Headline
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
BANTUAN sosial atau bansos ibarat roller coaster, penuh aksi akrobatik. Anggaran yang dialokasikan negara untuk membantu rakyat miskin itu kerap naik menjelang pemilu, kendati angka kemiskinan menurut data statistik turun. Lalu, gelontoran bansos akan turun setelah pemilu usai.
Seperti pada Pemilu 2009, belanja bansos melesat 27,83% menjelang pesta demokrasi. Kala itu, calon petahana, Susilo Bambang Yudhoyono, sukses memenangi pemilihan presiden (pilpres) dalam satu putaran. Setahun setelahnya, realisasi belanja bantuan sosial langsung turun menjadi hanya 6,77%.
Kemudian, pada 2013, belanja bansos naik 21,85%. Pada 2014, belanja bantuan sosial juga masih naik 6,27%. Setelah pemilu berlalu, pada 2015, belanja bansos turun 0,79%.
Lalu, pada 2018, belanja bantuan sosial melesat 52,5%. Pada 2019, pos masih naik 33,29%. Calon petahana Joko Widodo lalu memenangi Pilpres 2019.
Setelah itu, belanja bansos masih meningkat lantaran pandemi covid-19 pada 2020. Saat itu, anggaran perlindungan sosial atau perlinsos mencapai Rp498 triliun.
Menjelang Pemilu 2024, kendati pandemi sudah berakhir, perlinsos direncanakan sebesar Rp493,5 triliun. Besaran itu memang lebih rendah jika dibandingkan dengan anggaran pada 2020. Akan tetapi, lebih besar ketimbang anggaran pada 2021 yang mencapai Rp468,2 triliun, di 2022 sebesar Rp460,6 triliun, dan mengacu pada outlook 2023 sebesar Rp439,1 triliun.
Kalangan ekonom menggambarkan fenomena roller coaster anggaran perlindungan bagi rakyat miskin itu sebagai electoral budget cycles alias biaya pendongkrak elektoral.
Rakyat tentu berharap naik turunnya anggaran bukan gambaran sikap penguasa yang melihat rakyat sebagai objek, apalagi sebagai mainan yang hanya demi mencapai kepentingan elektoral. Penguasa akan berpihak kepada rakyat miskin karena hakikat dari bansos bukanlah pemberian cuma-cuma dari rezim yang memiliki batas waktu. Bansos adalah bantuan yang diberikan oleh negara, bukan oleh orang yang berkuasa.
Karena itu, amat menyedihkan melihat perilaku elite rezim berkuasa saat ini yang memelintir dan mengerdilkan makna bansos. Mereka berupaya memaknai pemberian bansos sebagai wujud kebaikhatian rezim Jokowi yang akan dilanjutkan oleh pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Publik pun ketakutan serta merasa diteror. Sebagian dari masyarakat memilih menjadi undecided voters alias menyembunyikan pilihan. Itulah yang terjadi saat lembaga survei dan konsultan Indopol merilis temuannya di lapangan.
Dalam survei tersebut, 85% responden di Blitar, Jawa Timur, masuk jajaran pemilih yang belum menentukan pilihan. Lalu, warga yang termasuk undecided voters di Bondowoso mencapai 70%. Anomali juga terjadi di kota lain dengan tingkat yang hampir separuh dari responden.
Berdasarkan penelusuran Direktur Eksekutif Indopol Survey Ratno Sulistiyanto, sejumlah kelurahan meminta agar wilayah mereka tidak terpetakan karena sudah menjelang pemungutan suara 14 Februari. Ada juga yang menolak disurvei dengan alasan keamanan. Selain itu, ada yang khawatir mereka tidak akan mendapatkan bansos dan Program Keluarga Harapan (PKH) lagi.
Khawatir tidak mendapatkan hak mereka, masyarakat memilih untuk diam ketimbang berpendapat secara terbuka. Menjadi sunyi di tengah kebisingan kandidat yang membelokkan dan menakut-takuti bansos akan dihentikan bila tidak memilih calon yang dekat dengan penguasa.
Mereka sadar, pilihan di dalam benak dan hati mereka bukanlah yang dominan. Mereka khawatir diisolasi dan tidak mendapatkan pemberian negara karena dianggap melenceng dari pandangan yang berkuasa.
Dengan begitu, mereka, rakyat yang berdaulat, hanya akan menyatakan suara secara rahasia dan sunyi. Cukup melalui surat suara di dalam bilik suara. Karena itu, wahai yang berkuasa dan mengemban amanat rakyat, hentikan cara-cara kotor menunggangi bansos dan rupa-rupa bantuan demi kepentingan elektoral.
Ingat, bansos sejatinya uang rakyat yang dipungut dari pajak. Setop menggunakan bansos untuk mengintimidasi rakyat dalam menggunakan hal pilih mereka sesuai nurani masing-masing. Itulah penghormatan sejati terhadap pemilih.
DELAPAN dekade sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Indonesia telah menapaki perjalanan panjang yang penuh dinamika.
BERCANDA itu tidak dilarang. Bahkan, bercanda punya banyak manfaat untuk kesehatan fisik dan mental serta mengurangi stres.
MULAI 2026, penyelenggaraan ibadah haji di Tanah Air memasuki era baru. K
BUKAN masuk penjara, malah jadi komisaris di BUMN. Begitulah nasib Silfester Matutina, seorang terpidana 1 tahun 6 bulan penjara yang sudah divonis sejak 2019 silam.
PERSOALAN sengketa wilayah Blok Ambalat antara Indonesia dan Malaysia kembali mencuat di tengah kian mesranya hubungan kedua negara.
BANTUAN sosial atau bansos pada dasarnya merupakan insiatif yang mulia.
PEMERIKSAAN dua menteri dari era Presiden Joko Widodo oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi menjadi sorotan publik.
SAMA seperti perang terhadap korupsi, perang melawan narkoba di negeri ini sering dipecundangi dari dalam.
EKONOMI Indonesia melambung di tengah pesimisme yang masih menyelimuti kondisi perekonomian global maupun domestik.
BERAGAM cara dapat dipakai rakyat untuk mengekspresikan ketidakpuasan, mulai dari sekadar keluh kesah, pengaduan, hingga kritik sosial kepada penguasa.
MANTAN Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong dan mantan Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto telah resmi bebas dari tahanan.
Kebijakan itu berpotensi menciptakan preseden dalam pemberantasan korupsi.
ENTAH karena terlalu banyak pekerjaan, atau justru lagi enggak ada kerjaan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memblokir puluhan juta rekening milik masyarakat.
KASUS suap proses pergantian antarwaktu (PAW) untuk kader PDI Perjuangan Harun Masiku ke kursi DPR RI masih jauh dari tutup buku alias belum tuntas.
Intoleransi dalam bentuk apa pun sesungguhnya tidak bisa dibenarkan.
KEPALA Desa ibarat etalase dalam urusan akuntabilitas dan pelayanan publik.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved