Headline

Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Netralitas Setengah Hati

16/11/2024 05:00

TOP, dua jempol buat hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang kembali meluruskan jalannya demokrasi di negeri ini. Dalam putusan pada Kamis (14/11), MK memasukkan pejabat daerah dan TNI-Polri sebagai subjek hukum yang dapat dipidana jika melanggar netralitas dalam pemilihan kepala daerah (pilkada).

Sebelum adanya putusan MK itu, Undang-Undang No 1/2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota hanya memerintahkan pejabat daerah dan TNI-Polri bersikap netral dalam pilkada. Namun, UU itu tak mencantumkan sanksi bagi pelanggarnya.

MK tak mau UU tentang Pilkada yang dibuat susah payah itu, bahkan berkali-kali direvisi, hanya menjadi macan ompong yang hanya galak saat mengaum. Lewat putusan mereka, pejabat daerah dan TNI-Polri kini dapat dipidana paling lama enam bulan dan/atau denda maksimal Rp6 juta jika terbukti berpihak dalam pilkada.

Ketidaknetralan pejabat daerah dan TNI-Polri memang kisah lama yang terus terpelihara hingga saat ini, baik itu dalam gelaran pilpres maupun pilkada. Para calon pemimpin, terutama petahana, mengerahkan alat-alat negara untuk memuluskan kemenangan mereka.

Media massa bahkan tak ada habisnya memberitakan pelanggaran netralitas para alat negara itu sejak presiden dan kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat mulai 2004. Meski UU telah memerintahkan netralitas, tak ada yang takut untuk melanggarnya. Utamanya karena sanksi bagi pelanggarnya yang teramat minim, alias enggak ngefek.

Untuk menyegarkan ingatan, jelang pelaksanaan Pilpres 2024 pada Februari silam, Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) telah memprediksi jumlah pelanggaran netralitas ASN pada Pemilu 2024 akan mencapai 10 ribu kasus. Jumlah itu naik lima kali lipat jika dibandingkan dengan pilkada serentak pada 2020.

Angka pelanggaran tersebut merupakan hasil hitungan matematis KASN yang mengacu pada Pilkada 2020 yang saat itu digelar di 270 daerah. Saat itu, pelanggaran netralitas ASN cukup tinggi, mencapai 2.304 kasus.

Menurut KASN, potensi pelanggaran netralitas dalam pilkada serentak 2024 akan lebih tinggi lagi disebabkan digelar di 545 daerah, yakni 37 provinsi dan 508 kabupaten/kota.

Itu semua terjadi lantaran minimnya sanksi terhadap alat negara yang melanggar prinsip netralitas. Padahal, UU No 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), UU No 34/2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan UU No 2/2002 tentang Kepolisian telah memerintahkan netralitas alat negara dalam kehidupan politik dan tidak melibatkan diri dalam kegiatan politik praktis.

Namun, apalah arti sederet peraturan itu jika sanksinya teramat minim.

Meski diapresiasi, putusan MK di atas juga tak menjawab tuntas masalah netralitas. MK hanya menjatuhkan ancaman pidana penjara paling lama enam bulan dan/atau denda maksimal Rp6 juta.

Apalah arti Rp6 juta bagi seorang kepala bagian atau kepala dinas. Tinggal bayar, beres urusan. Tak ada efek yang menjerakan bagi pelanggarnya.

Apalagi rasa malu sudah nyaris hilang di negeri ini. Tak ada yang ragu untuk berbuat salah karena mereka tak sendirian melakukannya.

Putusan MK itu mestinya memprovokasi pembuat UU, yakni DPR dan pemerintah, untuk memperbaiki UU tentang Pilkada.

Dalam pertimbangan mereka, MK menilai netralitas aparatur negara, baik sipil maupun milter, dalam pilkada merupakan prinsip dasar untuk menjamin penyelenggaraan pemilu yang jujur dan adil. MK berpandangan bahwa dengan netralitas aparaturnya, negara dapat menjaga keadilan dan hak warga negara untuk mengikuti pilkada sesuai dengan prinsip jujur dan adil.

Mumpung baru dua bulan menjabat, DPR dan pemerintah sebaiknya segera memperbaiki aturan pilkada demi tegaknya demokrasi yang bermartabat. Jika ditunda, keburu masuk angin karena sudah terkontaminasi gemerlapnya kekuasaan.

 

 



Berita Lainnya
  • Gaji Tinggi bukan Jaminan tidak Korupsi

    12/6/2025 05:00

    PERILAKU koruptif lebih didorong hasrat ketamakan dalam diri pelakunya (corruption by greed) ketimbang karena kebutuhan.

  • Upaya Kuat Jaga Raja Ampat

    11/6/2025 05:00

    SUDAH semestinya negara selalu tunduk dan taat kepada konstitusi, utamanya menjaga keselamatan rakyat dan wilayah, serta memastikan hak dasar masyarakat dipenuhi.

  • Vonis Ringan Koruptor Dana Pandemi

    10/6/2025 05:00

    UPAYA memberantas korupsi di negeri ini seperti tidak ada ujungnya. Tiap rezim pemerintahan mencetuskan tekad memberantas korupsi.

  • Membagi Uang Korupsi

    09/6/2025 05:00

    PERILAKU korupsi di negeri ini sudah seperti kanker ganas. Tidak mengherankan bila publik kerap dibuat geleng-geleng kepala oleh tindakan culas sejumlah pejabat.

  • Jangan Biarkan Kabinet Bersimpang Jalan

    07/6/2025 05:00

    DI tengah kondisi ekonomi yang sedang tidak baik-baik saja, soliditas di antara para punggawa pemerintah sangat dibutuhkan.

  • Jangan Lengah Hadapi Covid-19

    05/6/2025 05:00

    DALAM semua kondisi ancaman bahaya, kepanikan dan kelengahan sama buruknya. Keduanya sama-sama membuahkan petaka karena membuat kita tak mampu mengambil langkah tepat.

  • Merawat Politik Kebangsaan

    04/6/2025 05:00

    PANCASILA telah menjadi titik temu semua kekuatan politik di negeri ini.

  • Obral Nyawa di Tambang Rakyat

    03/6/2025 05:00

    JATUHNYA korban jiwa akibat longsor tambang galian C Gunung Kuda di Cirebon, Jawa Barat, menjadi bukti nyata masih amburadulnya tata kelola tambang di negeri ini.

  • Melantangkan Pancasila

    02/6/2025 05:00

    PANCASILA lahir mendahului proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Tujuannya untuk memberi landasan langkah bangsa dari mulai hari pertama merdeka.

  • Penegak Hukum Tonggak Kepercayaan

    31/5/2025 05:00

    CITRA lembaga penegak hukum dan pemberantasan korupsi di negeri ini masih belum beranjak dari kategori biasa-biasa saja.

  • Palestina Merdeka Tetap Syarat Mutlak

    30/5/2025 05:00

    PERNYATAAN Presiden Prabowo Subianto soal kemungkinan membuka hubungan diplomatik dengan Israel jika negara itu mengakui negara Palestina merdeka sangat menarik.

  • Keadilan Pendidikan tanpa Diskriminasi

    29/5/2025 05:00

    SEMBILAN hakim di Mahkamah Konstitusi (MK) lagi-lagi membuat geger. Kali ini, mereka menyasar sistem pendidikan yang berlangsung selama ini di Tanah Air.

  • Meredakan Sengkarut Dunia Kesehatan

    28/5/2025 05:00

    Para guru besar fakultas kedokteran juga menganggap PPDS university-based tidak diperlukan mengingat saat ini pendidikan spesialis telah berbasis rumah sakit.

  • Rampas Aset tanpa Langgar Hak

    27/5/2025 05:00

    BAHASAN tentang perlunya Indonesia punya aturan untuk mendapatkan kembali kekayaan negara yang diambil para koruptor kembali mengemuka.

  • Sektor Pajak Butuh Digebrak

    26/5/2025 05:00

    Sesungguhnya, problem di sektor pajak masih berkutat pada persoalan-persoalan lama.

  • Urgensi Menaikkan Bantuan Parpol

    24/5/2025 05:00

    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahkan sudah berkali-kali merekomendasikan penaikan banpol.