Headline
Pelaku perusakan dan penganiayaan harus diproses hukum.
Pelaku perusakan dan penganiayaan harus diproses hukum.
HINGGA menjelang dua tahun sejak serangan yang dilakukan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023 lalu, belum ada tanda-tanda situasi di Timur Tengah akan kembali damai dan stabil. Situasi terbaru justru semakin kritis, yang ditandai dengan terjadinya pelbagai macam pelanggaran perang dan kebarbaran tak berperikemanusiaan yang dilakukan Israel di Gaza. Bahkan Timur Tengah mutakhir berada dalam kerentanan yang sangat rawan, khususnya pascaperang Israel-Iran.
Pada tahap tertentu, perang Israel-Iran yang berlangsung selama 12 hari (13-24 Juni) bisa menjadi salah satu faktor bagi terbentuknya Timur Tengah baru. Secara subjektif, Israel dan Iran sama-sama mengeklaim memenangi perang yang ada. Namun, secara faktual Iran lebih banyak mengalami kerugian fisik (minimal dari jumlah korban meninggal yang mencapai 935 orang). Sebagaimana juga secara faktual, Israel tak mampu menangkis seluruh roket maupun drone dari Iran. Hingga akhirnya banyak roket Iran yang menghancurkan bangunan-bangunan di Israel dengan puluhan orang menjadi korban meninggal (tanpa laporan resmi).
Padahal Israel telah dibekali dengan banyak persenjataan canggih, seperti pesawat tempur, drone, dan yang lainnya. Sebagaimana Israel juga telah ditopang oleh sistem pertahanan udara yang paling canggih di dunia, mulai sistem pertahanan udara buatan Amerika Serikat (AS), Thaad, hingga pertahanan udara yang dibuat sendiri oleh Israel (Iron Dome).
Di sini dapat ditegaskan, perang 12 hari antara Israel dan Iran telah melahirkan fakta baru di Timur Tengah, yakni kekuatan persenjataan Iran yang mampu memorak-porandakan Israel. Seperti efek domino, kenyataan ini bisa melahirkan dampak-dampak lanjutan di Timur Tengah, seperti kerentanan kawasan Timur Tengah terhadap perang besar antara Israel dan Iran kembali, menguatkan kelompok-kelompok perlawanan di kawasan. Hadirnya Iran sebagai pendatang baru di kalangan negara-negara yang bisa membuat persenjataan canggih hingga terbentuknya Timur Tengah baru (sebagaimana telah disampaikan di awal tulisan ini).
Ditambah lagi dengan rekonstruksi Gaza baru pascaperang. Gaza pascaperang akan menjadi faktor lain dari terbentuknya Timur Tengah baru dalam skala lokal di Gaza, tapi bisa berdampak dalam konteks regional Timur Tengah.
Apakah Gaza ke depan akan tetap dikuasai oleh Hamas? Apakah Gaza ke depan akan diserahkan kepada otoritas Palestina yang mungkin akan disetujui Hamas tapi justru ditolak oleh Israel? Atau Gaza justru akan dicaplok kembali oleh Israel yang akan ditolak oleh semua pihak kecuali AS? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di atas akan menjadi salah satu bentuk nyata dari Timur Tengah baru.
DAMAI TERPAKSA
Semenjak perang Arab-Israel terakhir (1973), Timur Tengah dipaksa untuk damai dengan Israel (dalam pengertian tidak berperang). Pemaksaan ini dilakukan dalam bentuk mendukung persenjataan Israel secanggih mungkin, mulai dari persenjataan udara, sistem pertahanan, laut hingga darat. Hingga akhirnya Israel menjadi negara superpower di Timur Tengah.
Sedangkan negara-negara lain di kawasan tidak ada yang memiliki kecanggihan persenjataan seperti yang dimiliki Israel. Alih-alih Palestina yang bahkan didesain untuk menjadi negara tanpa senjata (kalaupun menjadi negara merdeka), bahkan negara-negara lain yang masuk di barisan sekutu utama AS di kawasan tidak memiliki senjata canggih seperti yang dimiliki Israel, mulai dari Turki yang sama-sama anggota NATO (dengan AS), Mesir, Yordania, hingga negara-negara Arab Teluk.
Walaupun masyarakat di kawasan ‘panas-membara’ akibat sikap-sikap Israel yang acap semena-mena terhadap rakyat Palestina, negara-negara itu (khususnya kalangan elite) tidak berdaya menghadapi AS dan Israel pada tahap selanjutnya, bahkan walaupun rakyat Gaza sudah dibantai seperti sekarang!
Kalaupun ada yang melawan, mereka adalah kelompok milisi kecil yang dikenal dengan istilah poros perlawanan (mihwarul muqawamah). Kelompok-kelompok inilah yang selama ini acap memberikan perlawanan secara terbatas terhadap Israel hingga terjadi beberapa perang dan krisis dalam skala terbatas, seperti perang tahun 2006 (Israel-Hizbullah, 2009, 2012, 2014, dan 2021 (Israel-Hamas). Serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 adalah serangan paling besar dari kelompok perlawanan ini. Dan perang Israel-Iran selama 12 hari menjadi letusan ‘ibu gunung’ kelompok perlawanan yang bisa menjadi faktor bagi tatanan Timur Tengah baru.
