Headline

Kemenu RI menaikkan status di KBRI Teheran menjadi siaga 1.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

Amnesti Jangan demi Angka

16/12/2024 05:00

AMNESTI kepada narapidana dan kapasitas penjara memang dua hal yang terkait, meskipun telah terang benderang bahwa pemberian amnesti bukanlah jawaban untuk masalah over capacity penjara atau lembaga pemasyarakatan di Indonesia.

Pemberian amnesti yang hanya demi angka dapat menjadi bumerang. Bukan saja bisa jatuh kepada narapidana yang salah, pemberian amnesti semacam itu akan meleset dari prinsip utama pengampunan atau penghapusan hukuman tersebut. Sebab, amnesti sebenarnya bukan hanya tentang pengampunan terhadap terpidana yang bersangkutan. Amnesti adalah instrumen untuk rekonsiliasi, rehabilitasi, sekaligus menegakkan prinsip keadilan berdasarkan kemanusiaan.

Maka, amnesti yang tepat bukan hanya memberikan pengampunan dan pemulihan kehidupan bagi mereka yang berhak, melainkan juga mendorong peradilan yang lebih baik di masa mendatang. Hal-hal itulah yang sangat kita tekankan pada rencana Presiden Prabowo Subianto memberikan amnesti kepada 44 ribu narapidana.

Dari keterangan pers Menteri Hukum Supratman Andi Agtas seusai rapat terbatas yang dipimpin Presiden, Jumat (13/12), angka yang diusulkan Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan ialah 44 ribu narapidana. Angka usulan itu memang masih dalam proses asesmen dan kemudian akan dimintakan pertimbangan kepada DPR. Namun, kita tidak perlu kaget jika mungkin tidak akan berubah jauh, dan berarti menjadi yang terbesar dalam sejarah amnesti di Indonesia.

Sebelumnya, kita memang tidak asing dengan pemberian grasi massal yang mencapai ratusan. Namun, jika grasi adalah pengurangan hukuman, amnesti adalah penghapusan semua hukuman pidana terhadap orang yang bersangkutan. Sesuai dengan Pasal 14 ayat 1 Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954, sifat kesalahan dari terpidana tersebut juga hilang.

Angka usulan yang begitu besar mudah dimaklumi berkorelasi dengan besarnya kelebihan penghuni lembaga pemasyarakatan (LP). Menurut laman Sistem Database Pemasyarakatan (SDP) Publik Ditjen Pas, per 1 Oktober 2024, total penghuni rutan dan LP sudah 190% dari kapasitas semestinya. Data lain pada April 2024 menyebutkan bahwa sekitar 52% penghuni penjara merupakan terpidana maupun tahanan kasus penyalahgunaan narkoba.

Kasus-kasus itulah yang menjadi sasaran utama penerima amnesti. Andi Agtas juga memastikan bahwa pengedar, apalagi bandar, tidak akan menjadi penerima amnesti. Pengguna narkoba yang menerima amnesti juga dikatakan yang semestinya bisa mendapatkan rehabilitasi. Itu di antaranya ditunjukkan dari kepemilikan narkobanya hanya di bawah 1 gram, sesuai dengan surat edaran Mahkamah Agung (MA). Meski begitu, ia mengakui pula bahwa jika MA mengubah batas kepemilikan menjadi di bawah 5 gram, jumlah penerima amnesti bisa lebih banyak lagi.

Di samping itu, target lain penerima amnesti ialah narapidana yang sudah uzur dan memiliki kondisi medis yang membutuhkan perawatan, seperti penderita HIV/AIDS. Para aktivis Papua yang dipidana karena ekspresi dan dinyatakan makar tapi tidak terlibat dalam aksi bersenjata, juga diberikan amnesti. Jumlahnya disebutkan 18 orang. Kemudian, amnesti direncanakan pula untuk beberapa narapidana kasus informasi dan transaksi elektronik (ITE), yang terkait dengan penghinaan kepala negara.

Sekali lagi, bukan soal angka yang dipermasalahkan. Kita sepakat dengan pemberian amnesti bagi kelompok yang disebutkan itu, bahkan jika jumlahnya ternyata lebih besar. Namun, segala persyaratan mesti jelas-jelas terpenuhi. Jika itu yang terjadi, mereka pun layak mendapatkan amnesti.

Kendati demikian, kita juga tidak naif akan adanya upaya ‘napi boncengan’ yang tidak layak menerima amnesti seperti dalam langkah progresif pemerintah ini. Bahkan, tanpa adanya upaya nakal itu pun, pemerintah bisa saja tidak jeli dalam memberikan pengampunan.

Kita harus berkaca pada sejumlah bumerang grasi di pemerintahan sebelumnya. Misalnya, grasi Presiden SBY terhadap terpidana mati kasus narkoba Meirika Franola. Setelah selamat dari hukuman mati, Franola malah mengendalikan peredaran narkotika internasional sembari menjalani hukuman seumur hidup.

Kita juga belum lupa pada mantan Gubernur Riau Annas Maamun yang hanya setahun setelah bebas dengan grasi, ia terjerat lagi oleh KPK untuk kasus korupsi. Meski kasus kedua Annas juga bagian dari kasus lamanya, pemberian grasi butuh kejelian lebih.

Dengan begitu, pemberian amnesti yang menghapuskan pula sifat kesalahan terpidana harus berkali lipat lebih jeli. Jangan sampai pemberian amnesti justru berdampak buruk terhadap pengusutan kasus lain yang mungkin masih terkait pada terpidana tersebut.

Sebab itu, sebanyak apa pun terpidana yang akan mendapat amnesti, transparansi harus diutamakan. Bahkan, sudah sepantasnya pula daftar nama calon penerima amnesti terbuka dalam saluran yang bisa diakses publik. Program yang baik mesti dijalankan dengan cara yang baik dan tepat pula, tanpa menyisakan celah.

 



Berita Lainnya
  • Jangan Memanipulasi Sejarah

    18/6/2025 05:00

    KITA sebenarnya sudah kenyang dengan beragam upaya manipulasi oleh negara. Namun, kali ini, rasanya lebih menyesakkan.

  • Jangan Gembos Hadapi Tannos

    17/6/2025 05:00

    GENAP lima bulan Paulus Tannos ditangkap lembaga antikorupsi Singapura, Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB).

  • Berebut Empat Pulau

    16/6/2025 05:00

    PEREBUTAN empat pulau antara Provinsi Aceh dan Sumatra Utara belakangan menyesaki ruang informasi publik.

  • Bertransaksi dengan Keadilan

    14/6/2025 05:00

    KEADILAN di negeri ini sudah menjadi komoditas yang kerap diperjualbelikan. Hukum dengan mudah dibengkokkan.

  • Tidak Usah Malu Miskin

    13/6/2025 05:00

    ADA petuah bijak bahwa angka tidak pernah berbohong. Dalam bahasa Inggris, petuah itu berbunyi numbers never lie.

  • Gaji Tinggi bukan Jaminan tidak Korupsi

    12/6/2025 05:00

    PERILAKU koruptif lebih didorong hasrat ketamakan dalam diri pelakunya (corruption by greed) ketimbang karena kebutuhan.

  • Upaya Kuat Jaga Raja Ampat

    11/6/2025 05:00

    SUDAH semestinya negara selalu tunduk dan taat kepada konstitusi, utamanya menjaga keselamatan rakyat dan wilayah, serta memastikan hak dasar masyarakat dipenuhi.

  • Vonis Ringan Koruptor Dana Pandemi

    10/6/2025 05:00

    UPAYA memberantas korupsi di negeri ini seperti tidak ada ujungnya. Tiap rezim pemerintahan mencetuskan tekad memberantas korupsi.

  • Membagi Uang Korupsi

    09/6/2025 05:00

    PERILAKU korupsi di negeri ini sudah seperti kanker ganas. Tidak mengherankan bila publik kerap dibuat geleng-geleng kepala oleh tindakan culas sejumlah pejabat.

  • Jangan Biarkan Kabinet Bersimpang Jalan

    07/6/2025 05:00

    DI tengah kondisi ekonomi yang sedang tidak baik-baik saja, soliditas di antara para punggawa pemerintah sangat dibutuhkan.

  • Jangan Lengah Hadapi Covid-19

    05/6/2025 05:00

    DALAM semua kondisi ancaman bahaya, kepanikan dan kelengahan sama buruknya. Keduanya sama-sama membuahkan petaka karena membuat kita tak mampu mengambil langkah tepat.

  • Merawat Politik Kebangsaan

    04/6/2025 05:00

    PANCASILA telah menjadi titik temu semua kekuatan politik di negeri ini.

  • Obral Nyawa di Tambang Rakyat

    03/6/2025 05:00

    JATUHNYA korban jiwa akibat longsor tambang galian C Gunung Kuda di Cirebon, Jawa Barat, menjadi bukti nyata masih amburadulnya tata kelola tambang di negeri ini.

  • Melantangkan Pancasila

    02/6/2025 05:00

    PANCASILA lahir mendahului proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Tujuannya untuk memberi landasan langkah bangsa dari mulai hari pertama merdeka.

  • Penegak Hukum Tonggak Kepercayaan

    31/5/2025 05:00

    CITRA lembaga penegak hukum dan pemberantasan korupsi di negeri ini masih belum beranjak dari kategori biasa-biasa saja.

  • Palestina Merdeka Tetap Syarat Mutlak

    30/5/2025 05:00

    PERNYATAAN Presiden Prabowo Subianto soal kemungkinan membuka hubungan diplomatik dengan Israel jika negara itu mengakui negara Palestina merdeka sangat menarik.