Headline
AS ikut campur, Iran menyatakan siap tutup Selat Hormuz.
Tren kebakaran di Jakarta menunjukkan dinamika yang cukup signifikan.
SALAH satu fungsi dan tugas pemerintah ialah melayani masyarakat. Termasuk dalam pelayanan itu ialah memberikan informasi yang benar dan akurat terkait kebijakan yang akan dibuat atau dijalankan. Dengan begitu, publik atau masyarakat dapat memahami maksud dan tujuan dari kebijakan yang akan diterapkan, apalagi yang menyangkut kepentingan hajat hidup orang banyak.
Sayangnya, di negeri ini, pemerintah kadang membuat rencana kebijakan sepihak dan terkesan asal-asalan, tanpa melibatkan masukan dari berbagai elemen masyarakat. Contohnya soal rencana kebijakan mengenai Tabungan Permahan Rakyat (Tapera) yang belum lama ini mengundang polemik lantaran tidak mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Belum lagi isu itu reda, muncul soal rencana pembatasan atau pengetatan distribusi bahan bakar minyak (BBM) subsidi dalam waktu dekat. Namun, anehnya, antara pejabat satu dan lainnya mengeluarkan pernyataan yang berbeda perihal rencana tersebut. Belum juga matang, rencana itu sudah buru-buru dikumandangkan.
Menurut Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, pemerintah akan mulai membatasi pembelian BBM saat HUT ke-79 RI atau 17 Agustus 2024. Sebaliknya, Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bilang hal itu belum disetujui Presiden Jokowi dan masih perlu dirapatkan lagi. Pun, Menteri BUMN Erick Thohir mengaku belum mengetahui informasi tersebut dan memilih untuk menunggu penugasan saja.
Dari beberapa pernyataan itu jelas ada ketidaksinkronan di antara para pejabat di internal kabinet. Seolah tidak ada kordinasi antarkementerian. Wajar jika hal itu membuat masyarakat resah dan bingung. Belum lagi, bakal seperti apa bentuk atau skema pembatasan atau pengetatan BBM subsidi yang dimaksud pemerintah itu pun belum jelas.
Harus tegas ditekankan, masalah energi merupakan perkara sensitif yang menyangkut urusan orang banyak dan terkait juga soal perut. Sebab, setiap penaikan harga energi, utamanya bensin, berapa pun besarnya, dampaknya bakal merembet ke mana-mana. Ujung-ujungnya itu ikut menggerus daya beli masyarakat.
Mesti diakui, kondisi perekonomian masyarakat, terutama kelas menengah bawah, belumlah pulih sepenuhnya setelah dihantam pandemi beberapa waktu lalu. Saat ini, kondisi ekonomi secara makro pun sedang tidak baik-baik saja. Belum lagi nilai tukar rupiah yang masih fluktuatif terhadap dolar Amerika Serikat.
Upaya untuk membatasi atau memperketat pemberian subsidi agar tepat sasaran boleh-boleh saja, asalkan direncanakan dan dikoordinasikan dengan baik. Yang juga harus diingat, setiap kebijakan yang akan dikeluarkan pemerintah mesti melibatkan stakeholder utama, yakni masyarakat, karena merekalah yang akan terdampak dari kebijakan tersebut. Oleh karena itu, rencana ini mesti dimatangkan lagi dengan baik, termasuk dengan mengundang masukan dari berbagai pihak terkait.
Satu hal lagi yang juga perlu ditekankan ialah persoalan data, terutama calon penerima subsidi. Tidak bisa dimungkiri selama ini yang menjadi kelemahan kita ialah masih amburadulnya persoalan data. Pendistribusian bansos, misalnya, sering kali tidak tepat sararan. Salah satunya karena data yang tidak sinkron antarkementerian/lembaga maupun antara pusat dan daerah.
Untuk membenahi persoalan subsidi energi atau apa pun itu, semestinya hal mendasar inilah yang dibenahi lebih dulu. Jangan malah buru-buru mengeluarkan pernyataan yang belum jelas sehingga membuat rakyat resah dan bingung. Mbok ya koordinasi dulu, jangan grasah-grusuh. Apalagi, kabarnya Presiden juga belum setuju.
ADA-ADA saja dalih yang diciptakan oleh Amerika Serikat (AS) untuk menyerbu negara lain.
PENGESAHAN Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) adalah sebuah keniscayaan.
VONIS yang baru saja dijatuhkan kepada para pelaku mafia hukum dalam perkara Ronald Tannur kian menunjukkan dewi keadilan masih jauh dari negeri ini
ESKALASI konflik antara Iran dan Israel tidak menunjukkan tanda-tanda surut.
KITA sebenarnya sudah kenyang dengan beragam upaya manipulasi oleh negara. Namun, kali ini, rasanya lebih menyesakkan.
GENAP lima bulan Paulus Tannos ditangkap lembaga antikorupsi Singapura, Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB).
PEREBUTAN empat pulau antara Provinsi Aceh dan Sumatra Utara belakangan menyesaki ruang informasi publik.
KEADILAN di negeri ini sudah menjadi komoditas yang kerap diperjualbelikan. Hukum dengan mudah dibengkokkan.
ADA petuah bijak bahwa angka tidak pernah berbohong. Dalam bahasa Inggris, petuah itu berbunyi numbers never lie.
PERILAKU koruptif lebih didorong hasrat ketamakan dalam diri pelakunya (corruption by greed) ketimbang karena kebutuhan.
SUDAH semestinya negara selalu tunduk dan taat kepada konstitusi, utamanya menjaga keselamatan rakyat dan wilayah, serta memastikan hak dasar masyarakat dipenuhi.
UPAYA memberantas korupsi di negeri ini seperti tidak ada ujungnya. Tiap rezim pemerintahan mencetuskan tekad memberantas korupsi.
PERILAKU korupsi di negeri ini sudah seperti kanker ganas. Tidak mengherankan bila publik kerap dibuat geleng-geleng kepala oleh tindakan culas sejumlah pejabat.
DI tengah kondisi ekonomi yang sedang tidak baik-baik saja, soliditas di antara para punggawa pemerintah sangat dibutuhkan.
DALAM semua kondisi ancaman bahaya, kepanikan dan kelengahan sama buruknya. Keduanya sama-sama membuahkan petaka karena membuat kita tak mampu mengambil langkah tepat.
PANCASILA telah menjadi titik temu semua kekuatan politik di negeri ini.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved