Headline
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
PENGESAHAN Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) adalah sebuah keniscayaan. RUU PPRT menjadi undang-undang merupakan sesuatu yang harus terjadi dan sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Apalagi, Presiden Prabowo Subianto sudah memberikan angin segar. Presiden akan membereskan RUU PPRT dalam tiga bulan. Komitmen tersebut disampaikan oleh Kepala Negara saat menghadiri peringatan Hari Buruh Internasional di Lapangan Monas, Jakarta, pada 1 Mei lalu.
Itu artinya, RUU PPRT mesti disahkan oleh DPR pada 1 Agustus mendatang. Jika lewat dari itu, sama saja janji tersebut tercederai. Ujung-ujungnya, kredibilitas pemerintahan yang didukung oleh banyak partai di parlemen tentu akan rusak dan terganggu.
Kekhawatiran tersebut harus diakui masih terselip di hati publik meski sudah ada janji dari Presiden. Hal itu merupakan cerminan dari trauma masa lalu masyarakat, terutama aktivis pekerja rumah tangga, yang berulang kali disiram janji-janji palsu.
Pada periode DPR 2019-2024, Badan Legislasi sempat menjadikan RUU ini sebagai inisiatif DPR. Tinggal satu langkah lagi, tetapi tidak juga disahkan setelah 20 tahun penantian. Akibatnya, RUU PPRT yang berkategori non-carry over harus diulang dari nol oleh DPR berikutnya.
Inilah yang kemudian dikhawatirkan, terjadi siklus pemberian janji, penundaan, hingga berujung pada pengabaian. Oleh karena itu, saat momentum Hari Pekerja Rumah Tangga Sedunia pada 16 Juni lalu, mereka mendesak agar Badan Legislasi DPR segera menuntaskan pengesahan RUU PPRT.
Secara esensi, RUU PPRT hadir untuk memperjelas relasi kerja antara pekerja rumah tangga dan pemberi kerja (majikan) agar tidak terjadi ketimpangan. Selama ini, posisi pekerja rumah tangga terbilang lemah karena harus bekerja dan melayani majikan kapan saja diperintahkan.
Dengan memperjelas relasi, maka keadilan dan kesetaraan dapat diwujudkan. Hal ini tentu sesuai dengan nilai-nilai keindonesiaan yang menjunjung tinggi martabat manusia dan menghormati hak asasi setiap warga negara.
Alangkah eloknya jika semangat tersebut di atas juga dijiwai oleh para wakil rakyat. Para pekerja rumah tangga tidak minta untuk diistimewakan, apalagi sampai mempersulit majikan, mereka hanya minta kesetaraan.
Tuntutan itu sejatinya tidaklah berlebihan. Mereka hanya menuntut satu hal yang sederhana tapi mendasar, yakni kesetaraan sebagai sesama manusia dan warga negara. Seharusnya tidak perlu sampai menunggu lebih dari dua dasawarsa untuk mengesahkan RUU PPRT.
Seandainya ada kekhawatiran bahwa RUU tersebut jauh dari esensi kelahirannya, Baleg DPR yang kini tengah mengebut rapat dengar pendapat (RDP) terkait dengan pembahasan RUU PPRT bisa menyaringnya sedemikian rupa agar berjalan di rel yang benar.
Yang tidak kalah pentingnya ialah jangan sampai kejadian yang silam terulang kembali. Ketika itu RUU PPRT sudah menjadi inisiatif DPR, surat presiden (surpres) telah diterbitkan, daftar inventarisasi masalah (DIM) sudah diberikan, tapi malah ditahan oleh pimpinan dewan.
Kita tidak ingin semakin berlarut-larutnya RUU itu, kian berbiak pula kekerasan dan kesemena-menaan terhadap para PRT. Siklus kekerasan terhadap PRT hingga kini nyaris tak pernah berhenti karena kekosongan undang-undang yang melindungi mereka.
Dalam kurun tiga tahun sejak 2021 hingga 2024 saja, sudah lebih dari 3.000 kasus kekerasan terhadap PRT dilaporkan. Maka, putuskan siklus itu dengan mengisi perlindungan kepada para PRT melalui undang-undang. Jangan membiarkan kekosongan perlindungan terhadap PRT terus terjadi, dengan menambah lagi janji kosong yang tak kunjung ditepati.
VONIS yang baru saja dijatuhkan kepada para pelaku mafia hukum dalam perkara Ronald Tannur kian menunjukkan dewi keadilan masih jauh dari negeri ini
ESKALASI konflik antara Iran dan Israel tidak menunjukkan tanda-tanda surut.
KITA sebenarnya sudah kenyang dengan beragam upaya manipulasi oleh negara. Namun, kali ini, rasanya lebih menyesakkan.
GENAP lima bulan Paulus Tannos ditangkap lembaga antikorupsi Singapura, Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB).
PEREBUTAN empat pulau antara Provinsi Aceh dan Sumatra Utara belakangan menyesaki ruang informasi publik.
KEADILAN di negeri ini sudah menjadi komoditas yang kerap diperjualbelikan. Hukum dengan mudah dibengkokkan.
ADA petuah bijak bahwa angka tidak pernah berbohong. Dalam bahasa Inggris, petuah itu berbunyi numbers never lie.
PERILAKU koruptif lebih didorong hasrat ketamakan dalam diri pelakunya (corruption by greed) ketimbang karena kebutuhan.
SUDAH semestinya negara selalu tunduk dan taat kepada konstitusi, utamanya menjaga keselamatan rakyat dan wilayah, serta memastikan hak dasar masyarakat dipenuhi.
UPAYA memberantas korupsi di negeri ini seperti tidak ada ujungnya. Tiap rezim pemerintahan mencetuskan tekad memberantas korupsi.
PERILAKU korupsi di negeri ini sudah seperti kanker ganas. Tidak mengherankan bila publik kerap dibuat geleng-geleng kepala oleh tindakan culas sejumlah pejabat.
DI tengah kondisi ekonomi yang sedang tidak baik-baik saja, soliditas di antara para punggawa pemerintah sangat dibutuhkan.
DALAM semua kondisi ancaman bahaya, kepanikan dan kelengahan sama buruknya. Keduanya sama-sama membuahkan petaka karena membuat kita tak mampu mengambil langkah tepat.
PANCASILA telah menjadi titik temu semua kekuatan politik di negeri ini.
JATUHNYA korban jiwa akibat longsor tambang galian C Gunung Kuda di Cirebon, Jawa Barat, menjadi bukti nyata masih amburadulnya tata kelola tambang di negeri ini.
PANCASILA lahir mendahului proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Tujuannya untuk memberi landasan langkah bangsa dari mulai hari pertama merdeka.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved