Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
PERANG 12 hari (13-25 Juni) antara Iran versus Israel-AS telah berakhir dengan 'gencatan senjata'. Pekan ini, menurut Presiden AS Donald Trump, perang Hamas-Israel pun akan berakhir dengan gencatan senjata selama dua bulan. Apakah dengan demikian Timur Tengah akan kembali normal dan normalisasi hubungan Israel dan negara-negara Arab akan terjadi melalui Perjanjian Ibrahim (Abraham Accord)?
PROGRAM NUKLIR IRAN
Sejak kemenangan revolusi Islam Iran pada 1979 yang menjatuhkan Monarki Pahlevi dukungan AS dan merupakan sekutu Israel, hubungan Iran dengan AS-Israel memburuk. Bahkan, sejak itu hubungan diplomatik Iran dengan dua negara itu putus. Hubungan Iran dengan negara-negara Arab dan Islam pun memburuk karena Iran di bawah Ayatullah Ruhullah Khomeini, pemimpin revolusi sekaligus pendiri Republik Islam Iran, menggencarkan kebijakan ekspor revolusi. Kebijakan itu membuat Iran terisolasi dan perang delapan tahun dengan Irak (1980-1988) memukul ekonominya lebih jauh.
Setelah Khomeini meninggal pada 1989, rezim mullah Iran di bawah pemimpin baru, Ayatullah Ali Khamenei, politik luar negeri Iran berubah. Kebijakan lama ditinggalkan. Namun, permusuhan dengan Israel dan AS tetap dipertahankan. Di bawah Khamenei, Iran membentuk 'poros perlawanan' dengan membentuk milisi-milisi bersenjata di sejumlah negara Arab untuk menghadang hegemoni Israel dan AS. Pada saat bersamaan Iran membangun program nuklir untuk tujuan sipil. Untuk meyakinkan dunia internasional, pada 1995 Iran menandatangani Perjanjian Nonproliferasi Nuklir (NPT).
Dengan menjadi anggota NPT, Iran berhak menggunakan nuklir untuk keperluan sipil. Namun, program nuklir Iran dicurigai Israel dan AS sebagai upaya menciptakan bom nuklir untuk menandingi Israel yang telah memiliki bom nuklir dengan persetujuan AS.
Untuk menyelesaikan isu program nuklir Iran, pada 2015 Iran dan lima kekuatan dunia plus Jerman menandatangani Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA). JCPOA mengharuskan pengayaan uranium Iran tak boleh melebihi 3,67% dan diawasi secara ketat oleh IAEA dengan imbalan Iran boleh mengekspor minyaknya ke pasar global.
Namun, Israel dan negara-negara Arab Teluk tak puas. Setidaknya, dengan keleluasaan mereka mengeskpor minyak mereka ke pasar global, Iran akan memperkuat proksi mereka di kawasan. Dengan demikian, ketika menduduki Gedung Putih (2017-2021) pada 2018 Trump secara sepihak mundur dari JCPOA disusul dengan tekanan maksimum untuk mencekik ekonomi Iran.
Setahun kemudian, Iran pun keluar dari JCPOA dengan meningkatkan pengayaan uranium hingga 60% dan membatasi pengawasan IAEA. Untuk membuat bom nuklir, diperlukan pengayaan uranium hingga 90% yang, menurut IAEA, dapat dilakukan Iran dalam hitung minggu. Tujuan Iran ialah meningkatkan daya tawar mereka vis a vis AS. Terjadi eskalasi di Teluk. Iran menyerang tanker-tanker internasional di dekat Teluk Hormuz. Sementara itu, Trump memerintahkan pembunuhan terhadap Panglima Pasukan Quds dari Garda Revolusi Iran, Qassem Soleimani.
Begitu berkuasa kembali, Trump menuntut Iran membongkar program nuklir mereka secara menyeluruh, tapi ia memprioritaskan penyelesaian melalui jalan diplomasi. Perundingan telah berjalan lima putaran di Oman dan Roma, Italia. Pada 15 Juni dijadwalkan perundingan keenam akan dilanjutkan di Oman. Ketika mengunjungi Timteng pada Mei, Trump menyatakan perundingan dengan Iran semakin dekat ke kesepakatan.
Pada 13 Juni, sekonyong-konyong Israel menyerang situs-situs nuklir dan militer Iran serta membunuh pemimpin militer, Garda Revolusi, dan pakar nuklir Iran untuk menyabotase perundingan Iran-AS, sekaligus menyeret AS ke dalam perang. Perlunya AS ikut serta dalam perang memiliki dua tujuan. Pertama, melindungi Israel dari kecaman internasional. Kedua, memastikan situs nuklir Iran yang berada 60 meter di bawah tanah bisa dihancurkan karena hanya AS yang memiliki bomber penghancur bungker. Di luar dugaan, ternyata Iran menahan diri untuk tidak mengobarkan perang menyeluruh.
Namun, untuk menyelamatkan muka, Iran hanya menyerang pangkalan militer AS di Qatar. Itu pun didahului pemberitahuan agar AS mengosongkan pangkalan dari personel militer mereka. Qatar pun berhasil merontokkan 13 dari 14 rudal Iran yang ditembakkan ke Qatar. Iran pun berhenti menyerang Israel setelah Trump menekan Israel untuk tak melanjutkan serangan terhadap Iran. Gencatan senjata pun terwujud dengan semua pihak mengeklaim menang perang. Namun, gencatan senjata itu rapuh karena Israel masih ingin membunuh Khamenei, sementara Iran bertekad melanjutkan program nuklir mereka dengan memutuskan kerja sama dengan IAEA, dan perundingan AS-Iran terhenti entah sampai kapan.
PERANG GAZA
Perang Iran melawan Israel-AS terjadi saat genosida dan ethnic cleansing oleh Israel masih berlangsung di Gaza. Di tengah keprihatinan dunia, pada 2 Juli Trump menyatakan Israel dan Hamas menyetujui proposal gencatan senjata selama dua bulan. Mudah-mudahan apa yang dikatakan Trump itu terwujud dan gencatan senjata diharapkan menciptakan momentum untuk mengakhiri perang atau gencatan senjata permanen.
Meskipun demikian, posisi Hamas dan Israel dalam perundingan setelah gencatan senjata dua bulan masih sulit didamaikan. Israel masih menuntut Hamas melepaskan senjata, menolak gencatan senjata permanen, dan menolak menarik seluruh pasukan mereka dari enklave itu.
Sementara itu, Hamas tak bersedia memenuhi tuntutan Israel. Gencatan senjata dua bulan memungkinkan masuknya bantuan kemanusiaan secara penuh ke Gaza dengan imbalan Hamas membebaskan 10 dari 20 sandera yang masih hidup serta 20 dari 33 jenazah Yahudi yang masih berada di Gaza.
Pengakhiran perang di Gaza disambut kelompok oposisi dan sebagian publik Israel. Meskipun belum menjatuhkan sanksi, UE juga meminta Israel segera mengakhiri perang di Gaza. Sebagian besar anggota UE malah mendesak UE agar menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap Israel berdasarkan Perjanjian Asosiasi Israel-UE, bahwa kemudahan ekonomi diberikan kepada Israel sepanjang Israel menghormati HAM.
Hanya lima negara, di antaranya Jerman, Ceko, dan Italia, yang masih menolak penjatuhan sanksi terhadap Israel. Negara-negara Arab pun belum bersedia melakukan normalisasi hubungan dengan Israel sebagai perluasan Perjanjian Ibrahim sepanjang tidak ada tawaran yang masuk akal bagi pendirian negara Palestina meskipun Israel berharap serangan mereka terhadap Iran membuka jalan bagi normalisasi hubungan Israel dengan seluruh negara Arab. Itu disebabkan serangan Israel menandai superioritas militer mereka atas Iran yang dapat diandalkan bangsa Arab, terutama negara-negara Arab Teluk.
Kendati posisi Netanyahu di dalam negeri menguat setelah Israel dengan bantuan AS menghancurkan situs nuklir dan melemahkan rezim Iran, persoalan Gaza masih membelit Netanyahu. Dua pemimpin partai koalisi di pemerintahan Israel, yaitu Menteri Keuangan Bezalel Smotrich dan Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir, masih mengancam akan mundur dari pemerintahan kalau perang Gaza diakhiri sebelum Hamas menyerah dan Gaza diduduki secara permanen.
Kalau pemerintahan Netanyahu runtuh, Netanyahu akan menghadapi tiga masalah besar. Pertama, masalah korupsi dan suap. Kedua, soal pelemahan lembaga yudikatif yang melemahkan sistem demokrasi. Ketiga, kelalaiannya menjaga teritorium Israel sehingga Hamas berhasil menerobos teritorium Israel.
Hal lain yang masih mengganggu hubungan Israel-Arab ialah isu Libanon dan Suriah. Kendati telah terjadi kesepakatan gencatan senjata Israel-Hizbullah pada November silam, Israel tak mau mundur dari lima titik yang strategis di Libanon selatan meskipun Hizbullah telah menarik pasukan mereka hingga ke sebelah utara Sungai Litani.
Pada saat yang sama, serangan-serangan Israel di Libanon menyebabkan kematian rakyat sipil. Di Suriah, Israel memperluas aneksasi wilayah Suriah sembari melancarkan serangan-serangan ke berbagai tempat untuk melemahkan dan memecah belah Suriah yang belum berdamai dengan Israel.
PENUTUP
Hal-hal di atas akan melestarikan ketegangan hubungan Iran-Israel-AS. Bahkan, akan terjadi kegemparan besar kalau sampai Israel mewujudkan niat mereka membunuh Khamenei sebagaimana dikatakan Menteri Pertahanan Israel Israel Katz. Khamenei ialah pemimpin spiritual dan politik sekaligus yang fatwanya dipatuhi kaum Syiah di seluruh dunia.
Posisi Khamenei, pada tingkat tertentu, sama dengan posisi paus dalam gereja Katolik. Hubungan Iran-AS juga akan tetap suram kalau AS tetap menolak hak Iran menggunakan nuklir untuk tujuan sipil.
Bahkan, dengan menyerang Iran tanpa bukti Iran sedang mengembangkan senjata nuklir, dan menganulir JCPOA yang dibuatnya dengan Iran, Trump membuat Iran skeptis terhadap dirinya. Mempertimbangkan dua hal berikut dapat menjustifikasi Iran membuat senjata nuklir. Pertama, AS tak berani berperang dengan Korea Utara karena negeri itu memiliki senjata nuklir. Kedua, AS dan Barat menekan Libia di bawah Muammar Khaddafy untuk membongkar seluruh program nuklirnya. Ketika Khaddafy mematuhinya, NATO pimpinan AS malah menyerang Libia dan berujung pada pembunuhan Khaddafy.
Dua contoh itu bisa merangsang Iran untuk menyimpulkan bahwa hanya dengan memiliki senjata nuklir Iran akan terbebas dari intimidasi dan serangan AS dan Israel. Bisa jadi Rusia dan Tiongkok akan membantu mewujudkannya mengingat Iran satu-satunya negara Timteng yang anti-AS.
Namun, kalau demikian, akan terjadi lomba nuklir di kawasan. Arab Saudi telah mengatakan, kalau Iran punya nuklir, Saudi juga akan membuatnya. Hubungan Israel-Arab pun akan tetap membara sepanjang Israel tak menggubris harapan Arab akan two-state solution sebagai satu-satunya opsi yang tersedia bagi penyelesaian masalah Arab-Israel.
Menghadapi kenyataan adanya perang Iran-Israel saat ini, penulis sebagai eksponen Patriot Soekarnois belum melihat adanya sikap tegas dari pemerintah terhadap perang tersebut.
Pemerintahan federal AS tetap siaga terhadap potensi ancaman yang muncul akibat konflik di Timur Tengah.
Pentingnya mengikuti perkembangan situasi keamanan, mematuhi arahan dari otoritas setempat, serta menghindari wilayah yang menjadi target strategis dalam konflik antarnegara.
Ketegangan geopolitik di Timur Tengah kembali mencuat seiring dengan meningkatnya kemungkinan Iran menutup Selat Hormuz, jalur strategis yang menjadi urat nadi ekspor minyak dunia.
Departemen Luar Negeri AS mengeluarkan peringatan keamanan global ke warganya menyusul ketegangan di Timur Tengah.
PEMERINTAH Israel menyatakan kesediaannya untuk menjajaki perdamaian dengan Suriah.
Menghadapi kenyataan adanya perang Iran-Israel saat ini, penulis sebagai eksponen Patriot Soekarnois belum melihat adanya sikap tegas dari pemerintah terhadap perang tersebut.
Presiden sementara Suriah Ahmad al-Sharaa dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sedang dipertimbangkan untuk bertemu di sela-sela Majelis Umum PBB yang akan datang di New York.
IRAN menolak klaim pembenaran AS atas serangan Negeri Paman Sam terhadap fasilitas nuklir Iran yang disebut Washington sebagai pembelaan diri kolektif.
AMERIKA Serikat telah menyetujui penjualan sistem panduan senilai US$510 juta (sekitar Rp8,24 triliun) untuk bunker Israel dan bom regular.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved