Headline
Tidak ada solusi militer yang bisa atasi konflik Israel-Iran.
Para pelaku usaha logistik baik domestik maupun internasional khawatir peningkatan konflik Timur Tengah.
PEMILIHAN kepala daerah (pilkada) akan digelar serentak pada November mendatang, dari wali kota, bupati, hingga gubernur. Sejauh ini, para bakal calon pemimpin daerah itu mulai memoles citra dan mematut diri, baik melalui pemasangan poster maupun baliho meski belum secara resmi. Masyarakat, sebagai calon pemilih, mesti jeli dan hati-hati dalam memilih calon pemimpin mereka kelak. Jangan lagi terjebak membeli kucing dalam karung.
Apalagi Perkumpulan untuk Pemilihan Umum dan Demokrasi (Perludem) telah mewanti-wanti kemungkinan adanya eks koruptor yang meramaikan bursa dalam kontestasi tersebut. Calon pemimpin dengan latar belakang semacam itu harus benar-benar dihindari sebab kita khawatir para mantan terpidana korupsi tersebut berpotensi melakukan tindakan serupa jika mereka kembali terpilih. Oleh karena itu, masyarakat harus mempelajari betul rekam jejak calon pemimpin mereka.
Secara aturan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) memang memperbolehkan mantan terpidana, termasuk kasus korupsi, mencalonkan diri dalam pilkada lewat Peraturan KPU (PKPU) Nomor 8 Tahun 2024. Dalam Pasal 14 ayat (2) huruf f PKPU tersebut dijelaskan mantan terpidana boleh mencalonkan diri sebagai kepala daerah jika telah melewati jangka waktu lima tahun setelah selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Menurut norma dalam aturan itu, secara jujur atau terbuka, mereka wajib mengumumkan latar belakang jati diri sebagai mantan terpidana dan bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang.
Jika para kandidat dari kalangan eks napi koruptor itu tidak berani mengungkapkan jati diri mereka yang sebenarnya, jelas mereka bukanlah pemimpin yang jujur. Itu penting digarisbawahi karena sifat jujur, amanah, dan bertanggung jawab merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki seorang pemimpin, entah ia seorang ketua rukun tetangga entah presiden. Tanpa memiliki sifat-sifat itu, jangan harap masyarakat yang dipimpinnya bakal sejahtera.
Sejauh ini memang belum terlihat siapa saja eks terpidana korupsi yang akan mewarnai bursa pilkada. Terlebih, pendaftaran bakal pasangan calon kepala daerah, baik gubernur-wakil gubernur, bupati-wakil bupati, maupun wali kota-wakil wali kota, baru akan dibuka pada 27-29 Agustus mendatang. Akan tetapi, tidak ada salahnya dari sekarang masyarakat memperhatikan dan mempelajari rekam jejak calon pemimpin mereka. Perhatikan alat peraga yang kini mulai menjamur di wilayah masing-masing, apakah ada eks napi koruptor yang kembali mencalonkan diri.
Masyarakat jangan lagi terbuai dan tergoda oleh para pemimpin yang tidak amanah semacam itu. Jangan lagi permisif dengan segala bentuk perilaku koruptif, termasuk politik uang. Harus tegas diingatkan bahwa aksi korupsi yang kian menjadi-jadi di Indonesia merupakan buah dari praktik semacam itu. Pemberantasan korupsi akan semakin sulit jika politik uang masih menjadi tabiat dan perilaku yang wajar dalam sebuah kontestasi. Politik uang bakal mengerdilkan demokrasi dan pada tingkatan tertentu mematikan demokrasi.
Selain itu, politik uang pada akhirnya akan berdampak buruk bagi masyarakat sendiri. Politik uang bakal menghasilkan manajemen pemerintahan yang korup. Pemimpin yang dilahirkan melalui praktik itu ialah pemimpin yang memiliki karakter pragmatis, tidak kompeten, dan jauh dari nilai-nilai integritas. Dalam praktik pemerintahan, kepentingan rakyat berada di urutan sekian setelah kepentingan dirinya, donatur, atau kepentingan kelompok ditunaikan.
Sekali lagi harus ditegaskan bahwa korupsi, apa pun bentuknya, jelas perbuatan tidak bertanggung jawab yang hanya menguntungkan diri sendiri dan menyengsarakan rakyat. Jangan menggantungkan masa depan wilayah Anda kepada orang-orang pragmatis semacam itu. Oleh karena itu, jika ingin kehidupan di wilayah Anda maju, adil, makmur, dan sejahtera, jangan pernah lagi memilih pemimpin korup.
PENGESAHAN Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) adalah sebuah keniscayaan.
VONIS yang baru saja dijatuhkan kepada para pelaku mafia hukum dalam perkara Ronald Tannur kian menunjukkan dewi keadilan masih jauh dari negeri ini
ESKALASI konflik antara Iran dan Israel tidak menunjukkan tanda-tanda surut.
KITA sebenarnya sudah kenyang dengan beragam upaya manipulasi oleh negara. Namun, kali ini, rasanya lebih menyesakkan.
GENAP lima bulan Paulus Tannos ditangkap lembaga antikorupsi Singapura, Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB).
PEREBUTAN empat pulau antara Provinsi Aceh dan Sumatra Utara belakangan menyesaki ruang informasi publik.
KEADILAN di negeri ini sudah menjadi komoditas yang kerap diperjualbelikan. Hukum dengan mudah dibengkokkan.
ADA petuah bijak bahwa angka tidak pernah berbohong. Dalam bahasa Inggris, petuah itu berbunyi numbers never lie.
PERILAKU koruptif lebih didorong hasrat ketamakan dalam diri pelakunya (corruption by greed) ketimbang karena kebutuhan.
SUDAH semestinya negara selalu tunduk dan taat kepada konstitusi, utamanya menjaga keselamatan rakyat dan wilayah, serta memastikan hak dasar masyarakat dipenuhi.
UPAYA memberantas korupsi di negeri ini seperti tidak ada ujungnya. Tiap rezim pemerintahan mencetuskan tekad memberantas korupsi.
PERILAKU korupsi di negeri ini sudah seperti kanker ganas. Tidak mengherankan bila publik kerap dibuat geleng-geleng kepala oleh tindakan culas sejumlah pejabat.
DI tengah kondisi ekonomi yang sedang tidak baik-baik saja, soliditas di antara para punggawa pemerintah sangat dibutuhkan.
DALAM semua kondisi ancaman bahaya, kepanikan dan kelengahan sama buruknya. Keduanya sama-sama membuahkan petaka karena membuat kita tak mampu mengambil langkah tepat.
PANCASILA telah menjadi titik temu semua kekuatan politik di negeri ini.
JATUHNYA korban jiwa akibat longsor tambang galian C Gunung Kuda di Cirebon, Jawa Barat, menjadi bukti nyata masih amburadulnya tata kelola tambang di negeri ini.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved