Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Tutup Celah Cela di Pilkada

28/5/2024 05:00

PEMILU 2024 dicap sebagian pihak sebagai yang terburuk sepanjang sejarah Indonesia. Mulai dari mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, sejumlah pengamat, hingga Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mengkritisi perhelatan demokrasi lima tahunan itu.

Salah satu masalah yang mengemuka ialah maraknya politik uang, khususnya berupa pembagian bantuan sosial (bansos) menjelang pemungutan suara. Masalah bagi-bagi bansos itu juga yang menjadi materi gugatan dalam perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) pemilu presiden dan wakil presiden (pilpres) di Mahkamah Konstitusi (MK).

Akan tetapi, MK mematahkan anggapan pembagian bansos terkait dengan sengketa hasil suara di pemilu. Walhasil, hakim konstitusi menolak seluruh permohonan PHPU pilpres. MK dipandang mematahkan beragam tuduhan kecurangan, intervensi aparat, dan politisasi bansos.

Di sisi lain, ada juga yang sudah menduga beragam tudingan itu memang tidak akan terbukti di depan hukum, sebab kecurangan tersebut sudah dirancang untuk aman secara delik meski tunaetik.

Sehebat-hebatnya aturan, tentu lebih hebat manusia yang menciptakan. Dengan begitu, ada anggapan, aturan diciptakan untuk dilanggar. Ragam pantangan dan larangan tidak membuat sebagian manusia untuk menjauhinya. Regulasi yang ada hanya membuat para pelanggarnya untuk berkreasi. Di tangan politikus bermental pemburu rente, aturan seketat apa pun tetap bisa dicari celah untuk dilalui, lalu dilanggar.

Mereka juga tidak akan ragu untuk kongkalikong dengan aparat penegak dan pelaksana aturan. Sepanjang ada kata sepakat dengan penjaga aturan, pelanggaran akan mulus bahkan terlegitimasi.

Jika pelanggaran berlangsung tanpa permufakatan dengan aparat penegaknya, dapat dipastikan penegakan hukum bisa berlangsung secara tegas dan cepat.

Kita memang harus sudah menutup buku pilpres seiring putusan yang final dan mengikat dari MK. Namun, itu bukan berarti kita bisa melupakan begitu saja noktah cela di belakangnya. Apalagi, bangsa ini akan menghadapi agenda politik berikutnya, yakni pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak pada 27 November.

Sejumlah petinggi kementerian dan lembaga negara juga telah mewanti-wanti potensi politisasi bansos. Dan, namanya wanti-wanti, memang tidak harus memiliki pengaruh secara nyata, karena wanti-wanti kurang lebih setara dengan imbauan. Dituruti syukur, diabaikan ya mau apa dikata.

Petinggi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga serasa pengamat politik. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata pernah mengungkapkan preferensi masyarakat di pemilu masih didominasi faktor uang. Karena itu, dia menyarankan agar pemerintah menyetop pemberian bansos sebelum pencoblosan pilkada tahun ini.

Toh, KPK cenderung membiarkan tanpa penindakan praktik semacam itu selama pelaksanaan pilpres. KPK seakan bungkam di kontestasi pilpres dan kembali bernyali menjelang perhelatan pilkada.

Wajar bila muncul kekhawatiran modus mempermainkan aturan saat pemilu bakal berulang di pilkada. Berbagai pihak mengkhawatirkan replikasi politisasi bansos maupun pengerahan serta intervensi aparat dalam pilkada. Maka, bila benar bahwa kita hendak menyehatkan demokrasi dan tidak membiarkan demokrasi makin layu, tata kelola pilkada serentak mesti dibereskan kembali.

Penyelenggara serta pengawas pemilu sudah harus kembali ke khitah menjaga netralitas. Jangan sampai mereka justru bermain api dengan menyimpang atau menyamping dari aturan.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus mampu memperkuat kepemimpinan penyelenggara daerah demi menghindari kecurangan dan penyalahgunaan kekuasaan. Adapun Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), jangan ragu untuk lebih proaktif dan mencari terobosan dalam pengawasan Pilkada 2024. Khususnya pengawasan terhadap penggunaan dana hibah atau bantuan sosial, dukungan petahana atas kandidat, netralitas aparatur sipil negara, klientelisme, dan politik uang.

Bahkan, bila memungkinan secara waktu, pemerintah dan DPR perlu segera merevisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Revisi untuk menutup celah hukum secara aturan perundangan. Jangan justru menutup-tutupi pelanggaran.

Mesti ada tekad lurus dan niat tulus untuk memperbaiki mutu demokrasi. Tanpa itu semua, kontestasi politik tak ubahnya rimba raya bagi para pemburu rente. Padahal, hakikat pemilihan pemimpin, termasuk pemimpin daerah, ialah memastikan bahwa hajat hidup orang banyak diperjuangkan dan dilaksanakan. Itu amat mungkin bisa terjadi bila demokrasi tidak disuntik mati.



Berita Lainnya
  • Bertransaksi dengan Keadilan

    14/6/2025 05:00

    KEADILAN di negeri ini sudah menjadi komoditas yang kerap diperjualbelikan. Hukum dengan mudah dibengkokkan.

  • Tidak Usah Malu Miskin

    13/6/2025 05:00

    ADA petuah bijak bahwa angka tidak pernah berbohong. Dalam bahasa Inggris, petuah itu berbunyi numbers never lie.

  • Gaji Tinggi bukan Jaminan tidak Korupsi

    12/6/2025 05:00

    PERILAKU koruptif lebih didorong hasrat ketamakan dalam diri pelakunya (corruption by greed) ketimbang karena kebutuhan.

  • Upaya Kuat Jaga Raja Ampat

    11/6/2025 05:00

    SUDAH semestinya negara selalu tunduk dan taat kepada konstitusi, utamanya menjaga keselamatan rakyat dan wilayah, serta memastikan hak dasar masyarakat dipenuhi.

  • Vonis Ringan Koruptor Dana Pandemi

    10/6/2025 05:00

    UPAYA memberantas korupsi di negeri ini seperti tidak ada ujungnya. Tiap rezim pemerintahan mencetuskan tekad memberantas korupsi.

  • Membagi Uang Korupsi

    09/6/2025 05:00

    PERILAKU korupsi di negeri ini sudah seperti kanker ganas. Tidak mengherankan bila publik kerap dibuat geleng-geleng kepala oleh tindakan culas sejumlah pejabat.

  • Jangan Biarkan Kabinet Bersimpang Jalan

    07/6/2025 05:00

    DI tengah kondisi ekonomi yang sedang tidak baik-baik saja, soliditas di antara para punggawa pemerintah sangat dibutuhkan.

  • Jangan Lengah Hadapi Covid-19

    05/6/2025 05:00

    DALAM semua kondisi ancaman bahaya, kepanikan dan kelengahan sama buruknya. Keduanya sama-sama membuahkan petaka karena membuat kita tak mampu mengambil langkah tepat.

  • Merawat Politik Kebangsaan

    04/6/2025 05:00

    PANCASILA telah menjadi titik temu semua kekuatan politik di negeri ini.

  • Obral Nyawa di Tambang Rakyat

    03/6/2025 05:00

    JATUHNYA korban jiwa akibat longsor tambang galian C Gunung Kuda di Cirebon, Jawa Barat, menjadi bukti nyata masih amburadulnya tata kelola tambang di negeri ini.

  • Melantangkan Pancasila

    02/6/2025 05:00

    PANCASILA lahir mendahului proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Tujuannya untuk memberi landasan langkah bangsa dari mulai hari pertama merdeka.

  • Penegak Hukum Tonggak Kepercayaan

    31/5/2025 05:00

    CITRA lembaga penegak hukum dan pemberantasan korupsi di negeri ini masih belum beranjak dari kategori biasa-biasa saja.

  • Palestina Merdeka Tetap Syarat Mutlak

    30/5/2025 05:00

    PERNYATAAN Presiden Prabowo Subianto soal kemungkinan membuka hubungan diplomatik dengan Israel jika negara itu mengakui negara Palestina merdeka sangat menarik.

  • Keadilan Pendidikan tanpa Diskriminasi

    29/5/2025 05:00

    SEMBILAN hakim di Mahkamah Konstitusi (MK) lagi-lagi membuat geger. Kali ini, mereka menyasar sistem pendidikan yang berlangsung selama ini di Tanah Air.

  • Meredakan Sengkarut Dunia Kesehatan

    28/5/2025 05:00

    Para guru besar fakultas kedokteran juga menganggap PPDS university-based tidak diperlukan mengingat saat ini pendidikan spesialis telah berbasis rumah sakit.

  • Rampas Aset tanpa Langgar Hak

    27/5/2025 05:00

    BAHASAN tentang perlunya Indonesia punya aturan untuk mendapatkan kembali kekayaan negara yang diambil para koruptor kembali mengemuka.