Headline
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
PEMILIHAN Presiden (Pilpres) 2024 sudah usai, pemenangnya pun telah ditetapkan. Kenduri politik selanjutnya telah menanti bangsa ini, yaitu pemilihan kepala daerah (pilkada). Ajang tersebut digelar secara serentak pada 27 November mendatang.
Pilkada 2024 akan diikuti sebanyak 37 provinsi dan 508 kabupaten/ kota. Jumlah tersebut sangatlah besar dan harus dikelola secara baik oleh penyelenggara yang berkualitas, kredibel, independen, serta bebas dari cawe-cawe penguasa.
Dalam perkara sengketa Pilpres 2024, publik memang sudah menerima putusan Mahkamah Konstitusi yang bersifat final and binding. Namun, mereka tetap menyimpan memori kolektif tentang penyelenggaraan pilpres yang dianggap brutal dan sarat kecurangan. Terselip kekhawatiran residunya akan terbawa ke pilkada.
Residu itu berupa pelanggaran saat persiapan kampanye, pelanggaran netralitas aparat negara, juga rendahnya kapasitas dari panitia termasuk di dalamnya Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Ketika residu itu terulang di pilkada, akan sempurnalah artificial democracy di negeri ini. Demokrasi yang terlihat di permukaan, tetapi tidak benar-benar mencerminkan prinsip-prinsip inti demokrasi sejati yang menjunjung tinggi partisipasi masyarakat.
Hal itu sudah barang tentu tidak sejalan dengan hakikat pilkada yang tertuang dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 dan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Pilkada bertujuan menghasilkan sosok kepala daerah yang mampu menghadapi tantangan dan masalah daerah serta memenuhi harapan publik.
Pilkada juga diharapkan berkontribusi bagi pertumbuhan pemerintahan lokal serta perkembangan politik lokal.
Semua arti penting itu akan menjadi sia-sia manakala residu pilpres tidak bisa disingkirkan. Harapan masyarakat salah satunya tentu tertuju pada orang nomor satu di Republik ini, Presiden Joko Widodo. Dengan jabatan yang tinggal hitungan bulan, ia harus meninggalkan warisan bagi bangsa.
Sama seperti yang telah ditorehkan pendahulunya, Presiden Keenam Susilo Bambang Yudhoyono. SBY telah mengukir sejarah manis bagi perjalanan demokrasi politik di negeri ini. Ia tetap mempertahankan pilkada sekalipun ketika itu kekuatan formal di parlemen sudah menyetujui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota yang mengatur kepala daerah dipilih DPRD.
Berbekal kepekaan terhadap suara rakyat, SBY menerbitkan dua peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) terkait dengan pemilihan kepala daerah. Pilkada langsung sebagai buah perjuangan reformasi yang nyaris terhenti pada 2014 akhirnya bisa terus terlaksana hingga sekarang.
Kepekaan itu yang diharapkan juga ada di diri Jokowi. Sebagai sosok yang lekat dengan citra merakyat, ia tentu tahu betul bagaimana menuntun negeri ini menuju kebaikan, menuju demokrasi yang substansial, bukan artifisial.
Ia harus bisa memastikan tidak terjadi lagi pelanggaran netralitas aparat baik itu aparatur sipil negara maupun TNI-Polri. Jokowi juga harus bisa memperkuat KPU dan Bawaslu sehingga penyelenggara pemilu benar-benar berkualitas dan independen.
Muara dari itu semua akan lahir kepala-kepala daerah yang melayani warga mereka, bukan raja-raja kecil yang malah memeras rakyat akibat tingginya ongkos politik selama mengikuti pilkada. Itulah warisan yang diharapkan bisa menjadi karya monumental Jokowi.
Harapan itu akan selalu ada. Sama seperti kisah dalam mitologi Yunani tentang kotak Pandora. Ketika kotak terbuka dan semua kejahatan berhamburan keluar, ada satu hal terakhir yang tersisa di dasar kotak, yaitu harapan.
Harapan menjadi pendorong sekaligus pemompa keyakinan bahwa keadaan bisa berubah menjadi lebih baik dan menginspirasi setiap kita, termasuk Jokowi, untuk terus mencari solusi dan memperbaiki keadaan.
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Immanuele 'Noel' Ebenezer Gerungan dan 10 orang lainnya sebagai tersangka.
DUA kasus besar yang terjadi di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) saat ini tidak bisa dianggap remeh.
PEMERINTAH mengalokasikan Rp757,8 triliun untuk anggaran pendidikan pada 2026, atau mengambil porsi 20% lebih APBN tahun depan.
SUDAH tiga kali rezim di Republik ini berganti, tetapi pengelolaan ibadah haji tidak pernah luput dari prahara korupsi.
KONSTITUSI telah menegaskan bahwa Indonesia merupakan negara hukum. Salah satu prinsip yang tak bisa ditawar ialah soal kepastian hukum.
UNGKAPAN tidak ada manusia yang sempurna menyiratkan bahwa tidak ada seorang pun yang luput dari kesalahan.
BERANI mengungkap kesalahan ialah anak tangga pertama menuju perbaikan.
DELAPAN dekade sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Indonesia telah menapaki perjalanan panjang yang penuh dinamika.
BERCANDA itu tidak dilarang. Bahkan, bercanda punya banyak manfaat untuk kesehatan fisik dan mental serta mengurangi stres.
MULAI 2026, penyelenggaraan ibadah haji di Tanah Air memasuki era baru. K
BUKAN masuk penjara, malah jadi komisaris di BUMN. Begitulah nasib Silfester Matutina, seorang terpidana 1 tahun 6 bulan penjara yang sudah divonis sejak 2019 silam.
PERSOALAN sengketa wilayah Blok Ambalat antara Indonesia dan Malaysia kembali mencuat di tengah kian mesranya hubungan kedua negara.
BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia.
PEMERIKSAAN dua menteri dari era Presiden Joko Widodo oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi menjadi sorotan publik.
SAMA seperti perang terhadap korupsi, perang melawan narkoba di negeri ini sering dipecundangi dari dalam.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved