Headline
Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.
Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.
Puncak gunung-gunung di Jawa Tengah menyimpan kekayaan dan keindahan alam yang luar biasa.
HUKUM harus ditegakkan setegak-tegaknya. Tidak boleh bolong-bolong, tidak pula boleh hanya tegak setengah. Agar bisa benar-benar tegak, proses penegakan hukum dari awal hingga akhir mesti konsisten, persisten, dan tuntas. Tidak boleh terkesan galak di awal, tapi kemudian melempem ketika prosesnya sudah setengah jalan atau di akhir jalan.
Hal ini mesti kita ingatkan kepada para penegak hukum, terutama Kejaksaan Agung, setelah melihat perkembangan kasus Zarof Ricar, mantan pejabat di Mahkamah Agung, yang penuntasannya mulai menampakkan gejala melemah. Kejagung sampai hari ini belum mampu menguak dari mana sumber uang Rp922 miliar dan emas 51 kilogram yang ditemukan penyidik saat menggeledah rumah Zarof.
Zarof merupakan tersangka kasus dugaan suap dalam putusan tingkat kasasi Gregorius Ronald Tannur, terdakwa kasus penganiayaan dan pembunuhan Dini Sera Afriyanti. Ia diduga melakukan permufakatan jahat melakukan suap dan/atau gratifikasi bersama Lisa Rahmat, pengacara Ronald Tannur yang kini juga berstatus tersangka.
Kasus tersebut membuka tabir yang menyesakkan terkait dengan dugaan adanya mafia yang begitu kuat mencengkeram dunia peradilan di Indonesia. Temuan jumbo berupa uang yang hampir mencapai Rp1 triliun serta emas hingga puluhan kilogram di rumah mantan pejabat MA semakin mengerucutkan dugaan bahwa tangan-tangan mafia peradilan sangat kuat mengooptasi lembaga para ‘wakil Tuhan’ itu.
Dengan temuan tersebut, publik saat itu amat berharap Kejagung tidak hanya mengusut perkara yang menjerat Zarof, tapi juga sekaligus mengungkap dugaan mafia peradilan di MA. Kasus Zarof semestinya menjadi pintu masuk atau dijadikan momentum untuk bersih-bersih lembaga itu dari komplotan mafia yang sejak lama terus bergentayangan.
Kejagung sudah mengantongi bukti suap dengan nilai yang sangat fantastis. Zarof yang sangat mungkin menjadi operator atau pengumpul suap-suap di lembaga itu juga sudah ditangkap. Dengan modal itu semestinya Kejagung bisa lebih mudah menelusuri sumber uang tersebut dan ke mana uang suap itu akan dialirkan.
Namun, harapan publik tersebut belum bisa terwujud, setidaknya hingga saat ini. Sudah tiga minggu sejak penggeledahan di rumah Zarof, sampai kini penyidik belum juga mampu mengungkap asal-usul dan untuk apa atau siapa uang dan emas yang mereka sita tersebut.
Kejagung bahkan menyiratkan pesimisme bahwa mereka bisa mengungkapnya lebih jauh. Hal itu tersirat dari pernyataan Direktur Penyidikan JAM-Pidsus Kejagung Abdul Qohar, pekan lalu, yang meminta semua pihak bersabar untuk mengetahui sumber uang besar tersebut. Ia bahkan mengatakan, kendatipun nantinya Kejagung tidak dapat membongkar saat proses penyidikan, asal-usul uang tersebut bakal terungkap selama persidangan.
Publik tentu patut bertanya, kenapa harus menunggu persidangan untuk mengetahui sumber dana itu? Bukankah semestinya Kejagung punya kemampuan, kekuatan, dan sumber daya untuk membongkarnya lebih cepat?
Ekspektasi masyarakat sudah keburu tinggi ketika saat itu Kejagung secara bombastis memamerkan hasil penggeledahan di rumah Zarof. Publik sudah telanjur yakin Kejagung akan mampu membongkarnya sekaligus menghabisi para mafia yang selama ini mengendalikan hukum dan keadilan di negeri ini. Sungguh tak elok bila Kejagung sendiri yang kemudian justru mementahkan harapan itu dengan mengumbar ketidakyakinan.
Saat ini mestinya belum terlambat bagi Kejagung. Publik belum kehilangan asa bahwa lewat pintu masuk kasus Zarof inilah cengkeraman mafia di dunia peradilan bisa dibongkar secara tuntas. Kejagung memang tidak bisa sendirian. Dengan perannya masing-masing, pemerintah, DPR, dan bahkan MA mesti juga ikut terlibat dalam upaya bersih-bersih itu.
Sekali lagi, penegakan hukum harus dilakukan setegak-tegaknya. Mesti ada konsistensi dan persistensi dalam prosesnya. Haram hukumnya menjadikan proses penegakan itu hanya sebagai sensasi atau gimik. Terkesan keras di awal, tapi melemah di proses akhir. Terlihat tegas di depan, tapi melempem di belakang.
PROYEK pembangunan ataupun pembenahan terkait dengan jalan seperti menjadi langganan bancakan untuk dikorupsi.
MAHKAMAH Konstitusi kembali menghasilkan putusan progresif terkait dengan penyelenggaraan pemilu di Indonesia
MENTERI sejatinya dan semestinya adalah pembantu presiden. Kerja mereka sepenuhnya didedikasikan untuk membantu kepala negara mengatasi berbagai persoalan bangsa.
GENCATAN senjata antara Iran dan Israel yang tercapai pada Senin (23/6) malam memang kabar baik.
KITAB Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang bermartabat haruslah mengutamakan perlindungan menyeluruh atas hak-hak warga.
PRESIDEN Prabowo Subianto akhirnya menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2025 tentang Penanganan Secara Khusus dan Pemberian Penghargaan bagi Saksi Pelaku, akhir pekan lalu.
ADA-ADA saja dalih yang diciptakan oleh Amerika Serikat (AS) untuk menyerbu negara lain.
PENGESAHAN Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) adalah sebuah keniscayaan.
VONIS yang baru saja dijatuhkan kepada para pelaku mafia hukum dalam perkara Ronald Tannur kian menunjukkan dewi keadilan masih jauh dari negeri ini
ESKALASI konflik antara Iran dan Israel tidak menunjukkan tanda-tanda surut.
KITA sebenarnya sudah kenyang dengan beragam upaya manipulasi oleh negara. Namun, kali ini, rasanya lebih menyesakkan.
GENAP lima bulan Paulus Tannos ditangkap lembaga antikorupsi Singapura, Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB).
PEREBUTAN empat pulau antara Provinsi Aceh dan Sumatra Utara belakangan menyesaki ruang informasi publik.
KEADILAN di negeri ini sudah menjadi komoditas yang kerap diperjualbelikan. Hukum dengan mudah dibengkokkan.
ADA petuah bijak bahwa angka tidak pernah berbohong. Dalam bahasa Inggris, petuah itu berbunyi numbers never lie.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved