Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
SINDIRAN bahwa negeri ini penyayang koruptor kian menemukan pembenaran. Pekik perang terhadap korupsi yang cuma basa-basi amat sulit diingkari. Mulai kasus yang kerap tebang pilih, vonis ringan, hingga remisi berulang-ulang bagi koruptor nyaris seperti nyanyian parau yang tak kunjung berhenti.
Kasus terkini menghinggapi Setya Novanto, yang akrab dipanggil Setnov. Mantan Ketua DPR RI yang terbukti bersalah melakukan korupsi proyek KTP-E dan merugikan negara sebesar Rp2,3 triliun itu mendapat diskon hukuman lagi.
Hal itu berkat putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Setnov. Dalam putusannya pada 4 Juni 2025 dan dipublikasikan kemarin, di laman Kepaniteraan MA, hukuman Setnov yang semula 15 tahun kini dipangkas menjadi 12,5 tahun.
Selain itu, majelis hakim yang terdiri atas Surya Jaya sebagai ketua dan Sinintha Yuliansih Sibarani serta Sigid Triyono sebagai anggota itu memberikan diskon pada pencabutan hak politik Setnov, dari yang semula lima tahun menjadi 2,5 tahun.
Setnov dan para pendukungnya bisa saja berkelit bahwa masa pembebasannya baru akan jatuh pada pertengahan 2029 yang artinya sudah melewati masa pendaftaran peserta pemilu. Namun, semua itu gampang dipercepat lagi dengan remisi berulang-ulang seperti yang sudah didapat Setnov tiap Idul Fitri dan HUT RI sejak 2023.
Pada Idul Fitri 2023 dan 2024, ia mendapat potongan masa tahanan masing-masing 30 hari. Tahun ini, ia mendapat remisi lagi meski sampai kini jumlahnya tidak juga diungkap. Bahkan, pada HUT ke-78 RI, Setnov mendapat ‘kado besar’ remisi tiga bulan.
Semua itu didapat tanpa Setnov membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan, yang sebenarnya merupakan syarat untuk mendapatkan pemotongan masa tahanan. Hingga kini, utang uang pengganti itu masih sekitar Rp49 miliar.
Karena itu, jangan heran jika pada jangka waktu dua tahun ke depan, Setnov bakal mudah mengumpulkan diskon masa tahanan lagi lewat remisi-remisi. Akhirnya, bisa saja ia bakal menghirup udara bebas sebelum masa pendaftaran peserta Pemilu 2029 ditutup.
Sebab itu, pantaslah ia kita sebut koruptor kesayangan Indonesia. 'Kesaktian' Setnov tidak hanya berlaku pada MA, tapi juga dari waktu ke waktu, dari rezim ke rezim.
Setnov menjadi cermin besar bahwa di tangan MA, koruptor kerap mendapat bonus. MA seperti enggan untuk segendang sepenarian dengan tekad Presiden Prabowo yang akan memburu koruptor hingga ke Antartika.
Putusan cabang yudikatif tertinggi di negeri ini bak menggelar karpet merah bagi koruptor, alih-alih mengasah pedang untuk menebas korupsi. Tidak mengherankan bila obral diskon hukuman terhadap koruptor seperti itu berlanjut, bakal lahir 'Setnov-Setnov' lainnya pada masa kini dan mendatang.
Publik yang selama berteriak agar para koruptor tak diganjar remisi malah kian masygul karena bukannya remisi berhenti, melainkan malah diberi bonus potongan hukuman. Bila pedang pembabat korupsi kian tumpul, harapan terakhir ada di pundak rakyat.
Rakyat harus menjadi garda terakhir perang melawan korupsi. Caranya dengan pantang melupakan dosa para koruptor. Kita pantang pula tergiur oleh janji manis mereka dalam kesempatan apa pun, baik di panggung politik maupun panggung-panggung lainnya. Kita kucilkan koruptor agar sanksi sosial bisa hidup kembali, agar suar melawan korupsi menyala lagi.
PROYEK pembangunan ataupun pembenahan terkait dengan jalan seperti menjadi langganan bancakan untuk dikorupsi.
MAHKAMAH Konstitusi kembali menghasilkan putusan progresif terkait dengan penyelenggaraan pemilu di Indonesia
MENTERI sejatinya dan semestinya adalah pembantu presiden. Kerja mereka sepenuhnya didedikasikan untuk membantu kepala negara mengatasi berbagai persoalan bangsa.
GENCATAN senjata antara Iran dan Israel yang tercapai pada Senin (23/6) malam memang kabar baik.
KITAB Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang bermartabat haruslah mengutamakan perlindungan menyeluruh atas hak-hak warga.
PRESIDEN Prabowo Subianto akhirnya menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2025 tentang Penanganan Secara Khusus dan Pemberian Penghargaan bagi Saksi Pelaku, akhir pekan lalu.
ADA-ADA saja dalih yang diciptakan oleh Amerika Serikat (AS) untuk menyerbu negara lain.
PENGESAHAN Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) adalah sebuah keniscayaan.
VONIS yang baru saja dijatuhkan kepada para pelaku mafia hukum dalam perkara Ronald Tannur kian menunjukkan dewi keadilan masih jauh dari negeri ini
ESKALASI konflik antara Iran dan Israel tidak menunjukkan tanda-tanda surut.
KITA sebenarnya sudah kenyang dengan beragam upaya manipulasi oleh negara. Namun, kali ini, rasanya lebih menyesakkan.
GENAP lima bulan Paulus Tannos ditangkap lembaga antikorupsi Singapura, Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB).
PEREBUTAN empat pulau antara Provinsi Aceh dan Sumatra Utara belakangan menyesaki ruang informasi publik.
KEADILAN di negeri ini sudah menjadi komoditas yang kerap diperjualbelikan. Hukum dengan mudah dibengkokkan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved