Headline
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
ADA hal unik dan lucu dalam rapat kerja Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas dengan Komisi XI DPR RI di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (13/6) lalu. Dalam rapat tersebut, Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa berkeluh kesah soal masih banyaknya pelaksanaan program pembangunan yang tidak sesuai dengan perencanaan. Bahkan, katanya, meleset jauh dari target.
Ia mencontohkan adanya pembelian motor trail dalam suatu program revolusi mental. Suharso juga mengatakan ada salah satu daerah yang tampak tidak mengerti tentang penggunaan anggaran program penanganan tengkes (stunting). Alih-alih untuk menangani tengkes secara langsung, kata Suharso, dana itu justru digunakan untuk memperbaiki pagar puskesmas.
Apa yang dipaparkan Suharso itu tentu saja terdengar ironis dan lucu. Lucu karena keluhan yang ia sampaikan justru merupakan bagian dari satu tugas dan kewajiban lembaga yang dipimpinnya, yakni merencanakan pembangunan nasional. Alasan bahwa Bappenas tidak lagi punya fungsi mengawasi dan memberi sanksi, tidak bisa menjadi pembenaran untuk lepas tangan dan menyalahkan eksekutor atau daerah selaku pengguna anggaran.
Pemerintah pusat seharusnya dapat menyelaraskan eksekusi program dengan perencanaan. Jika dalam perencanaan kriterianya sudah terukur, jelas, dan benar, tentu bakal lebih memudahkan kementerian/lembaga dalam menyusun kegiatan. Segala hal tentu ada prosesnya, bertahap dari hulu hingga hilir. Analoginya, sampah yang ditemukan di laut atau muara tidak tiba-tiba ada di situ, sebagiannya juga terbawa dari hulu. Begitu juga dengan output dan outcome pembangunan, jika perencanaan dan pelaksanaannya amburadul, bagaimana mau terlihat baik hasilnya?
Harus diakui, suka atau tidak suka, dengan adanya Repelita (Rencana Pembangunan Lima tahun) dan GBHN (Garis-Garis Besar Haluan Negara), pembangunan di orde yang telah lalu relatif terlihat lebih rapi dan terencana. Kini, semua itu sudah dilupakan. Yang ada hanya anggaran tahunan sehingga pembangunan bersifat temporer, yang sering kali tidak jelas arahnya.
Salah satu contohnya ialah program penanganan tengkes yang sudah bertahun-tahun, hingga kini belum beres hasilnya. Begitu juga program revolusi mental yang hingga kini baru sebatas jargon. Padahal, sudah berapa banyak dana digelontorkan untuk kedua program tersebut. Belum lagi program di bidang tata kota, pertanian, kesehatan, pendidikan, dan lain-lain. Persoalan-persoalan di sektor itu tidak pernah tuntas dan selalu berulang lantaran tidak direncanakan dengan matang dan sungguh-sungguh.
Sekali lagi, harus kita tegaskan, keberhasilan dan kesinambungan pembangunan hanya bisa dilakukan dengan membuat rencana jangka panjang yang dilakukan setahap demi setahap. Harus diakui, kini langkah itu makin ditinggalkan. Mengembalikan Bappenas menjadi lembaga pengawas yang terlalu berkuasa dan berwenang memberi sanksi seperti masa Orde Baru, tentu saja bukanlah solusinya. Jangan sampai lembaga itu terjebak menjadi calo proyek.
Yang dibutuhkan saat ini ialah kerja sama di antara tiap-tiap kementerian dan lembaga, pusat dan daerah, pemerintah dan swasta, dan sebagainya. Tidak bisa merencanakan atau membuat program tanpa melibatkan dan partisipasi seluruh elemen masyarakat. Lihat saja program Tapera yang kini menimbulkan banyak penolakan. Itu lantaran tidak direncanakan dengan matang dan dilakukan hanya sepihak.
Mengurus negara butuh perencanaan matang. Tanpa manajemen perencanaan yang matang, pemerintah hanya akan seperti petugas pemadam kebakaran. Ada banjir, bikin program. Demam berdarah merebak, kembali buat program. Tidak pernah tuntas dan berkesinambungan. Hal itu karena tidak direncanakan dengan matang dan saksama, hanya bersifat parsial serta temporal.
Harus diakui, yang kita butuhkan saat ini ialah seorang konseptor, bukan sekadar operator, apalagi hanya orator.
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Immanuele 'Noel' Ebenezer Gerungan dan 10 orang lainnya sebagai tersangka.
DUA kasus besar yang terjadi di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) saat ini tidak bisa dianggap remeh.
PEMERINTAH mengalokasikan Rp757,8 triliun untuk anggaran pendidikan pada 2026, atau mengambil porsi 20% lebih APBN tahun depan.
SUDAH tiga kali rezim di Republik ini berganti, tetapi pengelolaan ibadah haji tidak pernah luput dari prahara korupsi.
KONSTITUSI telah menegaskan bahwa Indonesia merupakan negara hukum. Salah satu prinsip yang tak bisa ditawar ialah soal kepastian hukum.
UNGKAPAN tidak ada manusia yang sempurna menyiratkan bahwa tidak ada seorang pun yang luput dari kesalahan.
BERANI mengungkap kesalahan ialah anak tangga pertama menuju perbaikan.
DELAPAN dekade sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Indonesia telah menapaki perjalanan panjang yang penuh dinamika.
BERCANDA itu tidak dilarang. Bahkan, bercanda punya banyak manfaat untuk kesehatan fisik dan mental serta mengurangi stres.
MULAI 2026, penyelenggaraan ibadah haji di Tanah Air memasuki era baru. K
BUKAN masuk penjara, malah jadi komisaris di BUMN. Begitulah nasib Silfester Matutina, seorang terpidana 1 tahun 6 bulan penjara yang sudah divonis sejak 2019 silam.
PERSOALAN sengketa wilayah Blok Ambalat antara Indonesia dan Malaysia kembali mencuat di tengah kian mesranya hubungan kedua negara.
BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia.
PEMERIKSAAN dua menteri dari era Presiden Joko Widodo oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi menjadi sorotan publik.
SAMA seperti perang terhadap korupsi, perang melawan narkoba di negeri ini sering dipecundangi dari dalam.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved