Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
KITA sebenarnya sudah kenyang dengan beragam upaya manipulasi oleh negara. Namun, kali ini, rasanya lebih menyesakkan. Upaya manipulasi yang kini dilakukan bukan lagi sekadar soal angka-angka ekonomi, data penduduk, suara pemilih, atau beragam hal lain di seputar isu politik, melainkan menyangkut masa lampau. Tentang sejarah.
Itu pun bukan sekadar satu catatan sejarah. Ada banyak rangkaian sejarah, ada rentetan peristiwa besar yang terjadi di negeri ini yang tampaknya sedang coba diutak-atik melalui proyek penulisan ulang sejarah Indonesia. Proyek ini dimotori Kementerian Kebudayaan, khususnya Menteri Kebudayaan Fadli Zon.
Sedari awal, rencana penulisan ulang sejarah itu sudah menuai polemik. Awalnya hanya berkisar pada istilah-istilah yang dipakai, yang tidak sesuai dengan istilah keilmuwan, yang bahkan sampai membuat seorang profesor sejarah memilih mundur. Namun, seiring waktu, polemik terus berkembang, bahkan mengarah pada kaburnya sejarah yang dimasukkan.
Hal tersebut terutama terlihat pada jilid 9 yang berisi sejarah Indonesia di masa Orde Baru. Bab ke-7 dari total 8 bab pada jilid itu sekilas terlihat sebagai upaya keberimbangan, walau sangat minim, dengan dimuatnya tragedi HAM yang terjadi di masa Orde Baru.
Akan tetapi, peristiwa berdarah yang dimasukkan pun hanya Tanjung Priok 1984 dan Talangsari 1989. Tidak ada sejarah tentang krisis moneter 1997, kerusuhan dan pemerkosaan massal 1998, penghilangan paksa aktivis 1997-1998, juga tragedi Trisakti serta Semanggi I dan II. Padahal tragedi-tragedi HAM tersebut termuat dalam buku sejarah yang ada di sekolah-sekolah.
Penghilangan sejumlah peristiwa pada periode-periode tertentu itu jelas merupakan upaya manipulasi teks sejarah. Apalagi kemudian muncul pula pernyataan dari Menbud Fadli Zon yang menyangkal telah terjadi kekerasan seksual dan pemerkosaan massal dalam peristiwa Mei 1998. Menurutnya, itu hanyalah rumor karena ketiadaan bukti.
Pernyataan yang kemudian mendapat protes keras dari masyarakat sipil tersebut makin menegaskan keyakinan bahwa memang ada upaya pembelokan sejarah sesuai dengan kehendak penguasa. Fadli Zon dianggap tak punya sedikit pun empati terhadap korban sekaligus mengaburkan fakta yang menjadi kesimpulan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Peristiwa Kerusuhan Mei 1998.
Dalam salah satu kesimpulan TGPF dikatakan, "Dari sejumlah kasus yang dapat diverifikasi, dapat disimpulkan telah terjadi pemerkosaan yang dilakukan terhadap sejumlah perempuan oleh sejumlah pelaku di berbagai tempat yang berbeda dalam waktu yang sama atau hampir bersamaan."
Amat wajar bila kemudian masyarakat menduga-duga ada tujuan apa di balik kasak-kusuk pemerintah berupaya memanipulasi atau membelokkan penulisan sejarah. Kesan yang tertangkap dari upaya ngotot tersebut justru membuktikan adagium lawas yang berbunyi, ‘sejarah ditulis oleh pemenang’, memang benar adanya.
Sejujurnya hal tersebut sangat berbahaya karena sejarah yang dibelokkan dapat dijadikan legitimasi oleh penguasa untuk menghapus dosa-dosa masa lalu. Yang tak kalah mencemaskan, boleh jadi pula pengaburan sejarah itu berkelindan dengan pengejaran ambisi atau kepentingan politik sesaat.
Dugaan dan kecurigaan publik semacam itu semestinya tak dianggap sepele pemerintah. Mereka harus responsif terhadap segala bentuk protes dan kritik atas dugaan adanya rekayasa penulisan ulang sejarah tersebut.
Sejarah sejatinya bukan milik pemenang, bukan semata kepunyaan penguasa. Penulisan sejarah semestinya disusun secara objektif berdasarkan fakta sebenarnya. Sejarah yang melenceng harus diluruskan. Jangan sebaliknya, sejarah yang sudah lurus malah dibelok-belokkan.
Berbagai unsur pemerintah pun sontak berusaha mengklarifikasi keterangan dari AS soal data itu.
EKS marinir TNI-AL yang kini jadi tentara bayaran Rusia, Satria Arta Kumbara, kembali membuat sensasi.
SEJAK dahulu, koperasi oleh Mohammad Hatta dicita-citakan menjadi soko guru perekonomian Indonesia.
MUSIBAH bisa datang kapan pun, menimpa siapa saja, tanpa pernah diduga.
MEGAPROYEK pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) pada awalnya adalah sebuah mimpi indah.
PROSES legislasi Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Hukum Acara Pidana menunjukkan lagi-lagi DPR dan pemerintah mengabaikan partisipasi publik.
DIBUKANYA keran bagi rumah sakit asing beroperasi di Indonesia laksana pedang bermata dua.
AKHIRNYA Indonesia berhasil menata kembali satu per satu tatanan perdagangan luar negerinya di tengah ketidakpastian global yang masih terjadi.
BARANG oplosan bukanlah fenomena baru di negeri ini. Beragam komoditas di pasaran sudah akrab dengan aksi culas itu.
DPR dan pemerintah bertekad untuk segera menuntaskan revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Semangat yang baik, sebenarnya.
PERSAINGAN di antara para kepala daerah sebenarnya positif bagi Indonesia. Asal, persaingan itu berupa perlombaan menjadi yang terbaik bagi rakyat di daerah masing-masing.
DALAM dunia pendidikan di negeri ini, ada ungkapan yang telah tertanam berpuluh-puluh tahun dan tidak berubah hingga kini, yakni ganti menteri, ganti kebijakan, ganti kurikulum, ganti buku.
JULUKAN ‘permata dari timur Indonesia’ layak disematkan untuk Pulau Papua.
Indonesia perlu bersikap tegas, tapi bijaksana dalam merespons dengan tetap menjaga hubungan baik sambil memperkuat fondasi industri dan diversifikasi pasar.
IDAK ada kata lain selain miris setelah mendengar paparan PPATK terkait dengan temuan penyimpangan penyaluran bantuan sosial (bansos).
KEJAKSAAN Agung (Kejagung) bukan lembaga yang menakutkan. Terkhusus bagi rakyat, terkecuali bagi penjahat.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved