Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
PERJUANGAN kaum perempuan di negeri ini adalah perjuangan yang panjang, bahkan teramat panjang. Ketidaksetaraan masih menjadi isu utama dalam relasi antara perempuan dan laki-laki. Suka atau tidak suka, dunia masih dikuasai laki-laki. Terima atau tidak, budaya patriarki masih kuat membelit bangsa ini.
Padahal Raden Ajeng (RA) Kartini telah memperjuangkan emansipasi sejak lebih dari satu abad silam. Namun, perjuangan kesetaraan masih sekadar pemanis pidato setiap memperingati Hari Kartini. Emansipasi kerap menjadi basa-basi retorika politik. Setelah pidato selesai, dunia kembali berputar dengan berpusat pada hegemoni maskulinitas. Perempuan, lagi-lagi, terabaikan.
Di berbagai sektor, perempuan masih banyak termarginalkan atau dimarginalkan. Di bidang politik, misalnya, meskipun kebijakan afirmasi untuk menciptakan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30% dalam politik sudah diundangkan, faktanya teramat sulit untuk mewujudkan itu.
Contohnya, pada Pemilu 2024 lalu, sebanyak 17 dari 18 partai politik peserta pemilu tidak memenuhi syarat keterwakilan perempuan 30% di setiap daerah pemilihan. Itu artinya hanya satu partai politik yang memenuhi kuota minimal pencalonan anggota legislatif perempuan 30%. Lantas bagaimana kita berharap keterwakilan perempuan di bidang politik yang signifikan untuk mendorong sebuah agenda perubahan?
Di sektor lain, diskriminasi terhadap kaum perempuan juga masih banyak terjadi. Ancaman, pelecehan, dan kekerasan terhadap perempuan tetap menjadi tembok persoalan yang seolah tak bisa dibongkar. Bahkan itu masih masif terjadi hingga kini ketika Republik ini sudah punya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
Tidak di rumah, tidak di ruang-ruang pendidikan, kesehatan, perempuan kerap menjadi korban kekerasan dan kejahatan, baik fisik, psikis, maupun seksual. Seakan tidak ada ruang aman bagi perempuan. Jangankan untuk memperjuangkan kesetaraan, sekadar berjuang demi keamanan dan kenyamanan hidup mereka saja perlu pengorbanan besar.
Karena itu, perjuangan kaum perempuan jelas masih panjang. Butuh effort yang luar biasa untuk bisa menempatkan kaum perempuan seperti cita-cita Kartini, yakni berdiri setara dan sejajar dengan kaum laki-laki. Negara harus serius menangani ini, apalagi persoalan yang mendera kaum perempuan seperti tak kunjung menemukan jalan keluar.
Akan tetapi, semata berharap kepada negara untuk serius memberdayakan perempuan ibarat kita berharap seekor rusa memenangi pertarungan melawan singa. Bukan mustahil memang, tapi harapannya sangat kecil. Mengapa begitu? Lihat saja dari satu contoh, yakni perjalanan panjang RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT). Itu adalah regulasi untuk melindungi profesi yang hampir semuanya dilakukan kaum perempuan.
Meski sudah diajukan ke DPR sejak Februari 2004, atau lebih dari 20 tahun lalu, RUU itu masih belum bisa memantik selera wakil rakyat untuk segera mengesahkannya. Sudah 21 tahun lamanya RUU itu digantung tanpa kejelasan. Sampai hari ini pun kita belum melihat ada iktikad baik, terutama dari pimpinan DPR yang notabene dikomandani seorang perempuan, untuk segera membahas dan mengesahkan RUU tersebut.
Apabila tidak ada kesadaran kolektif bangsa untuk serius memberdayakan perempuan, yang terutama mesti diorkestrasi oleh negara, kaum perempuan di Indonesia akan tetap berada di tempat dan posisi yang sama, teronggok di sudut-sudut ruang publik yang terus dikuasai budaya patriarki. Tanpa negara hadir memberikan perlindungan kepada mereka, perempuan bakal terus terpinggirkan.
Tak dimungkiri Indonesia punya perempuan-perempuan hebat yang bisa menjadi kekuatan untuk mengubah nasib mayoritas kaum hawa. Namun, itu bukan alasan bagi negara untuk absen menghadirkan perlindungan dan kesetaraan bagi kaum perempuan. Sungguh memalukan, sudah lebih dari satu abad Kartini memperjuangkan perempuan yang berdaya, tapi sampai hari ini negara masih setengah hati mewujudkannya.
ADA petuah bijak bahwa angka tidak pernah berbohong. Dalam bahasa Inggris, petuah itu berbunyi numbers never lie.
PERILAKU koruptif lebih didorong hasrat ketamakan dalam diri pelakunya (corruption by greed) ketimbang karena kebutuhan.
SUDAH semestinya negara selalu tunduk dan taat kepada konstitusi, utamanya menjaga keselamatan rakyat dan wilayah, serta memastikan hak dasar masyarakat dipenuhi.
UPAYA memberantas korupsi di negeri ini seperti tidak ada ujungnya. Tiap rezim pemerintahan mencetuskan tekad memberantas korupsi.
PERILAKU korupsi di negeri ini sudah seperti kanker ganas. Tidak mengherankan bila publik kerap dibuat geleng-geleng kepala oleh tindakan culas sejumlah pejabat.
DI tengah kondisi ekonomi yang sedang tidak baik-baik saja, soliditas di antara para punggawa pemerintah sangat dibutuhkan.
DALAM semua kondisi ancaman bahaya, kepanikan dan kelengahan sama buruknya. Keduanya sama-sama membuahkan petaka karena membuat kita tak mampu mengambil langkah tepat.
PANCASILA telah menjadi titik temu semua kekuatan politik di negeri ini.
JATUHNYA korban jiwa akibat longsor tambang galian C Gunung Kuda di Cirebon, Jawa Barat, menjadi bukti nyata masih amburadulnya tata kelola tambang di negeri ini.
PANCASILA lahir mendahului proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Tujuannya untuk memberi landasan langkah bangsa dari mulai hari pertama merdeka.
CITRA lembaga penegak hukum dan pemberantasan korupsi di negeri ini masih belum beranjak dari kategori biasa-biasa saja.
PERNYATAAN Presiden Prabowo Subianto soal kemungkinan membuka hubungan diplomatik dengan Israel jika negara itu mengakui negara Palestina merdeka sangat menarik.
SEMBILAN hakim di Mahkamah Konstitusi (MK) lagi-lagi membuat geger. Kali ini, mereka menyasar sistem pendidikan yang berlangsung selama ini di Tanah Air.
Para guru besar fakultas kedokteran juga menganggap PPDS university-based tidak diperlukan mengingat saat ini pendidikan spesialis telah berbasis rumah sakit.
BAHASAN tentang perlunya Indonesia punya aturan untuk mendapatkan kembali kekayaan negara yang diambil para koruptor kembali mengemuka.
Sesungguhnya, problem di sektor pajak masih berkutat pada persoalan-persoalan lama.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved