanya sendiri di situ,” katanya saat bertandang ke kantor Media Indonesia, Kedoya Selatan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Senin (19/2).

Arahan yang diterima Irma untuk memainkan Martha pun sangat spesifik. Dia tidak boleh menangis dengan suara. 

Irma juga bercerita terdapat satu scene ketika dia harus menangis hanya dengan mata kiri. Scene itu pun harus diulang karena air mata Irma mengalir di kedua matanya. 

Baca juga : 5 Fakta Menarik Film Terbaik FFI 2023 Women from Rote Island

“Tapi kalau scene yang itu aku dua kali saja,” ujar Irma. 

Pendekatan untuk menjelma menjadi Martha pun cukup berat secara batin. Dia harus mencari referensi yang luas tentang korban kekerasan seksual dan berdiskusi dengan sutradara terkait gerakan yang akan dimainkan. 

Untuk meresapi peran dengan maksimal, Irma pun melakukan pendalaman karakter sebagai tokoh yang jarang berbicara. 

Baca juga : Diduga Lecehkan Pedagang Perempuan, Kasat Lantas Polres Sikka Dinonaktifkan

“Aku patokannya sama sutradara tapi banyak-banyak cari referensi film-film atau berita-berita terus kondisi korban itu seperti apa, terus disharing sama bapak sutradara,” ucap Irma. 

“Waktu di lokasi juga sempat ada pendalaman karakter yang di mana ada suatu waktu yang aku enggak boleh ngomong sama siapapun, aku harus jadi Martha. Itu sangat membantu sekali,” lanjutnya

Irma pun berpesan, keluar dari trauma kekerasan seksual adalah hal yang sulit. Pun demikian, dengan dukungan orang-orang sekitar, Irma meyakinkan korban kekerasan seksual bahwa mereka pasti bisa keluar dari trauma. 

Baca juga : 9 Pria Pelaku Kawin Tangkap di Sumba Ditangkap

“Dengan dukungan orang sekitar kalian, kalian akan merasa kalian tidak sendiri,” pungkasnya. 

Tentang mantan kekasih dan predator

Sementara itu, film ini juga memiliki dua peran menarik lainnya yakni Ezra (Willyam Wolfgang) dan Damar (Van Jhoov). 

Ezra digambarkan sebagai pemuda kampung yang bukannya membantu Irma untuk pulih dari trauma, malah menambahkan luka yang baru. Willyam menyatakan Ezra merepresentasikan ancaman utama pada kasus-kasus kekerasan seksual. 

Baca juga : Bejat! Tujuh Orang Rudapaksa Gadis 16 Tahun Sampai Pingsan

“Karakter Ezra di sini kan, dia itu representasi dari para predator yang ada di sekitar kita, yang buas, yang siap memangsa mangsa di depannya,” jelas Willyam. 

Di sisi lain, Damar merupakan mantan kekasih Martha. Kisah cinta mereka yang usai karena alasan keluarga itu akhirnya membuat Martha pergi ke Negeri Jiran untuk bekerja sekaligus melupakan Damar. Namun, setelah melihat mantan kekasihnya pulang dengan trauma, Damar pun menyesal dan mencoba sekuat tenaga untuk mengembalikan keadaan Martha. 

“Saat Martha pulang dengan keadaan depresi, dia merasa bersalah dan mau mengembalikan Martha ke keadaan semula,” kisah Van Jhoov. 

Baca juga : Film Women from Rote Island Terinspirasi Kisah Nyata

Willyam melihat cara pemain dibentuk untuk menyampaikan pesan melalui peran masing-masing sangatlah nyata. Para pemain dibentuk oleh pemikiran bahwa kekerasan seksual adalah kenyataan yang ada di sekitar, dan mereka harus mampu membawa pesan tersebut. 

“Dalam film ini kita ditreatment ‘eh kejadian seperti ini nyata dan ada di sekitar kita, dan kita sebagai pembawa pesan’,” ucapnya. 

Semua pemeran Women from Rote Island berasal dari Nusa Tenggara Timur (NTT). Willyam yang selain pemeran, bertanggung jawab sebagai Assistant Casting Director, mengatakan kontribusi warga asli NTT ini merupakan keinginan sutradara Jeremias Nyangoen. 

Baca juga : Umat Katolik Harus Berani Laporkan Kasus Kekerasan Seksual Anak

Dia menjelaskan, sutradara tidak ingin kehilangan jiwa dan dialek NTT dalam film ini. 

“Dari beberapa pengalaman, dialek itu pasti luput, luput sekali. Masalah soul apalagi. Jadi sutradara tidak mau kehilangan dua unsur itu. Dia bersikeras untuk tetap harus pakai yang lokal,” tegas Willyam. 

Siapapun bisa jadi korban

Pesan yang kuat juga menghiasi film Women from Rote Island. Willyam berharap para penonton yang menyaksikan film ini dapat menyampaikan pesan orang-orang di sekitar, seperti keluarga dan teman. Sehingga pesan untuk memiliki kesadaran lebih bahwa kekerasan seksual bisa dilakukan oleh orang paling dekat sekalipun, bisa tertanam di benak masyarakat. 

Baca juga : Cabuli 9 Anak, Eks Vikaris Divonis Hukuman Mati

“Para predator ini, ternyata ada di sekitar kita, bukan orang asing, orang terdekat kita. Contohnya dari sutradara cerita satpam yang mereka percaya untuk jaga kompleks, ternyata melakukan pelecehan seksual terhadap anak di kompleks,” jelas Willyam memberi contoh. 

Willyam juga mengingatkan bahwa kekerasan seksual bisa dialami siapa saja, di tempat manapun, dan kapanpun. Tidak peduli gender, kekerasan seksual dapat menyasar laki-laki dan perempuan. 

Ketiga pemain pun sepakat, terutama di Indonesia Timur, kekerasan seksual adalah topik yang tabu dan tidak dibicarakan. Bahkan walaupun dengan angka kasus yang tinggi, masyarakat masih menormalisasi kekerasan seksual. 

Baca juga : Cegah Kasus Asusila, Kapolda NTT Minta Orang Tua Perketat Pengawasan Anak

Martha pun meninggalkan satu pesan dari Women from Rote Island bahwa semua orang dilahirkan oleh seorang perempuan. Maka dari itu menghargai dan melindungi perempuan menjadi urgensi tersendiri di tengah ketabuan soal pembicaraan kekerasan seksual. 

“Kita semua dilahirkan dari kelamin yang berdarah yang di mana, kita harus menghargai perempuan dan kita harus lebih peka untuk melindungi orang sekitar kita,” jelas Irma. 

Dengan cerita yang kuat dan penyampaian yang tajam, film ini berhasil menyabet empat penghargaan di Festival Film Indonesia (FFI), salah satunya film cerita panjang terbaik.

Baca juga : Film 'Like & Share' Sajikan Masalah Kekerasan Seksual Secara Lugas

Para pemain pun berharap, akan muncul film dengan konsep yang bagus seperti Women from Rote Island. Willyam menegaskan, tanpa melihat skala sebuah tokoh dalam penceritaan, semua pemain film pasti akan tertarik pada konsep yang baik. 

“Semoga mendapat kesempatan lagi, entah itu peran besar, peran kecil, kalau konsepnya bagus ya siapa yang tidak tertarik?” harap Willyam. (Z-1)

Baca juga : Pemerintah Kecam Kasus Kekerasan Seksual Calon Pendeta pada Anak



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya