Headline
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
PERILAKU korupsi di negeri ini sudah seperti kanker ganas. Tidak mengherankan bila publik kerap dibuat geleng-geleng kepala oleh tindakan culas sejumlah pejabat. Belum selesai terheran-heran dengan perilaku lancung sebelum-sebelumnya, publik kembali dibuat geleng-geleng kepala oleh tindakan terbaru.
Itulah yang terjadi ketika sejumlah pegawai Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) ditangkap lantaran memeras tenaga kerja asing (TKA). Aksi tersebut berlangsung tidak hanya bilangan tahun dalam hitungan jari, tapi sudah terjadi lebih dari satu dekade. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga pemerasan terhadap TKA itu sudah berlangsung sejak 2012. Duit yang terkumpul diperkirakan mencapai lebih dari Rp53 miliar.
Sejauh ini, KPK sudah menetapkan delapan pejabat maupun bekas pejabat Direktorat Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) Kemenaker sebagai tersangka. Dari uang hasil pemerasan itu, mereka juga menggelar pesta makan-makan dan bagi-bagi kepada seluruh pegawai hingga office boy Direktorat PPTKA. Ada sekitar Rp9 miliar uang diduga hasil korupsi yang ditebar kepada sekitar 80 pegawai.
Para pejabat di direktorat itu seakan hendak berbagi dosa kepada seluruh pegawai, sekaligus hendak menjadikan aksi berbagi uang hasil pemerasan sebagai kebiasaan. Maka, uang hasil gratifikasi dan pemerasan pun akan dianggap sebagai rezeki yang mesti dibagi. Padahal, aksi bagi-bagi itu adalah upaya membuat rekan kerja tutup mulut dan tidak banyak cingcong karena sudah mendapat bagian dari sebuah tindak pidana.
Modus mereka sebenarnya bukanlah barang baru. Mereka memanfaatkan celah dan kewenangan yang dimiliki dalam penerbitan izin bagi TKA. Celah itu pun dipakai dengan cara memperlambat proses perizinan bagi TKA yang tidak memberi uang pelicin.
Padahal, sebagai aparatur negara, sudah seyogianya mereka melayani publik secepat dan sebaik mungkin. Mereka juga sudah mendapatkan gaji beserta tunjangan dari uang rakyat untuk menjalankan pekerjaan dan pelayanan sebaik-baiknya. Toh, yang dikerjakan sebetulnya bukan pekerjaan tambahan, bukan lembur, melainkan murni bagian dari tugas pokok mereka.
Hal itu kian menegaskan bahwa masih saja ada birokrat kita yang berprinsip, kalau bisa dipersulit, kenapa dipermudah. Kelakuan jorok para pegawai negara yang beberapa kali menjadi keprihatinan Presiden Prabowo Subianto itu memang benar-benar terbukti adanya.
Meskipun nilainya tidak sedahsyat kasus megakorupsi yang mencapai triliunan rupiah, negara tidak boleh menganggap enteng. Penindakan harus tetap dilakukan tanpa pandang bulu. Kendati sudah sangat lambat, pemerintah tetap harus segera menutup celah bagi terjadinya aksi serupa. Aksi pemerasan oleh aparat negara harus dihentikan, baik terhadap warga negara lokal maupun asing.
Reformasi birokrasi yang sudah digaungkan sejak dua dekade lalu nyatanya tetap menyisakan praktik klasik, yakni kegagalan menciptakan abdi negara yang mampu mewujudkan integritas. Karena itu, demi merealisasikannya, sistem mesti diimplementasikan secara ketat. Minimalkan persinggungan manusia dalam segala pengurusan izin. Cukup antara pemohon dan sistem berbasis teknologi yang bekerja.
Dengan demikian, tidak ada lagi yang bisa memperlambat atau memperkilat penyelesaian permohonan lantaran ada atau tidaknya rasywah. Sepanjang seluruh persyaratan memadai, izin harus dikeluarkan. Kalau ada syarat yang kurang, silakan untuk dilengkapi. Jika tidak bersedia melengkapi, jangan harap izin bisa keluar.
Penggunaan teknologi akan menghambat tumbuh kembangnya perilaku korup. Teknologi tidak bisa membelok-belokkan sistem yang ada sesuai keinginan maupun bayaran. Hanya manusia yang bisa melakukan itu. Maka, jangan ragu lagi untuk bertindak dan merealisasikan reformasi birokrasi seutuhnya, karena itulah yang akan mengamputasi kanker ganas korupsi.
VONIS yang baru saja dijatuhkan kepada para pelaku mafia hukum dalam perkara Ronald Tannur kian menunjukkan dewi keadilan masih jauh dari negeri ini
ESKALASI konflik antara Iran dan Israel tidak menunjukkan tanda-tanda surut.
KITA sebenarnya sudah kenyang dengan beragam upaya manipulasi oleh negara. Namun, kali ini, rasanya lebih menyesakkan.
GENAP lima bulan Paulus Tannos ditangkap lembaga antikorupsi Singapura, Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB).
PEREBUTAN empat pulau antara Provinsi Aceh dan Sumatra Utara belakangan menyesaki ruang informasi publik.
KEADILAN di negeri ini sudah menjadi komoditas yang kerap diperjualbelikan. Hukum dengan mudah dibengkokkan.
ADA petuah bijak bahwa angka tidak pernah berbohong. Dalam bahasa Inggris, petuah itu berbunyi numbers never lie.
PERILAKU koruptif lebih didorong hasrat ketamakan dalam diri pelakunya (corruption by greed) ketimbang karena kebutuhan.
SUDAH semestinya negara selalu tunduk dan taat kepada konstitusi, utamanya menjaga keselamatan rakyat dan wilayah, serta memastikan hak dasar masyarakat dipenuhi.
UPAYA memberantas korupsi di negeri ini seperti tidak ada ujungnya. Tiap rezim pemerintahan mencetuskan tekad memberantas korupsi.
DI tengah kondisi ekonomi yang sedang tidak baik-baik saja, soliditas di antara para punggawa pemerintah sangat dibutuhkan.
DALAM semua kondisi ancaman bahaya, kepanikan dan kelengahan sama buruknya. Keduanya sama-sama membuahkan petaka karena membuat kita tak mampu mengambil langkah tepat.
PANCASILA telah menjadi titik temu semua kekuatan politik di negeri ini.
JATUHNYA korban jiwa akibat longsor tambang galian C Gunung Kuda di Cirebon, Jawa Barat, menjadi bukti nyata masih amburadulnya tata kelola tambang di negeri ini.
PANCASILA lahir mendahului proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Tujuannya untuk memberi landasan langkah bangsa dari mulai hari pertama merdeka.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved