Headline

Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.

Fokus

Pasukan Putih menyasar pasien dengan ketergantungan berat

Akhiri Pemborosan Belanja Pegawai

28/9/2024 05:00

MENGELOLA anggaran negara jelas tidak mudah. Justru karena itulah, kemampuan aparatur sipil negara selalu di-upgrade  secara periodik agar kian profesional dalam mengelola keuangan negara.

Itulah mengapa, saat kita mendapati bahwa penggunaan dan penyerapan anggaran pemerintah pusat maupun pemerintah daerah (pemda) selalu tidak maksimal, kita patut bertanya apa hasil upgrading yang digelar secara periodik untuk para pengelola keuangan negara? Sebab, faktanya pengelolaan keuangan negara masih menjadi persoalan klasik yang terus saja berulang dari tahun ke tahun. Anggaran belanja sebagian besar habis untuk belanja pegawai, baik untuk gaji maupun bonus. Akibatnya, masyarakat hanya mendapatkan ampas.

Idealnya, belanja negara yang didistribusikan ke daerah digunakan untuk program-program yang memberi kemajuan bagi daerah. Misalnya, untuk membangun fasilitas-fasilitas umum yang memberi manfaat besar bagi rakyat daerah itu, seperti fasilitas pendidikan dan kesehatan serta meningkatkan kesejahteraan rakyat di daerah tersebut. Anggaran bukan semata untuk melayani dan menyervis pegawai serta memberi bonus saban tahun buat mereka.

Baca juga : Perlu Regulasi Larang Mudik

Namun, kritik bertubi-tubi ihwal penggunaan anggaran itu seolah tidak digubris. Buktinya, sejumlah pemda masih gemar menghabiskan anggaran untuk belanja pegawai dan bonus pegawai. Celakanya, yang melakukan itu justru pemda dengan APBD sebagian besar bergantung pada dana transfer ke daerah dari pemerintah pusat. Maka, jadilah anggaran negara yang dikumpulkan secara susah payah itu lebih banyak dimanfaatkan untuk sedikit orang, bukan sebanyak-banyaknya orang.

Padahal, pemerintah pusat menyalurkan dana ke daerah sekitar 26%-47% untuk wilayah dengan pendapatan asli daerah (PAD) kuat. Untuk daerah dengan PAD sedang, dana transfer dari pusat mencapai 52%-60%. Adapun bagi wilayah yang fiskalnya rendah diberikan 63%-90%.

Akan tetapi, daerah dengan dana transfer dari pusat 63%-90% inilah yang justru paling banyak menghabiskan anggaran untuk belanja pegawai. Besarannya bisa mencapai 60% dari anggaran yang diterima. Bahkan, ada yang lebih dari itu. Akibatnya, masyarakat hanya mendapat sisanya.

Baca juga : Mencegah LP dari Covid-19

Celakanya lagi, di beberapa daerah, anggaran itu ludes untuk membiayai tenaga honorer yang jumlahnya melampaui jumlah aparatur sipil negara (ASN). Lebih celaka lagi, para tenaga honorer yang jumlahnya jumbo itu bukan mereka yang memiliki keahlian khusus seperti guru, dokter, atau perawat, yang memiliki manfaat besar bagi masyarakat luas. Para tenaga honorer ini sebagian besar justru tenaga administrasi dan umum dengan kriteria keahlian dan fungsi yang tidak jelas.

Mengapa tenaga honorer sampai membeludak? Mereka umumnya bawaan pejabat yang memenangi pilkada. Bisa jadi, mereka tenaga titipan dari tim sukses atau anggota tim sukses itu sendiri. Namun, saat pejabat tersebut lengser, tenaga honorer itu tetap bertahan dan tidak ikut lengser.

Di saat yang sama, pejabat yang baru, datang membawa gerbong honorer sendiri. Jadilah tenaga honorer membeludak sehingga menjadi beban pemda tersebut bahkan pemerintah pusat untuk membayar keberadaan mereka.

Baca juga : Paket Insentif Pengganti Mudik

Di tengah APBN yang sedang ngos-ngosan saat ini, pemborosan anggaran untuk belanja pegawai sudah saatnya disetop. Pemda harus mengurangi jumlah tenaga honorer, apalagi yang tidak mendesak keberadaannya.

Selain itu, sudah saatnya pemerintah di daerah berpikir dan bertindak kreatif untuk bisa menciptakan peluang yang bisa menarik investasi swasta sehingga PAD bisa terdongkrak. Dengan demikian, mereka tidak terus bergantung pada kucuran dana pemerintah pusat.

Mendagri sebagai kepanjangan tangan pemerintah pusat untuk daerah tidak cukup hanya mengeluhkan dan memarahi daerah dalam manajemen keuangan daerah ini. Mendagri dan jajarannya sudah semestinya memiliki terobosan dan panduan untuk mengatasi masalah menahun ini. Mesti ada terobosan radikal untuk menemukan solusi.

Kalau anggaran terus-menerus habis buat belanja dan bonus pegawai, kapan anggaran buat rakyat? Kapan program buat rakyat bisa terealisasi? Indonesia masih butuh banyak anggaran untuk mengatasi masalah pengangguran, stunting, pendidikan, kesehatan, dan ketimpangan infrastruktur. Jangan pula anggaran yang sudah cekak itu dihabiskan untuk menyervis mereka yang mestinya mengabdi untuk rakyat dan negara.

 

 



Berita Lainnya
  • Mendesain Ulang Pemilu

    30/6/2025 05:00

    MAHKAMAH Konstitusi kembali menghasilkan putusan progresif terkait dengan penyelenggaraan pemilu di Indonesia

  • Jangan lagi Ditelikung Koruptor

    28/6/2025 05:00

    PEMERINTAH kembali terancam ditelikung koruptor.

  • Berhenti Membebani Presiden

    27/6/2025 05:00

    MENTERI sejatinya dan semestinya adalah pembantu presiden. Kerja mereka sepenuhnya didedikasikan untuk membantu kepala negara mengatasi berbagai persoalan bangsa.

  • Mitigasi setelah Gencatan Senjata

    26/6/2025 05:00

    GENCATAN senjata antara Iran dan Israel yang tercapai pada Senin (23/6) malam memang kabar baik.

  • Nyalakan Suar Penegakan Hukum

    25/6/2025 05:00

    KITAB Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang bermartabat haruslah mengutamakan perlindungan menyeluruh atas hak-hak warga.

  • Menekuk Dalang lewat Kawan Keadilan

    24/6/2025 05:00

    PRESIDEN Prabowo Subianto akhirnya menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2025 tentang Penanganan Secara Khusus dan Pemberian Penghargaan bagi Saksi Pelaku, akhir pekan lalu.

  • Bersiap untuk Dunia yang Menggila

    23/6/2025 05:00

    ADA-ADA saja dalih yang diciptakan oleh Amerika Serikat (AS) untuk menyerbu negara lain.

  • Cegah Janji Palsu UU Perlindungan PRT

    21/6/2025 05:00

    PENGESAHAN Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) adalah sebuah keniscayaan.

  • Pisau Dapur Hakim Tipikor

    20/6/2025 05:00

    VONIS yang baru saja dijatuhkan kepada para pelaku mafia hukum dalam perkara Ronald Tannur kian menunjukkan dewi keadilan masih jauh dari negeri ini

  • Menghadang Efek Domino Perang

    19/6/2025 05:00

    ESKALASI konflik antara Iran dan Israel tidak menunjukkan tanda-tanda surut.

  • Jangan Memanipulasi Sejarah

    18/6/2025 05:00

    KITA sebenarnya sudah kenyang dengan beragam upaya manipulasi oleh negara. Namun, kali ini, rasanya lebih menyesakkan.

  • Jangan Gembos Hadapi Tannos

    17/6/2025 05:00

    GENAP lima bulan Paulus Tannos ditangkap lembaga antikorupsi Singapura, Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB).

  • Berebut Empat Pulau

    16/6/2025 05:00

    PEREBUTAN empat pulau antara Provinsi Aceh dan Sumatra Utara belakangan menyesaki ruang informasi publik.

  • Bertransaksi dengan Keadilan

    14/6/2025 05:00

    KEADILAN di negeri ini sudah menjadi komoditas yang kerap diperjualbelikan. Hukum dengan mudah dibengkokkan.

  • Tidak Usah Malu Miskin

    13/6/2025 05:00

    ADA petuah bijak bahwa angka tidak pernah berbohong. Dalam bahasa Inggris, petuah itu berbunyi numbers never lie.

  • Gaji Tinggi bukan Jaminan tidak Korupsi

    12/6/2025 05:00

    PERILAKU koruptif lebih didorong hasrat ketamakan dalam diri pelakunya (corruption by greed) ketimbang karena kebutuhan.

Opini
Kolom Pakar
BenihBaik