TIMUR TENGAH BARU
Di satu sisi, perang Israel-Iran bisa membawa kawasan Timur Tengah dalam kerentanan baru. Mengingat perang di antara dua negara ini bisa terjadi kapan saja, khususnya kalau Israel ataupun sekutunya menyerang Iran. Namun, di sisi lain, realitas ini bisa mendorong para pihak terkait Timur Tengah untuk mendesain Timur Tengah baru yang bisa melahirkan perdamaian secara lebih permanen, khususnya dengan hal-hal sebagaimana berikut.
Pertama, perdamaian sebagai kebutuhan bersama, bukan paksaan dari pihak mana pun dengan desain persenjataan yang tidak berimbang sebagaimana di atas. Perdamaian sebagai kebutuhan akan melahirkan sikap bersama yang lebih kokoh. Negara-negara di kawasan, contohnya, menerima dan berdampingan dengan Israel bukan karena tidak berdaya atau tidak mungkin untuk melawan negara yang disebutkan namanya terakhir, melainkan karena Israel memiliki hak untuk diperlakukan secara damai dan terhormat. Pun demikian sebaliknya; contoh lain, Israel menerima dan berdampingan dengan negara-negara di kawasan tanpa meremehkan mereka karena negara-negara tersebut juga memiliki hak untuk diperlakukan secara damai dan terhormat.
Kedua, kesetaraan dan saling menghormati di antara negara-negara kawasan. Prinsip kesetaraan dan saling menghormati antarnegara akan lebih mudah tercipta manakala negara-negara di kawasan tidak mengidap ketakutan tertentu (seperti ancaman kekuasaan). Dengan prinsip kesetaraan dan saling menghormati, negara-negara di kawasan akan fokus pada pengembangan pembangunan nasional masing-masing dan tidak saling mengganggu.
Ketiga, kemerdekaan Palestina. Harus diakui bersama, kondisi Palestina yang tidak merdeka telah menjadi sumber instabilitas, tak hanya dalam konteks kawasan, tapi juga dalam konteks global. Sebagaimana bangsa-bangsa lain, Palestina berhak dan harus didukung untuk menjadi negara merdeka di semua lini kehidupannya, termasuk dalam mengembangkan pasukan keamanan dan bahkan persenjataan. Hingga tidak ada negara lain yang semena-mena seperti dilakukan Israel selama ini.
Keempat, solusi dua negara. Palestina yang merdeka tidak boleh mengancam atau mengganggu Israel. Justru Palestina yang merdeka harus bertetangga secara damai dan mengakui keberadaan Israel. Tak hanya Palestina, negara-negara lain di kawasan sejatinya bisa menerima Israel. Inilah cita-cita dari solusi dua negara.
Bila semua hal di atas tercipta, Timur Tengah baru tidak hanya menjadi sebuah nama, melainkan menjadi realitas yang berbeda dari situasi Timur Tengah terdahulu. Bila Timur Tengah terdahulu acap menjadi jadi sumber konflik, Timur Tengah baru bisa berubah menjadi kiblat perdamaian. Semoga.
PERANG 12 hari (13-25 Juni) antara Iran versus Israel-AS telah berakhir dengan 'gencatan senjata'.
Menghadapi kenyataan adanya perang Iran-Israel saat ini, penulis sebagai eksponen Patriot Soekarnois belum melihat adanya sikap tegas dari pemerintah terhadap perang tersebut.
Pemerintahan federal AS tetap siaga terhadap potensi ancaman yang muncul akibat konflik di Timur Tengah.
Pentingnya mengikuti perkembangan situasi keamanan, mematuhi arahan dari otoritas setempat, serta menghindari wilayah yang menjadi target strategis dalam konflik antarnegara.
Ketegangan geopolitik di Timur Tengah kembali mencuat seiring dengan meningkatnya kemungkinan Iran menutup Selat Hormuz, jalur strategis yang menjadi urat nadi ekspor minyak dunia.
IRAN menerima sistem rudal permukaan-ke-udara dari Tiongkok sebagai bagian dari upaya cepat membangun kembali pertahanan udaranya yang rusak akibat serangan Israel selama konflik 12 hari.
PRESIDEN Iran Masoud Pezeshkian mengeklaim bahwa Israel mencoba membunuhnya dalam serangan udara yang terjadi kurang dari sebulan lalu.
PRESIDEN Iran Masoud Pezeshkian mengeklaim bahwa Israel berusaha membunuhnya dengan menyerang wilayah tempat ia sedang mengadakan pertemuan.
PRESIDEN Iran Masoud Pezeshkian mengungkap bahwa dirinya menjadi sasaran upaya pembunuhan oleh Israel selama konflik 12 hari antara kedua negara yang terjadi pada pertengahan Juni lalu.
KETIKA Israel secara intensif menggempur berbagai fasilitas nuklir Iran dalam eskalasi terbaru, dunia justru kembali mengalihkan perhatian pada program nuklir rahasia Israel, Dimona.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved