Headline

Pemerintah belum memastikan reshuffle Noel.

Bau tak Sedap dari Ruang Sidang

18/1/2025 05:00

AROMA tidak sedap kembali meruap dari ruang sidang. Para pengadil yang disebut sebagai wakil Tuhan itu kembali berulah. Lakon kali ini dimainkan oleh hakim di Pengadilan Tinggi Pontianak, Kalimantan Barat.

Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Pontianak pada Senin (13/1) mengabulkan banding warga negara asing (WNA) asal Tiongkok, Yu Hao, 49, pemilik perusahaan Pu Er Rui Hao Lao Wu You Xian Gong Si. Yu Hao dinilai tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana penambangan ilegal.

Atas penilaian tersebut, oleh majelis hakim yang memimpin sidang banding perkara tambang emas ilegal 774 kilogram yang merugikan negara hingga Rp1,02 triliun itu, Yu Hao dibebaskan. Sebelumnya, Pengadilan Negeri Ketapang, Pontianak, memvonis Yu Hao dengan hukuman pidana 3,5 tahun dan denda Rp30 miliar.

Putusan janggal yang dikeluarkan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Pontianak itu menambah panjang daftar vonis janggal yang dikeluarkan lembaga peradilan. Putusan tersebut jelas menambah rasa jengkel publik lantaran dikeluarkan di tengah masih panasnya perdebatan soal vonis superringan yang dikeluarkan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada kasus korupsi timah.

Bulan lalu, hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat hanya menjatuhi terdakwa kasus dugaan megakorupsi tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah pada 2015-2022, Harvey Moeis, dengan hukuman pidana penjara 6,5 tahun. Vonis itu dinilai sangat tak sesuai dengan kerugian negara yang ditimbulkan dari kasus tersebut yang ditaksir mencapai Rp300 triliun.

Sebelumnya, PN Surabaya juga mengeluarkan vonis aneh dengan membebaskan Gregorius Ronald Tannur, terdakwa kasus penganiayaan berat yang mengakibatkan kematian Dini Sera Afrianti. Belakangan perkara itu menyeret para pengadil di kasus tersebut, yakni Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul, ke meja hijau. Terakhir, mantan Ketua PN Surabaya juga telah dijadikan tersangka oleh Kejaksaan Agung karena diduga menerima suap terkait dengan pemberian vonis bebas Ronald tersebut.

Berkaca dari kejanggalan di kedua kasus sebelumnya, bukan tidak mungkin putusan bebas terhadap penambang ilegal asal Tiongkok itu juga tidak murni dilatarbelakangi pertimbangan hukum. Jangan-jangan ada udang di balik batu. Patut diduga ada permainan di balik putusan tersebut.

Vonis bebas penambang ilegal asal Tiongkok itu juga kian menguatkan kecurigaan publik perihal adanya mafia peradilan yang sudah begitu mencengkeram dan berlangsung secara sistematis di negeri ini. Semakin ke sini, semakin banyak pembuktian bahwa keberadaan mafia peradilan bukan sekadar rumor.

Jika dicermati, sebenarnya kejanggalan kasus ini sudah terjadi sejak tuntutan. Bagaimana mungkin dengan kerugian negara yang mencapai Rp1 triliun, terdakwa hanya dikenai tuntutan 5 tahun dan denda Rp20 miliar. Ini jelas melecehkan akal sehat publik karena di tempat lain seorang warga Gunung Kidul, DIY, yang mencuri lima potong kayu untuk memenuhi tuntutan perut keluarganya, dituntut 5 tahun penjara.

Sudah tuntutannya rendah, makin ditambah pula dengan vonis di pengadilan tingkat pertama, PN Ketapang, Pontianak, yang memberikan diskon hampir 50% dari tuntutan yakni 3 tahun dan 6 bulan serta denda Rp30 miliar subsider 6 bulan kurungan. Bahkan, kemudian berubah lagi menjadi vonis bebas pada persidangan banding di Pengadilan Tinggi Pontianak.

Rangkaian kejanggalan itu kian mengabsahkan kecurigaan publik. Banyaknya putusan tak masuk akal dan sulit dicerna nalar yang dibuat para hakim di pengadilan sesungguhnya akan meruntuhkan wibawa pengadilan itu sendiri. Termasuk wibawa para pengadil.

Hal ini tentu harus menjadi perhatian Mahkamah Agung (MA) demi menjaga muruah lembaga peradilan. MA harus lebih ketat mengawasi para hakim dan menindak keras hakim yang melanggar kode etik. Jangan sampai MA justru menjadi pusat dari pusaran mafia peradilan seperti dalam kasus Ronald Tannur. MA harus kembali menegaskan kepada hakim-hakimnya untuk tetap menjaga amanah dan jangan sampai menghilangkan kepercayaan publik.

Bukan hanya MA, putusan janggal Pengadilan Tinggi Pontianak juga semestinya menjadi perhatian serius Komisi Yudisial (KY). Sebagai pengawas eksternal MA, semestinya KY segera mengusut tuntas kasus tersebut, bukan hanya menunggu laporan publik. Bongkar segera jika ditemukan pelanggaran kode etik oleh majelis hakim.

Publik berharap, baik MA maupun KY mampu menjalankan fungsi dengan sebenar-benarnya. Jangan jadikan lembaga peradilan sebagai pasar peradilan. Siapa yang punya duit dia yang menang. Setop aroma tidak sedap yang terus meruap dari lembaga peradilan.

 



Berita Lainnya
  • Utak-atik Anggaran Pendidikan

    21/8/2025 05:00

    PEMERINTAH mengalokasikan Rp757,8 triliun untuk anggaran pendidikan pada 2026, atau mengambil porsi 20% lebih APBN tahun depan.

  • Menanti Jalur Cepat KPK pada Kasus Haji

    20/8/2025 05:00

    SUDAH tiga kali rezim di Republik ini berganti, tetapi pengelolaan ibadah haji tidak pernah luput dari prahara korupsi.

  • Jangan Takluk oleh Silfester

    19/8/2025 05:00

    KONSTITUSI telah menegaskan bahwa Indonesia merupakan negara hukum. Salah satu prinsip yang tak bisa ditawar ialah soal kepastian hukum.

  • Terima Kritik meski Menyesakkan

    18/8/2025 05:00

    UNGKAPAN tidak ada manusia yang sempurna menyiratkan bahwa tidak ada seorang pun yang luput dari kesalahan.

  • Kebocoran Anggaran bukan Bualan

    16/8/2025 05:00

    BERANI mengungkap kesalahan ialah anak tangga pertama menuju perbaikan.

  • Berdaulat untuk Maju

    15/8/2025 05:00

    DELAPAN dekade sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Indonesia telah menapaki perjalanan panjang yang penuh dinamika.

  • Candaan yang tidak Lucu

    14/8/2025 05:00

    BERCANDA itu tidak dilarang. Bahkan, bercanda punya banyak manfaat untuk kesehatan fisik dan mental serta mengurangi stres.

  • Perbaiki Tata Kelola Haji

    13/8/2025 05:00

    MULAI 2026, penyelenggaraan ibadah haji di Tanah Air memasuki era baru. K

  • Jalur Istimewa Silfester

    12/8/2025 05:00

    BUKAN masuk penjara, malah jadi komisaris di BUMN. Begitulah nasib Silfester Matutina, seorang terpidana 1 tahun 6 bulan penjara yang sudah divonis sejak 2019 silam.

  • Hati-Hati Telat Jaga Ambalat

    11/8/2025 05:00

    PERSOALAN sengketa wilayah Blok Ambalat antara Indonesia dan Malaysia kembali mencuat di tengah kian mesranya hubungan kedua negara.

  • Mengevaluasi Penyaluran Bansos

    09/8/2025 05:00

    BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia.

  • Tegakkan Hukum Hadirkan Keadilan

    08/8/2025 05:00

    PEMERIKSAAN dua menteri dari era Presiden Joko Widodo oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi menjadi sorotan publik.

  • Vonis Pantas untuk Aparat Culas

    07/8/2025 05:00

    SAMA seperti perang terhadap korupsi, perang melawan narkoba di negeri ini sering dipecundangi dari dalam.

  • Jangan Bergantung Terus pada Konsumsi

    06/8/2025 05:00

    EKONOMI Indonesia melambung di tengah pesimisme yang masih menyelimuti kondisi perekonomian global maupun domestik.

  • Merangkul yang tengah Resah

    05/8/2025 05:00

    BERAGAM cara dapat dipakai rakyat untuk mengekspresikan ketidakpuasan, mulai dari sekadar keluh kesah, pengaduan, hingga kritik sosial kepada penguasa.

  • Saling Menghormati untuk Abolisi-Amnesti

    04/8/2025 05:00

    MANTAN Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong dan mantan Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto telah resmi bebas dari tahanan.