Headline
Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.
Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
UNTUK ke-8 kalinya, kita akan memperingati Hari Lahir Pancasila, hari ini. Peringatan itu semestinya tak sekadar ajang seremonial tahunan, tapi yang jauh lebih penting ialah bagaimana menjadikannya sebagai momentum untuk semakin paripurna mengimplementasikan nilai-nilai ideologi bangsa itu dalam kehidupan bangsa dan negara.
Usia Pancasila sejatinya sudah cukup tua. Ia ada sejak pertama kali disebut oleh Presiden pertama RI Soekarno dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada 1 Juni 1945. Namun, 1 Juni secara resmi baru ditetapkan sebagai hari lahir dasar negara kita itu lewat Keputusan Presiden No 24 Tahun 2016.
Peringatan ulang tahun jamak dijadikan refleksi perihal apa yang sudah dilakukan dan apa yang harus dilakukan di masa-masa mendatang. Peringatan ulang tahun lazim digunakan sebagai ajang instropeksi, arena koreksi, atas kesalahan dan kekurangan demi perbaikan di kemudian hari. Semangat itu pula yang seharusnya dikedepankan dalam peringatan Hari Lahir Pancasila, hari ini. Bukan cuma dengan menggelar upacara, bukan pula sebatas ucapan atau parade kata-kata.
Harus kita katakan, bangsa ini belum sepenuhnya menjalankan nilai-nilai luhur Pancasila. Dari lima sila yang ada, belum ada satu pun yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari secara sempurna, bahkan masih jauh dari paripurna. Apalagi, akhir-akhir ini kehidupan berbangsa dan bernegara justru diwarnai oleh praktik-praktik yang bertolak belakang dengan spirit Pancasila.
Pancasila, misalnya, mengajarkan persatuan. Akan tetapi, apa yang terjadi belakangan? Perpecahan di antara anak bangsa masih kerap terjadi. Mereka pecah, tersekat-sekat, karena perang kepentingan. Mereka terbelah lantaran ambisi kekuasaan.
Soal bagaimana memburu kekuasaan juga tak selaras dengan nilai-nilai Pancasila. Menghalalkan beragam cara yang sebenarnya haram, menabrak etika yang semestinya dimuliakan, merusak hukum yang seharusnya dijunjung adalah contoh nyata pengingkaran terhadap Pancasila. Di Pemilu 2024, semua itu terpampang gamblang.
Para pemburu kekuasaan tak sungkan melakukan praktik lancung dan lebih ironis lagi banyak rakyat yang mengamini. Demokrasi yang diperjuangkan dengan darah dan air mata bukannya dirawat agar semakin sehat, justru sebaliknya disakiti yang bisa membuatnya mati.
Pengingkaran terhadap nilai-nilai Pancasila juga kentara dengan kebijakan-kebijakan pemerintah yang ada. Apakah biaya supermahal yang harus dibayar rakyat untuk mengenyam pendidikan di perguruan tinggi selaras dengan Pancasila? Jelas tidak. Apakah pemaksaan terhadap seluruh pekerja untuk menjadi peserta Tabungan Perumahan Rakyat alias Tapera mencerminkan semangat Pancasila? Juga tidak.
Perilaku sebagian rakyat demikian pula. Masih adanya praktik-praktik pelarangan ibadah bagi penganut agama lain, amsalnya, adalah bukti tak terbantahkan bahwa Pancasila belum seutuhnya menjiwai anak-anak bangsa.
Tema Hari Lahir Pancasila tahun ini sungguh apik. Pancasila Jiwa Pemersatu Bangsa Menuju Indonesia Emas Tahun 2045 kiranya bisa menjadi penambah semangat bagi seluruh elemen bangsa untuk berbuat lebih baik. Akan tetapi, sekali lagi, peringatan hari lahir pantang hanya menjadi ritual rutin saban tahun.
Para elite, para pengambil kebijakan, mereka yang tengah memangku kuasa, mutlak menunjukkan bahwa Pancasila bukan cuma lafalan kata-kata tapi dasar dan panduan utama dalam mengelola negara. Apalah artinya berpanas-panas mengikuti upacara peringatan Hari Lahir Pancasila tetapi masih saja suka berperilaku sebaliknya.
PERILAKU koruptif lebih didorong hasrat ketamakan dalam diri pelakunya (corruption by greed) ketimbang karena kebutuhan.
SUDAH semestinya negara selalu tunduk dan taat kepada konstitusi, utamanya menjaga keselamatan rakyat dan wilayah, serta memastikan hak dasar masyarakat dipenuhi.
UPAYA memberantas korupsi di negeri ini seperti tidak ada ujungnya. Tiap rezim pemerintahan mencetuskan tekad memberantas korupsi.
PERILAKU korupsi di negeri ini sudah seperti kanker ganas. Tidak mengherankan bila publik kerap dibuat geleng-geleng kepala oleh tindakan culas sejumlah pejabat.
DI tengah kondisi ekonomi yang sedang tidak baik-baik saja, soliditas di antara para punggawa pemerintah sangat dibutuhkan.
DALAM semua kondisi ancaman bahaya, kepanikan dan kelengahan sama buruknya. Keduanya sama-sama membuahkan petaka karena membuat kita tak mampu mengambil langkah tepat.
PANCASILA telah menjadi titik temu semua kekuatan politik di negeri ini.
JATUHNYA korban jiwa akibat longsor tambang galian C Gunung Kuda di Cirebon, Jawa Barat, menjadi bukti nyata masih amburadulnya tata kelola tambang di negeri ini.
PANCASILA lahir mendahului proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Tujuannya untuk memberi landasan langkah bangsa dari mulai hari pertama merdeka.
CITRA lembaga penegak hukum dan pemberantasan korupsi di negeri ini masih belum beranjak dari kategori biasa-biasa saja.
PERNYATAAN Presiden Prabowo Subianto soal kemungkinan membuka hubungan diplomatik dengan Israel jika negara itu mengakui negara Palestina merdeka sangat menarik.
SEMBILAN hakim di Mahkamah Konstitusi (MK) lagi-lagi membuat geger. Kali ini, mereka menyasar sistem pendidikan yang berlangsung selama ini di Tanah Air.
Para guru besar fakultas kedokteran juga menganggap PPDS university-based tidak diperlukan mengingat saat ini pendidikan spesialis telah berbasis rumah sakit.
BAHASAN tentang perlunya Indonesia punya aturan untuk mendapatkan kembali kekayaan negara yang diambil para koruptor kembali mengemuka.
Sesungguhnya, problem di sektor pajak masih berkutat pada persoalan-persoalan lama.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahkan sudah berkali-kali merekomendasikan penaikan banpol.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved