Headline
Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.
BARU sehari menjadi menteri, langsung menimbulkan kontroversi. Itulah yang terjadi ketika Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Yandri Susanto menggunakan posisinya sebagai menteri untuk urusan pribadi. Menteri Yandri menandatangani sebuah surat undangan berkop kementerian resmi, padahal isinya terkait dengan urusan kerabat.
Lewat surat berkop Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Nomor: 19/UMM.02.03/X/2024, Yandri mengundang kepala desa, ketua RT, hingga kader posyandu di wilayah Kramatwatu, Serang, Banten, untuk hadir dalam peringatan haul ke-2 ibundanya, perayaan Hari Santri, sekaligus tasyakuran.
Surat tersebut ditandatangani Yandri pada Senin (21/10) atau bertepatan dengan hari dia dilantik sebagai menteri oleh Presiden Prabowo Subianto. Acara haul (peringatan hari wafat) dilaksanakan pada Selasa (22/10) di Pondok Pesantren BAI Mahdi Sholeh Ma'mun.
Di hari pertamanya sebagai pejabat negara, Yandri memang langsung bekerja, tapi untuk hajatan pribadinya. Padahal, beberapa jam sebelumnya Presiden Prabowo sudah menekankan bahwa jabatan mesti didedikasikan untuk rakyat, bukan untuk kepentingan pribadi maupun kerabat. Jabatan publik sudah seharusnya dijalankan untuk melayani rakyat, bukan meladeni urusan pribadi.
Terlebih karena seorang menteri dilantik dengan mengucapkan sumpah jabatan dan bekerja untuk kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara. Bukan sebaliknya untuk kepentingan atau urusan pribadi yang mengatasnamakan keluarga.
Wajar bila publik ada yang skeptis tipe pejabat seperti ini bakal selalu menomorsatukan kepentingan rakyat ketimbang urusan pribadi, kolega, atau saudara. Urusan rakyat amat mungkin bakal kerap dinomorsekiankan.
Begitu dilantik, setiap pejabat mestinya sudah tahu bahwa mereka adalah pelayan rakyat. Para menteri harus menyadari untuk segera selesai dengan dirinya sendiri. Maka, Menteri Yandri mesti mengubah langkah awal yang buruk ini menjadi pelajaran paling berharga.
Ia harus mau segera mengubah diri. Sebab, bila tidak, model pejabat seperti ini justru bakal menjadi beban pemerintahan Prabowo Subianto. Kali ini kop surat, besok entah apa lagi yang bisa dipakai untuk kepentingan pribadi.
Penggunaan kop surat oleh Yandri bukan sekadar hal sepele, bukan sekadar persoalan tertib administrasi, melainkan sebuah simbolisme kekuasaan yang disalahgunakan. Belum lagi tendensi untuk kepentingan politik yang bisa saja terjadi, karena istri Yandri tengah berkontestasi dalam pemilihan kepala daerah Kabupaten Serang 2024.
Meski Yandri membantah dan menunjukkan tidak adanya maksud politik di balik acara haul itu, publik wajar curiga karena sejumlah elemen masyarakat yang diundang amat lekat dengan urusan pilkada. Setidak-tidaknya, sebagian mereka ialah unsur aparat negara yang potensial dipakai untuk kepentingan politik.
Apa yang dilakukan Yandri bisa menjadi nila setitik yang merusak wajah pemerintahan baru yang dinakhodai Prabowo-Gibran. Mestinya, semua jajaran pemerintahan Prabowo Subianto taat dan melaksanakan apa yang menjadi komitmen Presiden yang hendak mempersembahkan pengabdian total kepada rakyat.
Seorang pejabat negara, apalagi level menteri, seharusnya tidak lagi mengedepankan kepentingan pribadi. Menteri itu bukan pejabat amatiran yang seenaknya menggunakan simbol kenegaraan di luar kepentingan publik.
Seorang menteri harus paham norma dan etika, jangan sampai untuk membedakan kepentingan pribadi dan negara saja tidak bisa. Dalam kehidupan bernegara apalagi, keteladan seorang pejabat menjadi penting.
Dalam kasus Yandri inilah komitmen Prabowo diuji. Presiden mesti segera memastikan bahwa jajaran kabinetnya tidak ada lagi yang mengulang langkah serupa. Hanya dengan seperti itu, laju kerja Kabinet Merah Putih bisa dijaga dan tidak diganggu hal-hal kontroversial yang memicu kegaduhan tidak perlu.
MAHKAMAH Konstitusi kembali menghasilkan putusan progresif terkait dengan penyelenggaraan pemilu di Indonesia
MENTERI sejatinya dan semestinya adalah pembantu presiden. Kerja mereka sepenuhnya didedikasikan untuk membantu kepala negara mengatasi berbagai persoalan bangsa.
GENCATAN senjata antara Iran dan Israel yang tercapai pada Senin (23/6) malam memang kabar baik.
KITAB Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang bermartabat haruslah mengutamakan perlindungan menyeluruh atas hak-hak warga.
PRESIDEN Prabowo Subianto akhirnya menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2025 tentang Penanganan Secara Khusus dan Pemberian Penghargaan bagi Saksi Pelaku, akhir pekan lalu.
ADA-ADA saja dalih yang diciptakan oleh Amerika Serikat (AS) untuk menyerbu negara lain.
PENGESAHAN Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) adalah sebuah keniscayaan.
VONIS yang baru saja dijatuhkan kepada para pelaku mafia hukum dalam perkara Ronald Tannur kian menunjukkan dewi keadilan masih jauh dari negeri ini
ESKALASI konflik antara Iran dan Israel tidak menunjukkan tanda-tanda surut.
KITA sebenarnya sudah kenyang dengan beragam upaya manipulasi oleh negara. Namun, kali ini, rasanya lebih menyesakkan.
GENAP lima bulan Paulus Tannos ditangkap lembaga antikorupsi Singapura, Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB).
PEREBUTAN empat pulau antara Provinsi Aceh dan Sumatra Utara belakangan menyesaki ruang informasi publik.
KEADILAN di negeri ini sudah menjadi komoditas yang kerap diperjualbelikan. Hukum dengan mudah dibengkokkan.
ADA petuah bijak bahwa angka tidak pernah berbohong. Dalam bahasa Inggris, petuah itu berbunyi numbers never lie.
PERILAKU koruptif lebih didorong hasrat ketamakan dalam diri pelakunya (corruption by greed) ketimbang karena kebutuhan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved