Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
DRAMA misteri keberadaan pagar laut yang membentang sepanjang 30,16 km di pesisir perairan Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten, masih bergulir. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memang sudah melakukan penyegelan untuk menghentikan pembangunan pagar secara ilegal tersebut. Kemudian, mengultimatum pelakunya untuk membongkar pagar laut itu dalam waktu 20 hari sejak Jumat (10/1).
Akan tetapi, banyak pertanyaan publik yang belum terjawab. Siapa yang memerintahkan pemagaran? Apa motivasinya? Benarkah pemerintah dan aparat tidak mengetahui pelaku utamanya alias yang membiayai pembangunan pagar itu? Lalu, mengapa membiarkannya terus memanjang padahal sudah diadukan sejak Agustus 2024?
Sebagaimana layaknya sebuah misteri, berbagai isu maupun teori beredar di masyarakat. Isu paling santer ialah yang mengaitkan pemagaran tersebut dengan proyek perluasan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2. Proyek itu di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo ditetapkan sebagai proyek strategis nasional (PSN). Namun, tuduhan sebagai aktor pemagaran laut sudah dibantah pihak pengembang PIK 2.
Lantas, siapa yang memerintahkan? Terbaru, ada yang mengatasnamakan kelompok nelayan Jaringan Rakyat Pantura (JRP) mengaku membangun pagar itu secara swadaya. Mereka mengatakan pagar tersebut berperan sebagai tanggul pemecah ombak untuk memitigasi gempa megathrust dan tsunami yang mengancam perkampungan nelayan.
Kelompok itu juga mengeklaim keberadaan pagar laut tidak menyulitkan mereka yang bermata pencaharian sebagai nelayan. Pengakuan yang sulit dipercaya kebenarannya. Pembangunan pagar berupa cerucuk bambu setinggi 6 meter dengan bentangan puluhan kilometer tersebut diperkirakan menelan biaya sekitar Rp1,5 miliar. Apa iya nelayan mampu membiayai?
Menurut KKP, ada 3.888 nelayan di wilayah pesisir yang terdampak pagar tersebut. Jika dibagi rata, berarti satu nelayan menyumbang hampir Rp400 ribu. Bagi nelayan yang notabene tergolong kelompok berpendapatan rendah, bahkan miskin, jangankan menyumbang bangun pagar, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja sudah sulit.
Pagar itu juga dikeluhkan oleh para nelayan setempat karena membuat ikan tangkapan berkurang drastis dan mereka harus memutar jauh untuk ke lokasi lain. Sayangnya, dari pernyataan-pernyataan pemerintah dan aparat, belum ada satu pun yang secara tegas menyebut akan mengusut dan menangkap otak pemagaran.
Pihak kepolisian mengatakan belum turun tangan menyelidiki dengan dalih masih menjadi ranah KKP. Padahal, ulah pemasung pencaharian nelayan itu melanggar sederet aturan, termasuk dugaan pelanggaran secara pidana.
Tanpa pengusutan secara hukum, amat mungkin tidak akan ada yang mengaku kemudian secara sukarela membongkar pagar tersebut. Buntutnya, negara juga yang akan mengeluarkan biaya untuk membongkar. Siapa yang membiayai? Tentu saja rakyat.
Ketika tidak ada pengusutan secara hukum sampai tuntas, persoalannya ada dua kemungkinan, yakni tidak mampu atau tidak mau menguak kasus tersebut. Kalau lantaran ketidakmampuan, jelas negeri ini menghadapi masalah besar karena ternyata penegakan hukum dipenuhi penyidik yang tidak kompeten.
Jika penyebabnya karena ketidakmauan, lebih berbahaya lagi. Bisa diartikan aparat dan pemerintah tunduk kepada pihak yang mengangkangi hukum.
Sekadar menyegel pagar bambu itu jelas tidak cukup. Publik mendesak aparat mengusut dan membongkar siapa otak di balik pemagaran ilegal di pesisir Kabupaten Tangerang itu, termasuk kaki tangan mereka. Tidak perlu berlama-lama dan berharap aktor utamanya menyerahkan diri secara sukarela.
Tidak ada kata maaf bagi mereka yang merampas wilayah laut yang bebas bagi nelayan untuk menangkap ikan. Dengan mengusut tuntas, itu bentuk negara hadir.
ADA petuah bijak bahwa angka tidak pernah berbohong. Dalam bahasa Inggris, petuah itu berbunyi numbers never lie.
PERILAKU koruptif lebih didorong hasrat ketamakan dalam diri pelakunya (corruption by greed) ketimbang karena kebutuhan.
SUDAH semestinya negara selalu tunduk dan taat kepada konstitusi, utamanya menjaga keselamatan rakyat dan wilayah, serta memastikan hak dasar masyarakat dipenuhi.
UPAYA memberantas korupsi di negeri ini seperti tidak ada ujungnya. Tiap rezim pemerintahan mencetuskan tekad memberantas korupsi.
PERILAKU korupsi di negeri ini sudah seperti kanker ganas. Tidak mengherankan bila publik kerap dibuat geleng-geleng kepala oleh tindakan culas sejumlah pejabat.
DI tengah kondisi ekonomi yang sedang tidak baik-baik saja, soliditas di antara para punggawa pemerintah sangat dibutuhkan.
DALAM semua kondisi ancaman bahaya, kepanikan dan kelengahan sama buruknya. Keduanya sama-sama membuahkan petaka karena membuat kita tak mampu mengambil langkah tepat.
PANCASILA telah menjadi titik temu semua kekuatan politik di negeri ini.
JATUHNYA korban jiwa akibat longsor tambang galian C Gunung Kuda di Cirebon, Jawa Barat, menjadi bukti nyata masih amburadulnya tata kelola tambang di negeri ini.
PANCASILA lahir mendahului proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Tujuannya untuk memberi landasan langkah bangsa dari mulai hari pertama merdeka.
CITRA lembaga penegak hukum dan pemberantasan korupsi di negeri ini masih belum beranjak dari kategori biasa-biasa saja.
PERNYATAAN Presiden Prabowo Subianto soal kemungkinan membuka hubungan diplomatik dengan Israel jika negara itu mengakui negara Palestina merdeka sangat menarik.
SEMBILAN hakim di Mahkamah Konstitusi (MK) lagi-lagi membuat geger. Kali ini, mereka menyasar sistem pendidikan yang berlangsung selama ini di Tanah Air.
Para guru besar fakultas kedokteran juga menganggap PPDS university-based tidak diperlukan mengingat saat ini pendidikan spesialis telah berbasis rumah sakit.
BAHASAN tentang perlunya Indonesia punya aturan untuk mendapatkan kembali kekayaan negara yang diambil para koruptor kembali mengemuka.
Sesungguhnya, problem di sektor pajak masih berkutat pada persoalan-persoalan lama.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved