POTRET penegakan hukum di negeri ini kembali mendapat sorotan tajam. Ia dipersoalkan banyak kalangan ketika pelapor kasus korupsi dijadikan tersangka terkait perkara yang dia laporkan.
Adalah Nurhayati yang mengalami kejadian menyesakkan itu. Nurhayati ialah Kepala Urusan Keuangan Desa Citemu, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Dia mengaku melaporkan dugaan kasus korupsi yang dilakukan oleh kuwu atau kepala desa bernama Supriyadi atas pengelolaan dana desa.
Melalui video berdurasi 2 menit 51 detik yang viral belakangan ini, Nurhayati kecewa betul kepada polisi yang menangani perkara tersebut. Dia me ngaku selama hampir dua tahun proses berjalan terus memberikan informasi kepada penyidik, tetapi di akhir 2021 justru ditetapkan sebagai tersangka.
Kapolres Cirebon Kota AKB Fahri Siregar pun mengakui Nurhayati menjadi tersangka, tetapi menampik yang bersangkutan ialah pelapor. Menurut Kabid Humas Polda Jabar Kombes Ibrahim Tompo, yang melaporkan kasus itu ialah Ketua Badan Permusyawaratan Desa Citemu, Lukmanul Hakim.
Polisi menyatakan Nurhayati dinilai turut terlibat dalam dugaan korupsi yang dilakukan Supriyadi, tetapi belum ditemukan bukti bahwa dia ikut menikmati uang haram hasil kejahatan itu. Total dana desa yang dikorupsi pada 2018, 2019, dan 2020 sekira Rp800 juta.
Nurhayati dan kepolisian boleh punya klaim masing-masing. Siapa yang benar siapa yang salah harus segera dipastikan. Karena itu, kita mendukung sepenuhnya langkah sejumlah institusi untuk menyelidiki perkara itu.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), serta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sudah turun tangan. Mereka memang mesti turun tangan sebab perkara ini perkara serius, sangat serius.
Jika benar, menjadikan pelapor sebagai tersangka tak bisa ditoleransi. Ia menjadi preseden teramat buruk dalam penegakan hukum, preseden yang meluluhlantakkan keadilan. Terlebih jika kasusnya ialah korupsi, kejahatan luar biasa yang bisa menghancurkan bangsa ini.
Kita paham, tidak gampang memberantas korupsi. Kita juga tahu, butuh peran semua pihak untuk menghadapi extraordinary crime itu. Tidak cuma pemerintah ataupun penegak hukum, kontribusi masyarakat sangat ditunggu, salah satunya dengan berani melapor.
Laporan dari masyarakat punya posisi penting dalam menopang kinerja KPK. Sebelum PP No 43 Tahun 2018 yang mengatur pemberian piagam dan premi maksimal Rp200 juta bagi masyarakat yang memberikan informasi ke penegak hukum mengenai dugaan korupsi, rata-rata 7.000 laporan masuk ke KPK. Setelah PP itu berlaku, laporan diyakini lebih banyak lagi.
Kita harus menjaga semangat masyarakat supaya tetap menyala, agar semakin berkobar, untuk ikut mengungkap praktik kejahatan termasuk korupsi. Ia jangan diredupkan, apalagi dibuat padam.
Langkah Nurhayati untuk mengajukan praperadilan ialah langkah yang tepat. Dia layak menggugat status tersangka yang dilekatkan kepadanya dan biarkan hakim yang nanti membuat semuanya terang benderang.
Kendati begitu, kasus Nurhayati tetap harus diusut tuntas. Peran KPK sangat penting dalam hal ini karena ia punya kewenangan untuk melakukan supervisi penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan dalam pemberantasan korupsi. Optimalkan peran itu, tunjukkan bahwa KPK masih punya taji, agar penegakan hukum menjadi lurus, tak lagi bengkok.
Kasus Nurhayati juga menjadi ujian buat integritas dan kredibilitas Polri. Jika memang salah langkah, mengakulah salah. Berikan sanksi kepada anggota bersalah.
Kasus Nurhayati ialah pertaruhan masa depan penegakan hukum, utamanya dalam memberangus korupsi. Jika negara keliru langkah, masyarakat tak akan berani lagi melaporkan perkara korupsi. Harusnya koruptor dan calon koruptor yang dibuat takut, bukan masyarakat.