Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
MAKAN siang gratis umumnya disambut dengan sukacita dan bisa dibilang tanpa ada perdebatan mengenai penerapannya. Namun, kali ini berbeda. Program makan siang gratis yang menjadi andalan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 2 terus-menerus menuai kritik, bahkan kecaman.
Mulai dari kabinet saat ini yang seakan ngebet memasukkan program itu ke APBN padahal KPU belum menetapkan pemenang pilpres hingga makan siang yang salah sasaran untuk menekan angka tengkes (stunting). Kini, muncul gagasan absurd memakai dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk membiayai penyediaan makan siang bagi siswa.
Ide itu dicetuskan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Airlangga yang juga Ketua Umum Golkar, salah satu partai pengusung paslon 02 Prabowo-Gibran, mengungkapkan usulannya itu ketika melaksanakan simulasi penyediaan makan siang gratis di SMPN 2 Curug, Tangerang, Banten.
Walaupun menyangkal simulasi itu untuk uji coba gagasan Prabowo-Gibran, Airlangga mengungkapkan gagasan BOS sebagai sumber pembiayaan program makan siang gratis memang milik paslon tersebut. Airlangga mendapatkan sokongan dari rekan sejawatnya di kabinet.
Tanpa menimbang betapa konyolnya usulan itu, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengamini. Muhadjir lantas menambahkan Dana Desa sebagai alternatif lain sumber pendanaan makan siang gratis untuk siswa.
Para menko itu seperti tidak paham betapa krusialnya dana BOS untuk membuat pendidikan berkualitas dapat diakses oleh segenap putra-putri bangsa. Dengan dana BOS, sekolah akan mampu meningkatkan kualitas sekolah, yang pada gilirannya menguntungkan siswa untuk memperoleh pendidikan secara gratis.
Tidak peduli kaya atau miskin, semua mendapat pendidikan sesuai hak yang dijamin oleh konstitusi. Pasal 31 ayat (1) UUD 1945 menyatakan setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Kemudian pada ayat 2 disebutkan kewajiban pemerintah untuk membiayai pendidikan dasar setiap warga negara.
Idealnya, pendidikan dasar mencapai 12 tahun, dari SD sampai SMA. Akan tetapi, dengan alasan keterbatasan anggaran, pemerintah baru mencanangkan wajib belajar 9 tahun, artinya hanya sampai SMP. Hanya beberapa daerah yang pemimpinnya memiliki kepedulian atas pendidikan warganya, berinisiatif menggratiskan biaya pendidikan hingga SMA.
Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2023 menunjukkan tingkat penyelesaian pendidikan nasional untuk jenjang pendidikan SD/sederajat sebesar 97,83%. Padahal, semestinya mencapai 100%.
Kemudian, jenjang SMP/sederajat sebanyak 90,44%. Lagi-lagi, angka penyelesaian mestinya 100% karena SD hingga SMP merupakan cakupan wajib belajar. Adapun untuk jenjang SMA/sederajat hanya 66,79%.
Angka-angka di setiap tingkatan yang tidak mencapai 100% menunjukkan masih banyak anak yang putus sekolah. Data Susenas juga memotret adanya disparitas antara rumah tangga berpendapatan tinggi dan rumah tangga berpendapatan rendah dalam mengakses pendidikan. Kesenjangan tampak nyata pada jenjang pendidikan SMP/sederajat ke atas.
Oleh karena itu, wajar bila sebagian masyarakat sipil yang kritis mempertanyakan usulan memakai dana BOS untuk membiayai program yang belum jelas manfaatnya. Jajaran kubu penggagas program makan siang gratis seakan panik dan bingung untuk merealisasikan janji. Ini pertanda program makan siang gratis asal tercetus dengan perencanaan sangat mentah.
Pernyataan Presiden Jokowi yang menolak menjanjikan program Bantuan Langsung Tunai (BLT) Pangan berlanjut setelah Juni mestinya sudah memberikan sinyal benderang. Negara tidak punya cukup anggaran untuk membiayai proyek yang dikatakan membutuhkan dana Rp450 triliun lebih per tahun itu.
Kini program makan siang gratis hendak dipaksakan berjalan dengan mengorbankan kualitas pendidikan dan hak warga negara. Alih-alih gratis, makan siang itu harus dibayar mahal. Maka, ketimbang berlarut dalam sesat pikir seperti itu, lebih bijak bila program yang berbasiskan perencanaan mentah dievaluasi, bukan selalu diamini.
ADA petuah bijak bahwa angka tidak pernah berbohong. Dalam bahasa Inggris, petuah itu berbunyi numbers never lie.
PERILAKU koruptif lebih didorong hasrat ketamakan dalam diri pelakunya (corruption by greed) ketimbang karena kebutuhan.
SUDAH semestinya negara selalu tunduk dan taat kepada konstitusi, utamanya menjaga keselamatan rakyat dan wilayah, serta memastikan hak dasar masyarakat dipenuhi.
UPAYA memberantas korupsi di negeri ini seperti tidak ada ujungnya. Tiap rezim pemerintahan mencetuskan tekad memberantas korupsi.
PERILAKU korupsi di negeri ini sudah seperti kanker ganas. Tidak mengherankan bila publik kerap dibuat geleng-geleng kepala oleh tindakan culas sejumlah pejabat.
DI tengah kondisi ekonomi yang sedang tidak baik-baik saja, soliditas di antara para punggawa pemerintah sangat dibutuhkan.
DALAM semua kondisi ancaman bahaya, kepanikan dan kelengahan sama buruknya. Keduanya sama-sama membuahkan petaka karena membuat kita tak mampu mengambil langkah tepat.
PANCASILA telah menjadi titik temu semua kekuatan politik di negeri ini.
JATUHNYA korban jiwa akibat longsor tambang galian C Gunung Kuda di Cirebon, Jawa Barat, menjadi bukti nyata masih amburadulnya tata kelola tambang di negeri ini.
PANCASILA lahir mendahului proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Tujuannya untuk memberi landasan langkah bangsa dari mulai hari pertama merdeka.
CITRA lembaga penegak hukum dan pemberantasan korupsi di negeri ini masih belum beranjak dari kategori biasa-biasa saja.
PERNYATAAN Presiden Prabowo Subianto soal kemungkinan membuka hubungan diplomatik dengan Israel jika negara itu mengakui negara Palestina merdeka sangat menarik.
SEMBILAN hakim di Mahkamah Konstitusi (MK) lagi-lagi membuat geger. Kali ini, mereka menyasar sistem pendidikan yang berlangsung selama ini di Tanah Air.
Para guru besar fakultas kedokteran juga menganggap PPDS university-based tidak diperlukan mengingat saat ini pendidikan spesialis telah berbasis rumah sakit.
BAHASAN tentang perlunya Indonesia punya aturan untuk mendapatkan kembali kekayaan negara yang diambil para koruptor kembali mengemuka.
Sesungguhnya, problem di sektor pajak masih berkutat pada persoalan-persoalan lama.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved