Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Kelas Menengah kian Terdesak

30/3/2024 05:00

SUDAH bolak-balik jatuh, masih tertimpa tangga. Pelesetan dari perumpamaan itu kiranya sangat pas menggambarkan nasib kelas menengah di Indonesia saat ini. Mereka harus bolak-balik terpukul karena tidak bisa keluar dari siklus menghadapi musibah dan tantangan perekonomian.

Ekonom senior sekaligus Menteri Keuangan periode 2013-2014 Chatib Basri pernah mengingatkan pemerintah untuk menaruh perhatian kepada kelompok masyarakat menengah. Pasalnya, pengambil kebijakan cenderung fokus mempertahankan daya beli masyarakat kelas bawah dan seolah mengabaikan masyarakat kelas menengah.

Kelompok warga ini bisa merasakan keriangan dan kepusingan secara bersamaan di kala menerima gaji bulanan mereka. Di satu sisi, dapat menarik napas karena mendapatkan upah hasil bekerja selama sebulan. Di sisi lain, mereka harus menghela napas karena mesti menyalurkan upah tersebut ke beragam kebutuhan yang besarannya kerap kali lebih besar daripada yang didapat.

Padahal, biaya kebutuhan utama seperti pangan, saat ini masih merangkak naik, sebagaimana kecenderungan yang selalu terjadi menjelang hari raya. Biaya hidup rutin seperti cicilan juga bukannya menurun. Belum lagi rencana penaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% ke 12% yang jelas akan makin memberatkan hidup.

Meski mungkin tidak paham mengenai inflasi maupun beragam indeks perekonomian, masyarakat kelas menengah setiap hari harus menghadapi dan bergelut menghadapinya. Warga kelas menengah pun tidak punya pilihan selain makan tabungan alias mantab serta mengurangi belanja. Mereka terpaksa menguras tabungan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari lantaran pendapatan tidak sepadan dengan kenaikan harga barang konsumsi.

Hal itu antara lain menjadi gambaran dari laporan Analisis Uang Beredar yang dirilis Bank Indonesia (BI) mengenai pertumbuhan kredit konsumsi yang melambat dari 9,4% pada 2022 menjadi 8,9% pada 2023. Di atas kertas, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai sekitar 5% pada 2023 dengan inflasi di 2,61%. Angka pertumbuhan ekonomi itu pada 2024 diproyeksikan naik menjadi 5,2% dengan target inflasi diturunkan menjadi 2,5% plus minus 1%.

Akan tetapi, Badan Pusat Statistik (BPS) juga mencatat konsumsi masyarakat sepanjang 2023 sebesar 4,82% alias turun ketimbang tahun sebelumnya yang mencapai 4,94%. Bahkan, BPS mendapati penurunan itu terutama terjadi di konsumsi masyarakat menengah atas. Hal itu ditunjukkan antara lain lewat berkurangnya penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) barang mewah, jumlah penumpang angkutan udara, dan penjualan mobil penumpang.

Apa pun dalihnya, penurunan tingkat konsumsi pemerintah jelas memperlihatkan kealpaan pemerintah, kalau tidak mau disebut sebagai kegagalan. Karena, secara logika sederhana, pertumbuhan ekonomi rendah lantaran masyarakat menahan diri membelanjakan uang mereka. Masyarakat menahan diri lantaran daya beli mereka yang menurun akibat tingkat inflasi yang tinggi.

Ketidakstabilan harga bahan pokok menjelang Hari Raya Idul Fitri menjadi penanda pemerintah seakan tidak memegang kendali atas komoditas pangan sembari mempersalahkan dalil hukum pasar. Contoh nyata terjadi di komoditas utama masyarakat Indonesia, yakni beras. Ketika pemerintah sudah jorjoran mengimpor beras, harga bahan pokok utama itu di masyarakat tetap saja mahal. Bahkan, pada Februari 2024, kenaikan harga beras sempat tertinggi sepanjang sejarah Republik.

Itulah sebabnya banyak pihak yang menyuarakan desakan agar pemerintah membereskan reformasi tata niaga pangan. Musababnya, persoalan tata niaga pangan bukan terletak pada kemampuan, melainkan kemauan untuk menertibkan segelintir pemain pangan di pasar yang kerap dijuluki mafia pangan. Tujuan mereka hanya satu, memburu rente.

Pernyataan itu pun diperkuat dengan kenyataan yang diungkapkan Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Isy Karim yang mencontohkan kenaikan harga daging ayam di pasar lantaran aksi pedagang perantara yang mengambil keuntungan.

Temuan itu tentulah hanya puncak gunung es dari praktik serupa lainnya. Yang pasti, pemerintah sudah mengetahui aksi ambil untung oleh para perantara yang dampaknya memberatkan daya beli masyarakat. Akibat praktik ambil untung itu, kelas menengah Republik ini lagi-lagi harus berkutat dengan tantangan, alih-alih mendapat 'tentengan' seusai berbelanja.

Pemerintah, termasuk rezim pemerintahan Joko Widodo yang masih sah hingga 20 Oktober mendatang, sebenarnya memiliki semua kemampuan, perangkat, aparat, maupun dasar hukum untuk membereskan semua permasalahan tata niaga pangan itu. Pemerintah juga pasti punya strategi dan instrumen untuk mengungkit ekonomi serta daya beli kelas menengah. Persoalannya cuma satu, punya kemauan atau tidak untuk itu?



Berita Lainnya
  • Tidak Usah Malu Miskin

    13/6/2025 05:00

    ADA petuah bijak bahwa angka tidak pernah berbohong. Dalam bahasa Inggris, petuah itu berbunyi numbers never lie.

  • Gaji Tinggi bukan Jaminan tidak Korupsi

    12/6/2025 05:00

    PERILAKU koruptif lebih didorong hasrat ketamakan dalam diri pelakunya (corruption by greed) ketimbang karena kebutuhan.

  • Upaya Kuat Jaga Raja Ampat

    11/6/2025 05:00

    SUDAH semestinya negara selalu tunduk dan taat kepada konstitusi, utamanya menjaga keselamatan rakyat dan wilayah, serta memastikan hak dasar masyarakat dipenuhi.

  • Vonis Ringan Koruptor Dana Pandemi

    10/6/2025 05:00

    UPAYA memberantas korupsi di negeri ini seperti tidak ada ujungnya. Tiap rezim pemerintahan mencetuskan tekad memberantas korupsi.

  • Membagi Uang Korupsi

    09/6/2025 05:00

    PERILAKU korupsi di negeri ini sudah seperti kanker ganas. Tidak mengherankan bila publik kerap dibuat geleng-geleng kepala oleh tindakan culas sejumlah pejabat.

  • Jangan Biarkan Kabinet Bersimpang Jalan

    07/6/2025 05:00

    DI tengah kondisi ekonomi yang sedang tidak baik-baik saja, soliditas di antara para punggawa pemerintah sangat dibutuhkan.

  • Jangan Lengah Hadapi Covid-19

    05/6/2025 05:00

    DALAM semua kondisi ancaman bahaya, kepanikan dan kelengahan sama buruknya. Keduanya sama-sama membuahkan petaka karena membuat kita tak mampu mengambil langkah tepat.

  • Merawat Politik Kebangsaan

    04/6/2025 05:00

    PANCASILA telah menjadi titik temu semua kekuatan politik di negeri ini.

  • Obral Nyawa di Tambang Rakyat

    03/6/2025 05:00

    JATUHNYA korban jiwa akibat longsor tambang galian C Gunung Kuda di Cirebon, Jawa Barat, menjadi bukti nyata masih amburadulnya tata kelola tambang di negeri ini.

  • Melantangkan Pancasila

    02/6/2025 05:00

    PANCASILA lahir mendahului proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Tujuannya untuk memberi landasan langkah bangsa dari mulai hari pertama merdeka.

  • Penegak Hukum Tonggak Kepercayaan

    31/5/2025 05:00

    CITRA lembaga penegak hukum dan pemberantasan korupsi di negeri ini masih belum beranjak dari kategori biasa-biasa saja.

  • Palestina Merdeka Tetap Syarat Mutlak

    30/5/2025 05:00

    PERNYATAAN Presiden Prabowo Subianto soal kemungkinan membuka hubungan diplomatik dengan Israel jika negara itu mengakui negara Palestina merdeka sangat menarik.

  • Keadilan Pendidikan tanpa Diskriminasi

    29/5/2025 05:00

    SEMBILAN hakim di Mahkamah Konstitusi (MK) lagi-lagi membuat geger. Kali ini, mereka menyasar sistem pendidikan yang berlangsung selama ini di Tanah Air.

  • Meredakan Sengkarut Dunia Kesehatan

    28/5/2025 05:00

    Para guru besar fakultas kedokteran juga menganggap PPDS university-based tidak diperlukan mengingat saat ini pendidikan spesialis telah berbasis rumah sakit.

  • Rampas Aset tanpa Langgar Hak

    27/5/2025 05:00

    BAHASAN tentang perlunya Indonesia punya aturan untuk mendapatkan kembali kekayaan negara yang diambil para koruptor kembali mengemuka.

  • Sektor Pajak Butuh Digebrak

    26/5/2025 05:00

    Sesungguhnya, problem di sektor pajak masih berkutat pada persoalan-persoalan lama.