Headline
Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.
PILKADA Serentak 2024 memasuki tahapan krusial. Hari ini pendaftaran pasangan bakal calon kepala daerah dibuka. Gabungan partai atau partai politik yang memenuhi syarat pengusungan kandidat kepala daerah diberi kesempatan mendaftarkan pasangan calon hingga Kamis (29/8).
Tentunya, pengusungan tersebut harus memenuhi ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 yang sebagian mendapatkan fatwa baru dari Mahkamah Konstitusi (MK). Putusan MK 60/PUU-XXII/2024 membuka jalan pemilihan yang lebih demokratis lewat pengubahan syarat ambang batas pencalonan kepala daerah.
Fatwa lainnya, yakni Putusan MK No 70/PUU-XXII/2024, mengukuhkan ketentuan yang sudah dibuat oleh DPR dan pemerintah tentang syarat usia calon kepala daerah. Selanjutnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dituntut menjalankan proses pilkada sesuai asas pemilu, yaitu langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Dari masa ke masa, pelaksanaan pemilu termasuk pilkada selalu diwarnai berbagai pelanggaran terhadap peraturan perundangan-undangan. Pilkada juga rentan direcoki perselisihan yang dapat membesar hingga mewujud sebagai konflik yang memicu kerusuhan.
Pelanggaran berupa politik uang, ketidaknetralan aparat negara, hingga modus paling baru yakni menguatnya intervensi penguasa. Campur tangan penguasa untuk turut menentukan hasil pemilu bisa begitu nyata terjadi di mata masyarakat, tapi tersamarkan oleh ketidaktegasan serta sikap pembiaran oleh KPU dan Bawaslu.
Bukan kebetulan, Hasyim Asy'ari yang menjabat Ketua KPU RI selama pelaksanaan tahapan pilpres, sampai empat kali terbukti melanggar etik oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Hasyim akhirnya diberhentikan pada pelanggaran etik yang kelima kalinya.
Enam komisioner KPU lainnya juga telah mendapatkan peringatan keras karena melanggar etik. Bersama Hasyim, para komisioner KPU RI dinilai terbukti bersalah tidak melakukan revisi aturan terkait syarat calon presiden dan wakil presiden pascapenerbitan Putusan MK No 90/PUU-XXI/2023.
Putusan MK tersebut, yang turut dibidani Ketua MK saat itu Anwar Usman, sangat kontroversial karena mengabulkan syarat usia calon wakil presiden yang meloloskan putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka. Anwar yang juga paman Gibran kemudian dilengserkan dari jabatan ketua MK oleh Majelis Kehormatan MK (MKMK) karena terbukti melanggar etik dengan mengabaikan konflik kepentingan dalam dirinya.
Tidak berbeda jauh, komisioner Bawaslu juga telah berkali-kali mendapatkan peringatan dari DKPP lewat berbagai pelanggaran etik yang terbukti di persidangan. Salah satunya pelanggaran yang menyangkut penanganan laporan pelanggaran pemilu. Bawaslu terbukti tidak menindaklanjuti laporan warga yang ketika itu menyangkut Gibran Rakabuming Raka.
Pelanggaran demi pelanggaran yang semakin menumpuk memperlihatkan betapa tidak kompetennya penyelenggara pemilu. Namun, masyarakat tidak bisa berbuat banyak kecuali kembali memasrahkan pelaksanaan pilkada dan pengawasannya kepada KPU dan Bawaslu.
Momok intervensi penguasa kembali menghantui. Apalagi, sudah mulai tampak upaya cawe-cawe dengan mengutak-atik peraturan perundang-undangan, sangat mirip dengan yang terjadi di pilpres. Jika di pilpres Gibran yang diuntungkan, kali ini adik bungsunya, Ketua Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep, yang sedianya mendapat durian runtuh.
Patut diduga campur tangan menggiring hasil pemilu akan berlanjut. Bila bertepatan pada pelaksanaan pilpres, bantuan sosial (bansos) jorjoran digelontorkan, salahkah bila publik menduga hal yang mirip juga akan terjadi di pilkada? Terlebih, penguasa memiliki jaringan outlet intervensi yang begitu masif lewat 273 penjabat gubernur, bupati, dan wali kota.
Kredibilitas penyelenggara pemilu lagi-lagi menjadi taruhan. Ada harapan kuat KPU dan Bawaslu tidak terperosok kembali ke lubang yang sama. Toh, ketika sikap DPR belum jelas, KPU tegas menyatakan akan menaati dan menerapkan Putusan MK No 60 dan 70, sejalan dengan keinginan publik. Kali ini, publik juga akan lebih kuat mengawal karena tidak ingin kecolongan seperti pada pilpres.
MAHKAMAH Konstitusi kembali menghasilkan putusan progresif terkait dengan penyelenggaraan pemilu di Indonesia
MENTERI sejatinya dan semestinya adalah pembantu presiden. Kerja mereka sepenuhnya didedikasikan untuk membantu kepala negara mengatasi berbagai persoalan bangsa.
GENCATAN senjata antara Iran dan Israel yang tercapai pada Senin (23/6) malam memang kabar baik.
KITAB Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang bermartabat haruslah mengutamakan perlindungan menyeluruh atas hak-hak warga.
PRESIDEN Prabowo Subianto akhirnya menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2025 tentang Penanganan Secara Khusus dan Pemberian Penghargaan bagi Saksi Pelaku, akhir pekan lalu.
ADA-ADA saja dalih yang diciptakan oleh Amerika Serikat (AS) untuk menyerbu negara lain.
PENGESAHAN Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) adalah sebuah keniscayaan.
VONIS yang baru saja dijatuhkan kepada para pelaku mafia hukum dalam perkara Ronald Tannur kian menunjukkan dewi keadilan masih jauh dari negeri ini
ESKALASI konflik antara Iran dan Israel tidak menunjukkan tanda-tanda surut.
KITA sebenarnya sudah kenyang dengan beragam upaya manipulasi oleh negara. Namun, kali ini, rasanya lebih menyesakkan.
GENAP lima bulan Paulus Tannos ditangkap lembaga antikorupsi Singapura, Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB).
PEREBUTAN empat pulau antara Provinsi Aceh dan Sumatra Utara belakangan menyesaki ruang informasi publik.
KEADILAN di negeri ini sudah menjadi komoditas yang kerap diperjualbelikan. Hukum dengan mudah dibengkokkan.
ADA petuah bijak bahwa angka tidak pernah berbohong. Dalam bahasa Inggris, petuah itu berbunyi numbers never lie.
PERILAKU koruptif lebih didorong hasrat ketamakan dalam diri pelakunya (corruption by greed) ketimbang karena kebutuhan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved