Kerja Negosiasi belum Selesai

17/7/2025 05:00

AKHIRNYA Indonesia berhasil menata kembali satu per satu tatanan perdagangan luar negerinya di tengah ketidakpastian global yang masih terjadi.

Dari masuknya Indonesia dalam poros ekonomi BRICS, disepakatinya kerja sama bebas tarif bagi produk Indonesia ke negara-negara Uni Eropa, hingga keputusan final tarif impor 19% yang dikenai Amerika Serikat (AS) kepada Indonesia.

Ada yang lempeng, ada pula yang alot dalam proses perundingannya. Untuk masuk poros ekonomi BRICS yang beranggotakan Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan, jalan Indonesia termasuk lempeng mengingat aliansi itu didominasi oleh kelompok negara berkembang. Menariknya, kelompok negara itu mewakili sekitar 40% populasi dunia, hampir menguasai seperempat produk domestik bruto (PDB) secara global.

Begitu pula dengan perdagangan luar negeri ke Uni Eropa. Meski sempat berlarut-larut pembahasannya hingga 10 tahun, Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) akhirnya disepakati. Kesamaan nasib membuat pembahasan kali ini berlangsung kilat mengingat Indonesia dan Uni Eropa sama-sama kena tarif impor yang teramat tinggi dari Amerika Serikat (AS).

Jika jalan negosiasi untuk dua kerja sama itu terbilang mulus, tak demikian saat Indonesia berhadapan dengan AS. Alot, bahkan beberapa kali Indonesia harus bermanuver agar AS tak bisa seenaknya mendikte Indonesia.

Hasil yang didapat pun tak sepenuhnya bikin hati nyaman. AS akhirnya menurunkan tarif impor untuk Indonesia, dari 32% menjadi 19%. Timbal baliknya, produk-produk AS ke Indonesia tak kena tarif apa pun.

AS beralasan masih tingginya defisit neraca dagang dari Indonesia membuat 'Negeri Paman Sam' tetap harus memberlakukan tarif impor. Indonesia bisa bebas tarif impor jika mau membangun pabrik di AS, demikian syarat yang diajukan Presiden Donald Trump.

Adilkah hasil yang didapat bagi kedua negara dari perundingan itu? Pemeo lama mengatakan, prinsip dasar perundingan ialah jalan untuk berbagi kemenangan, bukan kemenangan mutlak salah satu pihak. Kemenangan itu dibagi rata agar tiap pihak sama-sama senang, tentunya diikuti dengan berbagi kewajiban yang harus dipenuhi para pihak.

Jika melihat hasil deal dengan AS, tentu tetap ada rasa tidak puas bagi kita. Semua negara pasti mengharapkan produk mereka kompetitif dan bisa diserap pasar secara sama. Jika ada komoditas unggulan AS yang bisa masuk Indonesia tanpa hambatan tarif, begitu pula mestinya 'Negeri Paman Sam' memberlakukan produk unggulan kita.

Namun, prinsip yang sama bisa saja tumbuh dalam benak pemerintahan Trump. Jika model perdagangan kedua negara sama-sama tanpa tarif, mestinya hasilnya seimbang. Jikapun ada selisih, selisih itu tidak jomplang. AS melihat bahwa dengan pengenaan tarif 19% itu keseimbangan neraca dagang bisa dicapai setelah bertahun-tahun surplus untuk kita dan defisit bagi mereka.

Namun, sulit rasanya bila tiap-tiap pihak tak mau beringsut dari sikap masing-masing. AS sebagai negara dengan skala ekonomi terbesar di dunia jelas ingin memproteksi ekonomi mereka. Bagi AS, khususnya Trump, kesepakatan perdagangan bebas dunia lebih banyak mudaratnya ketimbang manfaatnya. Karena itu, mereka dengan santai keluar dari kesepakatan perdagangan bebas sembari mengobarkan perang tarif.

Bagi Indonesia, tidak banyak pilihan. Tetap melawan dengan risiko babak belur atau berunding demi agar tidak muncul kerusakan yang lebih parah. Kita akhirnya memilih untuk berunding, alih-alih berkonfrontasi.

Karena itu, apa yang telah dicapai lewat perundingan dengan AS ialah pilihan terbaik di antara yang buruk-buruk. Kini, tinggal bagaimana kita mengawal putusan itu sembari mencari jalan agar kita tak melulu bergantung pada segelintir tempat dalam memasarkan produk-produk unggulan kita. Di tengah tatanan dunia yang dipenuhi dengan ketidakpastian, ketidakadilan, dan ketidakseimbangan, yang dibutuhkan ialah kecerdasan dalam bertindak dan kecakapan berdiplomasi.

Kita memang telah berhasil memangkas tarif timbal balik AS, tapi masih teramat dini untuk mengeklaim kemenangan. Kita masih tetap harus bekerja keras mencerdaskan diplomasi, memperbaiki negosiasi, dan cerdas membuat diversifikasi karena kerja masih jauh dari kata selesai.

 

 



Berita Lainnya
  • Setop Penyakit Laten Aksi Oplosan

    16/7/2025 05:00

    BARANG oplosan bukanlah fenomena baru di negeri ini. Beragam komoditas di pasaran sudah akrab dengan aksi culas itu.

  • Revisi KUHAP tanpa Cacat

    15/7/2025 05:00

    DPR dan pemerintah bertekad untuk segera menuntaskan revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Semangat yang baik, sebenarnya.

  • Cari Solusi, bukan Cari Panggung

    14/7/2025 05:00

    PERSAINGAN di antara para kepala daerah sebenarnya positif bagi Indonesia. Asal, persaingan itu berupa perlombaan menjadi yang terbaik bagi rakyat di daerah masing-masing.

  • Awas Ledakan Pengangguran Sarjana

    12/7/2025 05:00

    DALAM dunia pendidikan di negeri ini, ada ungkapan yang telah tertanam berpuluh-puluh tahun dan tidak berubah hingga kini, yakni ganti menteri, ganti kebijakan, ganti kurikulum, ganti buku.

  • Mencurahkan Hati untuk Papua

    11/7/2025 05:00

    JULUKAN ‘permata dari timur Indonesia’ layak disematkan untuk Pulau Papua.

  • Bukan Bangsa Pelanduk

    10/7/2025 05:00

    Indonesia perlu bersikap tegas, tapi bijaksana dalam merespons dengan tetap menjaga hubungan baik sambil memperkuat fondasi industri dan diversifikasi pasar.

  • Bansos bukan untuk Judol

    09/7/2025 05:00

    IDAK ada kata lain selain miris setelah mendengar paparan PPATK terkait dengan temuan penyimpangan penyaluran bantuan sosial (bansos).

  • Dicintai Rakyat Dibenci Penjahat

    08/7/2025 05:00

    KEJAKSAAN Agung (Kejagung) bukan lembaga yang menakutkan. Terkhusus bagi rakyat, terkecuali bagi penjahat.

  • Investasi Enggan Melesat

    07/7/2025 05:00

    PEMERINTAHAN Presiden Prabowo Subianto tampaknya mulai waswas melihat prospek pencapaian target pertumbuhan ekonomi 8% pada 2028-2029.

  • Di Laut, Kita Dikepung Petaka

    05/7/2025 05:00

    LAGI dan lagi, publik terus saja dikagetkan oleh peristiwa kecelakaan kapal di laut. Hanya dalam sepekan, dua kapal tenggelam di perairan Nusantara.

  • Jangan Menyerah Lawan Kekejian Israel

    04/7/2025 05:00

    MEMBICARAKAN kekejian Israel adalah membicarakan kekejian tanpa ujung dan tanpa batas.

  • Musim Potong Hukuman Koruptor

    03/7/2025 05:00

    SINDIRAN bahwa negeri ini penyayang koruptor kian menemukan pembenaran. Pekik perang terhadap korupsi yang cuma basa-basi amat sulit diingkari.

  • Menjerat Penjaja Keadilan

    02/7/2025 05:00

    ADA angin segar dalam penegakan hukum terhadap koruptor.

  • Lagu Lama Korupsi Infrastruktur

    01/7/2025 05:00

    PROYEK pembangunan ataupun pembenahan terkait dengan jalan seperti menjadi langganan bancakan untuk dikorupsi.

  • Mendesain Ulang Pemilu

    30/6/2025 05:00

    MAHKAMAH Konstitusi kembali menghasilkan putusan progresif terkait dengan penyelenggaraan pemilu di Indonesia