Headline
Gencatan senjata diharapkan mengakhiri perang yang sudah berlangsung 12 hari.
Gencatan senjata diharapkan mengakhiri perang yang sudah berlangsung 12 hari.
Kehadiran PLTMG Luwuk mampu menghemat ratusan miliar rupiah dari pengurangan pembelian BBM.
PENELITI dan Analis Kebijakan Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hasran berpandangan meningkatnya ketegangan dalam perang Iran-Israel dapat berdampak serius terhadap kinerja ekspor, serta menekan surplus perdagangan Indonesia. Salah satu dampak utama adalah lonjakan biaya pengiriman dan logistik akibat penutupan Selat Hormuz oleh Pemerintah Iran.
Selat Hormuz merupakan salah satu jalur pelayaran paling vital di dunia, dilalui sekitar 20% dari total perdagangan minyak global pada 2024. Penutupan jalur ini memaksa kapal-kapal dagang mencari rute alternatif yang lebih panjang dan mahal. Energy Information Administration (EIA) mencatat, gangguan di wilayah ini sangat berisiko bagi pasokan energi ke negara-negara utama seperti Tiongkok, India, Jepang, dan Korea Selatan, yang juga merupakan mitra dagang penting Indonesia.
"Konflik ini dapat menggerus kinerja dan surplus ekspor Indonesia karena meningkatnya biaya pengiriman dan transportasi," ujar Hasran dalam keterangan resmi, Rabu (25/7).
Dia menjelaskan dampak konflik tidak hanya menyangkut disrupsi logistik, tapi juga pasokan energi global. Meskipun Amerika Serikat (AS) hanya mengimpor sekitar 7% minyak dari kawasan tersebut, ketidakstabilan di Selat Hormuz dapat menggeser permintaan minyak ke produsen lain, termasuk AS sendiri, yang juga terlibat dalam konflik. Pergeseran ini mendorong kenaikan harga minyak dunia secara signifikan.
Lonjakan harga minyak akan berdampak langsung terhadap biaya logistik dan operasional ekspor-impor Indonesia. Menurut laporan United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) 2010, minyak menyumbang 50%-60% dari total biaya operasional pelayaran, tergantung pada ukuran kapal. Dengan demikian, kenaikan harga minyak akan menaikkan biaya pengiriman lintas negara.
"Efek ini akan sangat terasa dalam hubungan dagang Indonesia dengan mitra utamanya," terang Hasran.
Hasran juga menjelaskan berdasarkan data World Integrated Trade Solution (WITS) 2024, ekspor Indonesia terbesar ditujukan ke Tiongkok (23,6%), Amerika Serikat (10%), Jepang (7,8%), dan India (7,7%). Jika pasokan energi terganggu di negara-negara ini, aktivitas ekonomi mereka dapat melambat, yang berimbas pada penurunan permintaan atas produk-produk ekspor dari Indonesia.
Tekanan semakin bertambah karena Indonesia sudah terdampak perang dagang antara AS dan Tiongkok, terutama melalui tarif tambahan 10% atas sejumlah produk Indonesia yang masuk ke pasar AS.
“Bertambahnya beban tentu berdampak pada kinerja ekspor, yang memang didorong terus untuk berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi,” ungkap Hasran.
Sejumlah produk unggulan ekspor Indonesia ke AS, seperti pakaian jadi, alas kaki, kerajinan, furnitur, peralatan listrik, ban karet, televisi dan radio, bahan kimia dasar, serta tas telah menghadapi beban biaya yang tinggi. Meningkatnya biaya pengiriman semakin memperkecil margin keuntungan eksportir Indonesia, memperbesar risiko tekanan terhadap sektor perdagangan nasional.
Namun demikian, Hasran menekankan bahwa besarnya dampak terhadap Indonesia sangat bergantung pada seberapa lama penutupan Selat Hormuz berlangsung. Jika hanya berlangsung sementara, tekanan mungkin masih dapat ditangani.
"Namun, jika berkepanjangan, tekanan terhadap sektor perdagangan, logistik, dan rantai pasok akan semakin memburuk," ramalnya.
Indonesia sendiri mencatat surplus neraca perdagangan selama lima tahun berturut-turut. Pada Mei 2025, surplus tercatat sebesar US$4,9 miliar, melonjak 2.962% secara bulanan dibandingkan April 2025 yang hanya US$160 juta. Ini menjadi surplus bulanan tertinggi dalam dua tahun terakhir. Namun, capaian ini berpotensi terancam jika konflik terus bereskalasi.
Hasran kemudian menekankan pentingnya peran aktif pemerintah dalam mendorong upaya diplomatik untuk meredakan ketegangan. Selain itu, dia juga mendorong penghapusan hambatan non-tarif pada impor pangan dan barang strategis.
"Penghapusan hambatan non-tarif dalam sektor tersebut sudah sejak lama menjadi sesuatu yang layak dipertimbangkan. Ini mengingat dampak yang muncul ialah biaya tambahan, waktu yang lebih panjang dan inefisiensi rantai pasok," pungkasnya. (H-3)
Penutupan jalur penting pengiriman minyak itu telah beberapa kali disuarakan oleh otoritas Iran sebagai tanggapan terhadap serangan Israel.
Tiongkok mengimbau komunitas global untuk memperkuat upaya menurunkan ketegangan dan mencegah krisis regional berdampak lebih luas.
Ketahanan energi merupakan salah satu prioritas utama dalam visi pembangunan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto ke depan.
"Indonesia harus menunjukkan kesiapan dan ketanggapan dalam menghadapi dampak lanjutan dari dinamika kawasan Timur Tengah.
PRESIDEN Joko Widodo menginstruksikan seluruh kepala daerah di Indonesia untuk ikut memerangi narkoba
KETEGANGAN geopolitik di Timur Tengah, khususnya konflik antara Israel dan Iran serta potensi penutupan Selat Hormuz, menjadi perhatian serius pemerintah Indonesia.
eskalasi konflik antara Israel dan Iran berujung pada potensi penutupan Selat Hormuz. Hal ini memicu lonjakan biaya logistik secara signifikan.
Mengutip laporan dari Deutsche Bank harga minyak mentah dunia bahkan diproyeksikan bisa melonjak hingga US$120 per barel.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved